Sepanjang siang menjelang sore ini Alina benar-benar tidak konsentrasi bekerja. Bagaimana bisa dia fokus dengan pekerjaannya jika yang ada dipikirannya adalah tentang sambungan video Gevan dengan seseorang bernama Aryan itu. Ditambah lagi Gevan memanggil seseorang yang Alina yakini seorang pria 'sayang' dan 'babe'. Membuat tubuh Alina merinding seketika.
Si tampan yang terlihat gagah itu benar-benar seorang Gay?! Sulit dipercaya otaknya!
Ini tidak benar!
"Lin!"
Alina tersadar saat ada yang menggoyang lengan kirinya. Saat Alina melihat siapa orang itu, Alina langsung berdiri dan menundukkan kepala hormat.
"Ya, Bu Cecil?"
"Kamu saya panggil dari tadi. Ada apa? Wajah kamu pucat. Apa kamu sakit?" tanya Cecil -Kepala Staff Administrasi- di kantor ini cemas.
Alina segera menggeleng dan ingin menjawab pertanyaan Cecil. Namun ucapannya terhenti saat rekan kerja di sebelah mejanya yang menjawab dengan nada menghina.
"Dia kan gak pernah pakai make up, Bu, makanya mukanya pucat," ucap Sashi.
Rekan kerjanya yang lain langsung tertawa mendengar kalimat yang keluar dari bibir rekan kerja Alina yang bernama Sashi tersebut.
Alina hanya mampu terdiam namun senyum kecut tersungging dari bibirnya. Alina sudah biasa diperlakukan seperti ini. Jadi dia hanya mencoba bersikap santai dan tak terpancing amarah.
Cecil hanya menggeleng tak suka ke arah Sashi, lalu memfokuskan diri kembali ke arah Alina.
"Tolong kamu ke bagian gudang. Sepertinya ada selisih di sini antara laporan kita dan laporan yang mereka berikan." Cecil menunjuk deretan angka di selembar kertas yang dibawanya. Cecil sengaja meminta Alina ke bagian gudang, karena selama ini Alina sangat bisa diandalkan. Pekerjaan wanita ini pun selalu rapi dan teliti yang diam-diam membuat Cecil menjadikan Alina anak buah kesayangannya.
Dengan anggukan patuh, Alina melangkah meninggalkan ruangan besar ini. Lebih baik dia pergi dari ruangan yang orang-orang di dalamnya sering sekali mengintimidasi dirinya.
Alina berjalan menuju lift di lantai lima, tempat ruangannya berada untuk segera melaksanakan perintah Cecil menuju bagian gudang di lantai dua.
Setelah sampai di depan lift besi itu, Alina menekan tombol di samping lift dan menanti pintu lift terbuka.
Alina menghela napas berkali-kali karena pikiran tentang Gevan masih saja mengganggu pikirannya.
Pujaan hatinya seorang Gay?
Gay?
Gay?
Alina tersadar saat pintu lift terbuka, namun langsung membelalakkan mata terkejut saat melihat dua orang pria sedang merapat di ujung lift yang terbuka itu. Lebih tepatnya salah seorang di antara dua orang pria itu sedang memojokkan seorang lainnya.
Laporan yang Alina pegang meluncur ke atas lantai karena terlalu terkejut atas apa yang dilihatnya.
Dua orang itu sepertinya tersadar jika pintu lift sudah terbuka, lalu saling menjauhkan diri seolah takut tertangkap basah sedang melakukan hal yang tidak senonoh.
Mata Alina lebih melebar lagi setelah tahu siapa seorang pria yang tadi dipojokkan pria yang satunya lagi.
Gevan?! Sumber mimpinya itu?? Dan pria yang mengacaukan pikirinnya sampai menjelang sore ini?!
Alina mengalihkan pandangan ke arah pria yang saat ini memakai jas casual hijau tua dipadu dengan kaos putih dan untuk pakaian bawahnya, pria ini mengenakan celana jeans pas bodi yang membuat penampilannya terlihat fashionable. Oh dan lihatlah, wajah pria ini tampan luar biasa. Ketampanan yang mendekati Ketampanan yang dimiliki Gevan. Tentu saja di mata Alina, tetap Gevan yang paling tampan di antara semua pria di dunia ini.
Tapi kini, setelah melihat kejadian di dalam lift dan panggilan video yang masuk ke dalam ponsel Gevan tadi siang, apakah Alina masih menganggap Gevan pria paling tampan di antara semua pria di dunia?
Pria yang...
"Hai, Manis... mau masuk?" tanya pria yang menggunakan jas casual hijau tua itu ramah dan ceria ke arah Alina yang masih terbengong. Bahkan pria itu sudah menekan tombol di dalam lift agar pintu lift tak segera tertutup.
"Aryan!" geram Gevan tak suka.
Jantung Alina semakin ingin keluar dari tempatnya.
Aryan???
Jadi, pria tampan ini yang tadi melakukan panggilan video dengan sang CEO di rooftop???
Si 'Sayang' dan si 'Babe' itu??!!
