Chereads / Secret In Love / Chapter 10 - Perdebatan

Chapter 10 - Perdebatan

Entah apa lagi rencana Tuhan setelah ini, kehidupan sekenario yang tak ada abisnya

Kepergian (dia) terlalu membekas, posisinya tak akan pernah ada yang bisa menggantikan

Tapi takdir berkata lain.

Seorang perempuan muda akan menggantikan posisi (dia) sebagai istri dan ibu dari anakku.

Tapi sepertinya perempuan ini terlalu keras kepala untuk menerima sebuah kenyataan. Bagaimana tidak, dengan bodohnya perempuan ini mau mencelakakan dirinya sendiri.

"Erghhh.. dimana ini?" Matanya mengerjap ngerjap.

"Di surga" jawab Ramel ketus

"Hahh!, Tapi kenapa tuan juga ada disini?, buruk sekali kehidupanku sampai disurga pun aku harus bertemu denganmu". Reista meringis saat dirasa kepalanya semakin sakit.

"Dasar bodoh! Ini dirumah sakit, lain kali kalau emang mau bunuh diri gak usah tanggung tanggung nabrakin badan ke mobil. Kenapa gak sekalian aja minum racun, potong nadi atau semacamnya yg membuatmu cepat kesurga".

"Aisshhh siapa juga sih yang mau bunuh diri, aku hanya tak sengaja tertabrak saja".

"Seterah! Menyusahkan sekali". Ramel memutar bola matanya malas, perempuan tak tau terimakasih, masih untung ia mau menolongnya dengan repot-repot mencarinya dan tak sengaja melihatnya dikerubunin orang karena tertabrak.

"Hei tuan, saya juga tidak butuh bantuan anda".

"Hah! Pikir pakai otak Reista kalau gak ada saya tubuh kamu udah jadi bangkai dan sudah dimakan sama cacing cacing tanah".

"Ya ya seterah tuan sajalah, tapi terimakasih sebelumnya". Reista membenarkan sedikit tidurnya, badanya benar-benar seperti Remuk semua. Dia tak ingat apa yang terjadi semalam.

Reista malas berdebat dengan Bosnya itu, rasanya emosinya masih meluap-luap jika dia memikirkan tentang pernikahan yang dipaksakan nantinya.

"Persiapkan dirimu, pernikahan kita tinggal 2 hari lagi".

"Pernikahan? Kita? 2 hari?, Apa apaan ini bukanya semalam kau bilangnya seminggu lagi". Reista semakin pusing saat Ramel membahas hal yang memang sedang Reista hindari.

"Memang seminggu".

"Lalu kenapa sekarang 2 hari?".

"Karena memang tinggal 2 hari, kau kan pingsan hampir 5, hari", Ramel memutar bola matanya malas. Perempuan ini benar benar membuatnya emosi.

"Oh aku pingsan 5 hari", Reista manggut-manggut tak mengerti.

"Hah!!! 5 hari!".

"Bagaimana bisa tuan?".

"Bodoh! Kau bertanya kepadaku, seakan-akan aku yang pingsan", Ramel memberikan segelas air putih pada Reista. Ia pikir perempuan bodoh ini masih tak mengerti apa yang terjadi dengannya.

"Emmm maaf tuan", Reista menundukan kepalanya lemah dan meneguk air putih itu sepelan mungkin. Tenggorokannya sangat sakit sekali. Mengapa juga dia bisa pingsan selama 5 hari? Dia pingsan atau memang mati dan bangkit lagi? Seperti dalam film-film.

Reista sedikit tertawa geli mengingat kalau dia sudah melewati banyak dimensi waktu dan kembali lagi kesini.

Atau mungkin di dalam tubuh ini, bukan dirinya yang dulu? Tapi sepertinya tak mungkin. Dia saja ingat dengan lelaki bodoh ini.

"mengapa kau senyum-senyum sendiri?, wajahmu semakin terlihat jelek, apa selama kau koma kau sudah menjadi setan yang berkeliaran dirumah sakit ini eh". Ramel duduk di sofa dan membuka buku bacaan. Hatinya sudah sedikit tenang saat melihat Reista baik-baik saja. 5 hari ini jantungnya berpacu sangat kencang. Ia membayangkan bagaimana jika perempuan ini benar-benar meninggal.

"Bukan urusanmu Tuan, ngomong-ngomong Tuan, kenapa aku bisa pingsan selama 5 hari? Apa aku gegar otak?". Tanya Reista sangat polos.

"kepalamu sedikit terbentur dan mengalami syok, selebihnya tak ada. tapi entahlah jika tiba-tiba kau jadi gila karena sedari tadi kau tak berhenti senyum-senyum sendiri". Ramel tak mengalihkan pandangnya dari buku.

"Jika aku gila, berarti kau akan menikahi orang gila. dan jika kau ingin membatalkannya itu sangat sangat bagus".

"seterah kau sajalah, aku bosan berdebat denganmu. ternyata kau sangat menyebalkan". Ramel mengacak rambutnya dan menghela nafas berkali-kali. otaknya sakit mendengar kata-kata Reista yang tak ada habisnya.

Beda lagi dengan Reista yang melihat Ramel sedikit kagum. Ia sangat tampan dengan kaus polos seperti itu dan rambut sedikit berantakan.

Malaikat berwajah iblis yang indah, bibit telah di sebarnya di permukaan hati ini. Perilaku yang sederhana, kata kata yang tak ada manis-manisnya, tapi ketulusan selalu terpancar walau jauh dalam sumur terdalam.

Mungkin ini memang jalan Tuhan, entah bagaimana nanti arus yang akan Reista lalui, tapi ia siap berlayar dengan permukaan kapal yang sederhana. Dia bukan pangeran berkuda putih dia bukan pria romantic, namun jiwanya mempunyai berjuta pesona yang indah.

Ya Reista akui itu, dari awal saat ia bertemu dengannya, tapi yasudahlah Reista akan jatuh kedalam pesona Ramel jika terlalu lama memujinya. bisa-bisa besar kepala Tuan sombong itu nantinya.

" Apa kau tidak ke kantor tuan?", Tanya Reista mengalihkan pikiranya.

"Jangan panggil aku tuan saat diluar kantor".

"Ya baiklah Ramel".

"Tadinya aku ingin langsung ke kantor, tapi kau menyusahkan aku dengan harus menjagamu selama keluargamu pulang kerumah". Ramel berkata sarkas dan tak peduli saat