Ya Tuhan... Cobaan apa lagi ini...
Setelah tadi Alina mendengar sambungan video sang pujaan hati dengan seorang pria, kini Alina malah dihadapkan langsung pada pria yang bernama Aryan itu?!
Mengapa hidupnya semakin miris?
Alina tak masalah jika dia hanya bisa mengagumi Gevan dari jauh dan tak bisa memiliki Gevan selamanya. Tapi tolong, jangan biarkan khayalannya tentang Gevan yang gagah malah berubah jadi Gevan yang doyan laki-laki! Alina tak akan habis pikir dengan semua ini.
Lebih baik Alina tadi melihat Gevan bermesraan dengan seorang wanita dari pada dengan seorang laki-laki! Setidaknya Gevan 'Normal'!
Aarrrgghhh!!!
Ingin rasanya Alina berteriak untuk mengeluarkan semua kesedihan dan khayalannya yang ambyar seketika.
Ditambah lagi tadi melihat geraman tak suka Gevan saat si Aryan-Aryan itu menyapa Alina dengan sebutan 'Manis'. Apa Gevan cemburu pada Alina saat 'kekasih pria' lelaki tampan ini memanggil orang lain dengan sebutan 'Manis'?
Alina melihat pria yang bernama Aryan itu memperhatikan Alina dari atas sampai bawah, dan berlama-lama melihat gelang kaki yang melingkar indah di pergerakan kaki Alina yang sebelah kiri.
Gelang kaki peninggalan sang Ibu sebelum pergi untuk selama-lamanya. Gelang kaki kenangan sang Ibu yang tak akan pernah Alina lepas sampai kapanpun.
Alina terlihat tak nyaman saat Aryan semakin menatap tubuhnya yang tertutupi pakaian longgar itu semakin intens. Seakan menelanjangi Alina.
"Aryan!" geram Gevan sekali lagi yang membuat Aryan tersadar dari tatapannya itu, lalu mengarahkan pandangan ke arah Gevan yang berada di sampingnya.
"Sorry..." ringis Aryan yang dibalas Gevan tatapan datar.
Gevan mengalihkan pandangan ke arah Alina sambil menaikkan sebelah alisnya, "Kamu mau ikut masuk, atau hanya berdiri di situ sepanjang hari?" tanya Gevan datar setengah menyindir.
Alina mengalihkan tatapan dari Gevan dan Aryan bergantian, lalu menelan saliva susah payah.
"S-saya... Se-sepertinya ada yang ketinggalan. Sa-saya tidak j-jadi menggunakan lift. Permisi, Pak..."
Alina segera pergi dari sana dengan jantung berdebar kuat.
Bisa gila dia kalau masih bertahan di sana.
Dia tidak ingin tambah sakit hati melihat bagaimana cemburunya Gevan padanya saat 'kekasih pria' lelaki itu memperhatikan Alina.
Sementara itu, Aryan menatap kepergian Alina sambil masih memperhatikan kaki jenjang Alina yang berjalan tergesa-gesa menjauh dari lift.
"Ehm!"
Aryan kembali tersadar, lalu mengusap tengkuknya salah tingkah saat mendengar suara Gevan.
"Kakinya cewek itu bagus."
Gevan menatap Aryan tajam dengan rahang mengeras, lalu tanpa aba-aba menendang bokong Aryan kencang sampai Aryan keluar dari lift dengan posisi terjatuh ke atas lantai.
"Ken!"
"Cari lift lain sana!" seru Gevan tajam, lalu menutup pintu lift tanpa peduli Aryan sudah berusaha bangun untuk kembali masuk ke dalam lift itu.
Namun nahas bagi Aryan, pintu lift sudah tertutup sempurna diiringi dengan senyum miring Gevan.
"Ken!! KEN!!! SIALAN LO!! ABIS PUAS MAININ GW LO NENDANG GW GITU AJA!! KEN!! APA SALAH DAN DOSA GW!!!"
Aryan akhirnya sadar percuma saja dia memukul pintu lift berkali-kali yang sudah tertutup sempurna itu, karena pintu lift tak akan terbuka lagi.
Dengan perasaan kesal, Aryan menendang pintu lift yang terbuat dari besi itu sambil menghela napas kasar. Saat dirinya mengalihkan pandangan ke arah lain, Aryan mendapati sosok wanita yang tadi dia perhatikan kaki jenjangnya itu menatapnya dengan tatapan aneh.
Aryan tersenyum lebar melihat wanita manis yang tadi sempat menarik perhatiannya itu, "Hai... Mau masuk lift bersama?" tanya Aryan sambil menunjuk lift yang satunya lagi.
Alina yang kembali lagi karena lupa memungut kertas laporan yang diberikan Cecil, sempat melihat kejadian Gevan menendang bokong Aryan.
Apakah Gevan secemburu itu sampai menendang 'kekasih prianya' dengan tidak berperasaan?
Alina juga melihat bagaimana Aryan berteriak frustasi saat Gevan meninggalkan pria itu.
Puas mainin? Apa maksud Aryan yang berteriak seperti itu?
"Kamu suka ngelamun ya?" tanya Aryan kembali yang membuat Alina tersadar dan gelagapan di tempat saat Aryan memungut kertas laporan Alina, lalu melangkah menuju ke arah Alina yang terpaku tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Ini punya kamu kan?" tanya Aryan sambil menyodorkan selembar kertas laporan itu setelah sampai di depan Alina
Alina menerima dengan tangan bergetar.
"Te-terima kasih..."
"No problem. Ehm... Jadi, kamu mau masuk lift bersama?" tanya Aryan kembali, kali ini dengan nada menggoda.
Alina sampai berpikir apakah pria ini biseksual? Yang menyukai dua jenis sekaligus?! Menyukai wanita dan pria bersamaan?!!
Sepertinya kalau dilihat dari tatapan genit Aryan yang tertuju ke arahnya, Alina yakin jika Aryan benar-benar biseksual.
Alina mundur perlahan yang membuat Aryan mengernyitkan dahi bingung. Ada apa dengan wanita manis di depannya ini? Apa dia terlihat seperti monster?
"S-sepertinya masih ada yang ketinggalan. Sa-saya permisi dulu." Alina langsung saja membalikkan tubuh tanpa menunggu jawaban Aryan, lalu berjalan tergesa-gesa meninggalkannya.
Aryan hanya terbelalak tak percaya. "Wanita aneh!" desis Aryan. "Tapi juga lucu..." monolog Aryan lagi sambil bersedekap lalu menampilkan senyum kecil melihat punggung Alina yang menjauh dari pandangan.
***
"Mama lagi sedih..."
Alina membuka bungkus makanan kucing basah dengan wajah muram. Kejadian tadi di depan lift semakin membuat jantungnya serasa diremas kuat.
Baru juga merasakan apa itu yang namanya cinta, kenapa secepat ini harus dia padamkan?
Gevan adalah cinta pertama Alina, karena wanita ini benar-benar baru merasakan getar-getar aneh di dadanya hanya pada Gevan. Jadi wajarkan kalau dia patah hati setengah mati mengetahui kenyataannya?
Kalau memang Gevan seorang Gay, Alina tidak sanggup jika harus bersaing dengan seorang pria. Apalagi pria yang menjadi kekasih Gevan memiliki wajah super duper tampan. Ini sih benar-benar gila! Membuatnya pusing tujuh keliling.
"Kayaknya kalian harus cari Papa baru. Papa CEO kalian sepertinya harus berpisah dari Mama... Ya ampun... Kenapa hidup Mama miris sekali..." Alina masih saja terus bercerita pada lima ekor kucing yang sudah memakan jatah mereka tanpa peduli wajah 'Mama'nya terlihat kusut seperti pakaian yang tidak disetrika. Sesekali, Alina mengusap sayang kucing-kucing di depannya ini.
Setelah beberapa saat, Alina menatap langit semakin gelap, menandakan sebentar lagi malam akan tiba.
"Mama pulang dulu ya. Besok kita ketemu lagi..." ucap Alina sambil memaksakan senyum kecil ke arah para kucing itu. Alina beranjak dari tempatnya berjongkok, lalu mulai beranjak pergi menuju apartemennya yang tak jauh dari Kantor Bagaskara Corp dengan langkah gontai karena jam sudah menunjukkan pukul enam sore.
***
"Kamu mau ke mana, Ge?"
Gea menghentikan langkah saat sepupunya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sekaligus ruang televisi mereka itu bertanya.
"Biasa, ke Red Paradise."
Alina terdiam sesaat mendengar jawaban dari sepupunya itu. 'Red Paradise' adalah salah satu klub malam yang terkenal di kota ini.
Alina juga sangat tahu kebiasaan Gea yang suka clubbing dan minum minuman beralkohol bersama kekasih wanita yang beda usia enam bulan darinya ini.
Gea memang sudah ikut pergaulan bebas di kota besar ini. Bahkan Gea sudah seringkali menginap di apartemen kekasihnya untuk melakukan hal yang biasa orang sebut free sex.
Alina kerap kali menasehati, tapi Gea masih tetap saja seperti itu dan mengatakan jika dia mampu menjaga dirinya sendiri dan tahu batasan. Gea juga selalu mengatakan jika dia tidak akan mengandung karena rajin mengkonsumsi pil pencegah kehamilan. Alina hanya bisa pasrah dan tak lagi menasehati. Karena walau bagaimanapun, itu adalah jalan hidup yang Gea pilih.
"Aku boleh ikut?"
Gea melebarkan mata dan mulutnya mendengar kalimat yang keluar dari bibir sang sepupu.
Apakah Gea tidak salah dengar?
Si suci Alina mau ikut ke club malam? Apakah wanita ini sedang melantur? Bukankah biasanya Alina akan cerewet menasehatinya untuk berhenti dari kegiatan bersenang-senangnya itu.
"Kamu sadar?"
Alina mengangguk bersemangat sambil tersenyum lebar walau hatinya meringis nyeri.
Karena terlalu patah hati pada sosok Gevan, Alina ingin mencoba bersenang-senang seperti yang Gea lakukan. Sepupunya itu selalu terlihat senang dan tak ada beban di hidupkan. Dan mulai saat ini, Alina ingin melakukan hal yang sama. Dia akan menikmati hidup yang sesungguhnya mulai sekarang. Minum sampai mabuk sambil berjoget ria di tengah lantai dansa sepertinya sangat menarik.
"Kamu lagi sakit ya? Atau kamu lagi ngelantur? Atau..."
"Bisa aku pinjam bajumu yang cocok untuk ke tempat seperti itu? Kamu tahu kan aku gak punya baju yang cocok selain baju kerja dan piyama. Ada juga kaos oblong. Apakah bisa pakai kaos oblong dan celana jeans? Kalau bisa, aku akan ganti. Tunggu sebentar ya."
"Eh, Lin! Tunggu!"
Gea menahan lengan Alina yang hendak menuju ke arah kamarnya untuk berganti pakaian.
"Kamu pakai bajuku. Dan kamu harus pakai make up malam ini!"
"A-apa?! Bi-bisakah aku gak pakai make..."
"Kamu mau ikut atau enggak?!"
Alina langsung mengangguk antusias.
"Kalau gitu ikutin aku." Gea menarik lengan Alina agar mengikutinya ke arah kamarnya.
Walaupun Gea masih bingung setengah mati dengan keinginan sang sepupu, tapi Gea tak mau ambil pusing. Lagi pula, biar saja sepupu polosnya ini sesekali melihat dunia luar. Bukan hanya terpaku pada laptop yang berisi laporan kerja, dan berpuluh-puluh novel romance yang tersusun rapi di rak buku di dalam kamar Alina. Bisa jadi sepupunya ini menemukan tambatan hati di Red Paradise. Sehingga sang sepupu tak akan jadi perawan tua. Gea juga akan mendandani sepupunya manisnya itu biar terlihat sangat memukau malam ini.
***
Alina sejak tadi mencoba menurunkan bagian bawah dress ketat berwarna merah menyala jauh di atas lutut yang ia kenakan. Dan sesekali menutupi bagian dadanya dengan sebelah tangan karena dress yang dia kenakan benar-benar memperlihatkan setengah bagian dada Alina. Wajah yang biasa polos sudah terlihat penuh make up. Wajah Alina terlihat lebih dewasa dan menggoda. Belum lagi lekukan tubuhnya yang memang sejak wanita ini berusia enam belas tahun sudah terbentuk sempurna sampai membuat mata pria mana saja tergoda untuk menyusuri tubuh indah itu.
"Tumben banget kamu mau ikut ke sini, Lin."
Alina mengalihkan pandangan ke arah Lukas -Kekasih dari sepupunya-, yang mengajarkan Gea kehidupan dunia malam.
"A-aku lagi mau coba dugem." balas Alina gugup. Kedua tangannya masih mencoba menarik turun bagian bawah dress yang ia kenakan agar paha mulusnya tak terlalu kelihatan, walaupun itu sangat mustahil karena panjang dress yang sangat mini itu.
Lukas dan Gea tertawa melihat kegugupan Alina. Wanita ini masih saja terlihat polos meski sudah didandani sedemikian rupa, yang membuat orang malah menjadi gemas.
"Ya udah yuk, kita ke dance floor," ajak Gea yang sudah berdiri. Sementara di samping Gea, Lukas sudah mengeratkan pegangannya di pinggang Gea posesif. Terlihat sekali Lukas benar-benar mencintai Gea.
Alina berdoa di dalam hati, semoga saja mereka berdua berjodoh, karena Lukas yang sudah mengambil kesucian Gea yang awalnya adalah wanita polos sepertinya itu.
"Aku duduk di sini dulu deh."
"Katanya tadi mau ikut dugem?" tanya Gea bingung.
"Aku kok kayaknya pusing ya lihat orang banyak joget sambil desak-desakan gitu." tunjuk Alina ke arah lantai dansa.
Gea dan Lukas kembali tertawa, karena lagi-lagi Alina menunjukkan kepolosannya.
"Hahahah... Baby, sepupu kamu kocak banget sih!" ucap Lukas di sela tawanya, lalu mencium gemas sebelah pipi Gea.
Wajah Gea merona malu saat bibir sang kekasih menciumnya dalam. Walaupun mereka sudah sering melakukan hal yang lebih dari sekedar cium pipi, tetap saja Gea selalu merasa malu seolah baru pertama kali diberi ciuman.
"Ya ampun, Baby... Kamu buat aku malah pengen 'makan' kamu saat ini juga..." bisik Lukas mesra, lalu tanpa aba-aba mencium bibir Gea menggebu.
Alina melebarkan matanya terkejut, saat detik selanjutnya Gea sudah melingkarkan lengannya di leher Lukas dan membalas ciuman Lukas tak kalah menggebu. Seolah tak ada siapapun di sekitar mereka.
Alina mengalihkan pandangan ke arah lain dengan jantung berdebar.
Bayangan tentang Gevan yang dipojokkan seseorang bernama Aryan tadi sore di dalam lift, langsung kembali masuk ke dalam ingatannya.
Apakah tadi Gevan dan Aryan melakukan apa yang saat ini dilakukan sepupunya dan sang kekasih? Kalau memang iya, apakah dua orang pria itu saling membalas?
Alina merasakan mual seketika memikirkan hal itu.
"Baby, kayaknya kita buat mata sepupu polos kamu ternodai."
Alina kembali mengalihkan pandangan ke arah Lukas yang saat ini sudah tersenyum jahil ke arahnya, namun dengan segera meringis kesakitan saat Gea menyikut perut berotot pria tampan cucu pemilik club malam ini. Club malam yang sudah sangat terkenal karena sudah menyebar di berbagai penjuru kota di negara ini.
"Ka-kalian kalau mau melakukan hal yang tadi, se-sebaiknya di tempat tertutup aja," ucap Alina tergagap.
Lukas kembali tertawa, kali ini lebih kencang.
"Kamu liat di sana? Di sana juga. Ha... Di sana juga." Lukas menunjuk beberapa pasangan yang sedang bermesraan. Bahkan ada yang melakukan hal lebih dari apa yang tadi Lukas dan Gea lakukan.
Alina terbelalak, lalu kembali mengalihkan pandangan ke arah Lukas yang saat ini tersenyum miring ke arahnya.
"Jangan kaget ya, Calon Sepupu," ucap Lukas santai yang lagi-lagi mendapat sikutan gemas dari kekasihnya itu.
Setelah beberapa saat, Gea kembali mengajak Alina untuk ikut turun ke lantai dansa karena takut meninggalkan Alina seorang diri. Tapi Alina kembali menolak dengan alasan ingin terbiasa terlebih dulu dengan suasana di dalam club malam ini.
Karena tak dapat membujuk Alina, Gea pasrah dan turun bersama Lukas ke lantai dansa untuk menikmati malam yang semakin larut, namun suasana club malam ini semakin ramai.
Sebelum benar-benar pergi, Gea melarang Alina untuk pergi ke mana-mana seorang diri. Gea juga memperingati Alina agar tidak menerima minuman apapun dari orang lain, karena Gea sangat tahu jika adik sepupunya ini sudah diincar oleh beberapa pria yang duduk di dekat sofa melingkar yang mereka tempati. Gea tidak ingin kecolongan. Sepupunya masih sesuci bayi, jadi Gea harus memperingatkan Alina lebih tegas. Walaupun Gea ingin sang sepupu dapat kekasih, bukan berarti kekasih yang asal comot. Setidaknya Gea harus melihat dulu pria seperti apa yang akan mendekati sepupunya.
Kalau untuk bersenang-senang dengan minum sampai mabuk dan berjoget sampai lelah, Gea masih memperbolehkan. Jangan sampai Alina seperti dirinya yang sudah rusak segala-galanya. Beruntung bagi Gea karena mendapatkan pria yang walaupun terkenal bad boy, tapi sangat mencintai Gea setengah mati.
***
Sudah satu jam Gea meninggalkan Alina seorang diri, namun sepupunya itu bolak-balik mengalihkan pandangan ke arah Alina yang hanya duduk tenang. Sementara Alina memperhatikan dari jauh sepupunya itu sudah asyik berjoget dengan kekasihnya yang tak sedikitpun membiarkan Gea lepas dari pelukan posesif Lukas.
Alina tersenyum senang, namun juga meringis miris karena kehidupan asmaranya tak semulus Gea.
Gea bertemu pertama kali dengan Lukas saat Lukas membayar barang belanjaannya di Kendrick Market. Sepertinya Lukas jatuh cinta pada pandangan pertama melihat Gea, dan berusaha mendekati Gea selama kurang lebih tiga bulan.
Kehidupan asmara Gea dan Lukas mulus walaupun mereka menjalani kisah asmara yang sudah melewati batas. Tapi setidaknya, Lukas sudah bertemu dengan Mama dari Gea dan mengatakan akan meminang Gea sesegera mungkin setelah pria itu menyelesaikan skripsinya yang seharusnya sudah selesai dua tahun yang lalu.
Untung saja Mama Gea tak tahu jika anaknya menjalani hubungan dengan Lukas sudah seperti hubungan sepasang suami istri karena melibatkan ranjang dan hasrat.
Terkadang jalan hidup seseorang selucu itu. Sosok Lukas sebelum bertemu Gea adalah pria yang suka bersenang-senang tanpa kenal waktu sampai tak peduli dengan kuliahnya yang sering terbengkalai. Namun setelah Gea masuk ke dalam kehidupan pria itu, Lukas menjadi lebih serius menyelesaikan kuliahnya agar bisa cepat-cepat meminang Gea.
Betapa beruntungnya Gea, dan betapa malangnya Alina.
Alina menghela napas pasrah, lalu mencoba meminum cairan berwarna bening yang berada di dalam gelas kecil di atas meja di depannya ini.
Alina tahu itu minuman beralkohol, walaupun Alina tak tahu apa namanya. Yang Alina inginkan malam ini minum sampai mabuk, sampai pikiran tentang Gevan teralihkan.
Alina membawa gelas kecil itu ke bibirnya, lalu menyesap sedikit cairan berwarna bening itu.
Alina tersedak karena baru pertama kali meminum minuman beralkohol yang langsung masuk ke tenggorokannya. Alina mengernyitkan dahi sambil menatap gelas yang masih berisi penuh cairan bening ini. Rasanya pahit dan juga panas di tenggorokan. Rasanya Alina tidak sanggup untuk meminumnya kembali. Tapi, dia ingat tujuan awalnya ke sini. Untuk bersenang-senang dan minum sampai mabuk. Jadi Alina memaksakan diri menenggak minuman bening itu sampai tandas walaupun kembali terbatuk dan mengernyit tak suka karena rasa pahit di lidahnya.
Setelah beberapa menit reda dari acara tersedaknya, kepalanya terasa pusing, pandangan matanya mengabur, pikirannya perlahan melayang.
Apakah ini yang dinamakan mabuk?
Tapi... masa prosesnya secepat ini sih?
Alina kan baru meminum minuman itu satu gelas kecil. Tapi kenapa dirinya sudah merasa terbang ke udara?
Tak berapa lama, Alina tertawa sendiri seperti orang gila. Dia menertawakan dirinya sendiri dan merasa bodoh. Mungkin karena dia pemula, jadi proses mabuknya secepat menjentikkan jari.
Rasa mual tiba-tiba menjalar dari tenggorokannya. Membuat Alina beranjak dari duduknya untuk melangkah menuju ke arah toilet di tempat ini.
Alina berjalan sempoyongan, kepalanya terasa berat seperti membawa beban. Alina terus berjalan sambil meraba dinding agar tubuhnya seimbang, tanpa tahu ada seorang pria yang sejak tadi sudah tertarik padanya mengikuti langkah wanita ini.
Sampai tiba-tiba, wanita ini tak sengaja menabrak seseorang di depannya. Alina hampir saja terjatuh, kalau saja seseorang yang dia tabrak tak menahan lengannya.
"Te-terima kasih..." ucap Alina dengan nada terseret karena minuman beralkohol itu sepertinya sudah bekerja dengan baik membuatnya mabuk. Padahal baru satu gelas, tapi rasanya sudah seperti ini.
Alina menengadahkan kepalanya, lalu mengernyitkan dahi bingung. Pandangan matanya beberapa kali mengabur, lalu kembali jelas, namun kembali mengabur. Sampai wanita ini harus mengusap matanya beberapa kali agar dapat jelas memperhatikan seseorang yang tadi tak sengaja dia tabrak ini, yang juga sudah menatapnya dari ujung kepala sampai kaki.
Seseorang di depannya ini menatap Alina tak suka. Rahangnya mengeras saat pandangannya tertuju ke arah gundukan dada Alina yang kencang. Sedikit saja tali dress wanita ini tersingkap, pasti akan langsung memperlihatkan keseluruhan dada kencang Alina yang ukurannya bisa dibilang bisa memuaskan laki-laki.
Untuk saja dress yang dikenakan wanita ini sangat ketat, jadi kemungkinan tali spaghetti itu merosot turun sangat kecil.
Alina tersenyum sumringah sampai matanya yang terasa berat itu menyipit.
"Mr. CEO? Wah... Hahaha... Apakah mabuk rasanya seperti ini? Bisa... melihat orang yang... kita puja ada di depan mata!!" ucap Alina bersemangat.
Tubuhnya yang bergerak tak karuan karena mabuk, tak menghentikan Alina untuk menyentuhkan tangannya ke wajah seseorang di depannya ini.
"Wahh... Seperti ini rasanya menyentuh... wajahmu... Kulit orang kaya... memang beda... Ahahaha... Ya ampun... halus sekali!"
Seseorang itu menegang saat kedua tangan Alina sudah beralih meraba dada bidangnya.
"Apakah perutmu ada roti sobeknya? Bisakah... aku melihatnya?" tanya Alina dengan nada semakin terseret karena alkohol sudah semakin menguasai tubuhnya. Namun tatapan matanya menyusuri tubuh indah seorang pria di depannya ini lapar seiring tangannya yang bergerak tak karuan.
Alina terus meraba tubuh itu sampai perut. Saat Alina ingin menurunkan tangannya ke arah gundukan keras di balik celana bahan yang seseorang ini pakai, kedua pergelangan tangannya langsung ditahan si pemilik.
"Apa yang kamu lakukan?!" desis seseorang ini sambil menatap tajam Alina dengan kedua bola mata hitam legam yang dia miliki.
Alina kembali mengalihkan pandangan ke arah wajah seseorang yang berada di depannya ini.
"A... pa? Aku hanya... penasaran. Apa yang... sedang kamu kantongi? Mengapa menonjol seperti itu?" tanya Alina polos sambil menatap gundukan yang menonjol di balik celana pria ini.
Sang Pria terbelalak tak percaya. Wanita mabuk di depannya ini masa tak tahu itu apa?! Apa jangan-jangan wanita ini pura-pura polos?!
"Kamu jangan bercanda!"
"Aku? Siapa yang bercanda. Aku cuma... penasaran. Memang... tidak boleh?"
"Kamu sepertinya terlalu mabuk! Lebih baik kamu pulang, Nona!"
"Aku masih mau bersenang-senang... di sini kok!"
Pria ini tertawa kesal sambil masih mencengkeraman kedua pergelangan tangan Alina agar wanita ini tak jatuh.
"Mau bersenang-senang? Heh! Bahkan kamu saja tidak bisa berdiri dengan benar. Bagaimana bisa kamu bersenang-senang??! Dasar wanita aneh!"
"Apa?! Aku... aneh??!! Heh Mr. CEO! Seandainya saja aku tidak melihatmu... bermesraan dengan seorang pria, aku pasti tidak akan memilih untuk... bersenang-senang... di... di sini!" kesal Alina ikut terbawa emosi.
"Apa maksudmu?!"
"Kenapa sih orang setampan dirimu... harus suka pada... lelaki? Memangnya... tidak ada wanita yang... mau padamu?" tanya Alina semakin ngawur yang membuat rahang pria di depan wanita manis ini semakin mengeras.
Sang pria mengalihkan pandangan ke arah belakang, tempat di mana seorang pria yang tadi mengikuti langkah Alina sedang berdiri sambil terbelalak kaget.
"Apa yang lo lihat?!" tanya pria yang mencengkeram pergelangan tangan Alina datar ke arah pria yang berdiri tak jauh di belakang Alina.
"Gu-gw..."
"Pergi!" desis pria dengan bola mata hitam legam ini penuh penekanan.
Dengan segera, pria yang tadi membuntuti Alina pergi dengan langkah tergesa-gesa karena melihat wajah tak bersahabat pria di depan Alina itu yang ukuran tubuhnya lebih besar darinya. Yang mungkin bisa saja membuatnya babak belur dengan mudah.
Pria bermata hitam legam ini kembali mengalihkan pandangan ke arah Alina yang saat ini sedang menatap punggung pria yang tadi mengikutinya.
"Kenapa... kenapa kamu mengusirnya? Bukankah dia... pria?" tanya Alina yang semakin mabuk, malah semakin membuat mulutnya tak berhenti mengoceh.
"Memang kenapa kalau dia pria?" tanya si pria bermata hitam legam ini sambil menatap Alina intens.
"Bu... kankah kamu... suka pada pria? Yang tadi... itu pria kan? Aku yakin itu pria... Walaupun penglihatanku tidak jelas... tapi yang tadi itu pri..."
"Bisa diam?! Kamu berisik sekali!" desis sang pria dengan rahang mengeras.
Alina berdecak kesal, tubuhnya semakin sempoyongan. Untung saja pria di depannya ini masih setia memegangi pergelangan tangannya walaupun terlihat sekali wajah sang pria kesal setengah mati.
"Kenapa kamu... suka pria?" tanya Alina kembali.
Sang pria memutar bola mata malas karena Alina kembali mengajukan pertanyaan itu.
"Apa urusanmu?!"
"Kamu... kamu harus sembuh! Kamu tahu tidak, kalau kamu... kamu buat hatiku patah, Pak Gevan!" seru Alina kesal, lalu memukul sebelah bahu Gevan dengan sebelah tangannya yang masih berada di genggaman pria yang Alina sebut Gevan ini.
"Waaah... Jadi kamu tahu namaku ya, Nona?" tanya pria ini lalu tersenyum miring.
"Siapa yang... tidak tahu pemilik... Kendrick Market, Tuan CEO! Semua orang... tahu... Kendrick Gevan Bagaskara!" sungut Alina, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.
Beberapa saat mereka terdiam dalam keheningan, sampai akhirnya, entah dapat ide dari mana, Alina kembali mangalihkan pandangan ke arah pria ini dan kembali membuka suara yang membuat pria yang Alina sebut Gevan itu mematung dengan jantung bertalu kencang.
"Sleep with me!" seru Alina yang terdengar seperti sebuah perintah.
Setelah Alina mengatakan kalimat itu, mereka terdiam, namun saling berpandangan. Alina menatap dengan penuh kesungguhan, sementara Gevan, ya si Kendrick Gevan Bagaskara menatap Alina dengan tatapan tak percaya.
Gevan tak percaya ini. Niat bersenang-senang ke klub malam, malah mengurusi wanita mabuk. Ditambah lagi, dengan tak tahu malunya si wanita mengajaknya tidur?!
"Kamu benar-benar mabuk, Nona! Lebih baik aku antar kamu pulang!" ucap Gevan tegas, lalu membebaskan sebelah pergelangan tangan Alina, sementara sebelah tangan Alina yang lain sudah ditarik Gevan untuk mengikuti langkahnya keluar dari klub malam ini.
Alina menarik tangannya yang digenggam Gevan sekuat tenaga yang otomatis membuat Gevan membalikkan tubuh sampai mereka kembali berhadapan, namun sebelah tangan Alina masih berada di genggaman Gevan.
"Apa... penampilanku kurang menarik? Lihatlah... baik-baik, Pak CEO! Ayo... kita 'tidur bersama' agar kamu bisa... 'sembuh'!"
"Nona..."
"Please, Mister... Sleep with me..." desah Alina yang sudah merapatkan tubuhnya ke arah tubuh Gevan, lalu meraba dada bidang pria ini sampai membuat bulu roma Gevan berdiri. Jemari lentik Alina beralih mengusap rahang Gevan yang halus karena Gevan baru saja bercukur pagi ini.
"Tidurlah denganku. Kita akan lihat... apakah kamu akan 'sembuh'... setelah merasakan sentuhan wanita? Aku... akan menyerah setelah ini... kalau pada akhirnya kamu... tetap suka pada pria, Mr. CEO... I promise..." ucap Alina kembali dengan nada setengah terseret karena minuman alkohol yang menguasainya, tapi nada suara Alina terdengar menggoda secara bersamaan.
Sebelah tangan Gevan yang bebas terkepal kuat saat jemari Alina menyentuh bibir tipisnya, menggodanya dengan sentuhan yang sensual, seolah-olah Alina sudah sering melakukannya terhadap para pria.
Gevan menggeram saat bola mata Alina bertatapan dengannya. Wajah Alina yang memerah karena efek mabuk, semakin terlihat menggairahkan saat matanya menatap Gevan dengan tatapan memuja yang tak dia tutupi. Belum lagi gundukan dada Alina sudah menempel kuat di dada bidang Gevan, membuat 'inti' tubuh seorang Kendrick Gevan Bagaskara semakin mengetat di balik celana bahan yang ia kenakan.
Sial!!
"Kamu sedang mabuk, Nona! Jadi kamu tidak sadar apa yang kamu minta!" ucap Gevan tajam namun bergetar mencoba menahan sesuatu.
Sumpah demi apapun, ini sangat menyiksa! 'Inti' tubuhnya semakin mengetat! Gevan tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya terhadap wanita.
"Anda menolak saya? Apa jangan-jangan... Anda takut untuk sembuh?! Cih! Dasar lemah! Belum... mencoba saja, Anda sudah menyerah!" ejek Alina sambil menjauhkan tangannya dari bibir Gevan.
Alina berusaha berdiri dengan benar, walaupun kepalanya pusing luar biasa. Sebelah tangannya yang tadi menyentuh bibir Gevan, kini memijat keningnya sendiri. Setelah beberapa saat mencoba untuk tersadar dari acara mabuknya walaupun mustahil, Alina kembali mengalihkan pandangan ke arah Gevan yang saat ini menatapnya dengan tatapan rumit.
"Apa? Kenapa melihatku seperti itu? Kamu... tidak sedang... tertarik pada wanita kan? Hahaha... tentu saja tidak. Kamu kan sukanya... pada pria ya! Hahaha..." ucapan Alina semakin melantur ke mana-mana. "Lepaskan tanganku, Pak Gevan! Saya... baru tahu kalau Anda... itu pengecu..."
"Jangan menantangku!" potong Gevan tajam. Gevan menyentak pergelangan tangan Alina sampai tubuh menggoda Alina kembali menempel pada tubuhnya, lalu pria ini mengalihkan tangannya memeluk erat pinggang Alina, sementara sebelah tangan yang lain sudah menarik dagu Alina agar Gevan mudah menatap wajah penuh make up Alina yang terlihat sangat menggoda.
"Kamu ingin 'menyembuhkan'ku? Apa kamu yakin bisa, Nona?" tanya Gevan sinis. Hembusan napas Gevan tepat berada di depan bibir merah menggoda Alina.
"Ten... tu saja!"
"Percaya diri sekali!" Gevan tertawa seolah meremehkan, yang membuat Alina seolah tertantang.
"Kita... buktikan saja, Tuan! Jangan... banyak bicara!" desis Alina tajam.
Gevan tertawa kesal karena baru kali ini ada orang yang berani padanya. Terlebih, wanita pula!
Gevan semakin mengeratkan pegangan tangannya di pinggang Alina sedikit menarik ke atas sampai hidung mereka bersentuhan.
"Baik! Kita buktikan! Dan... jangan menyesal setelah ini, Nona!" desis Gevan memperingati.
"Will Never!" balas Alina bersungguh-sungguh.
Alina menjerit saat Gevan langsung saja menggendongnya ala bridal, namun langsung terdiam saat mendengar apa yang diucapkan pria yang menggendongnya ini.
"Simpan jeritanmu untuk nanti, Cherry!" bisik Gevan parau tepat di telinga Alina, yang mampu membuat tubuh Alina bergetar nikmat.
Untuk nanti??
Gevan langsung melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat ini menuju ke suatu tempat. Tempat di mana dia akan 'menghabisi' wanita yang katanya akan mencoba 'menyembuhkan penyakitnya' itu.
***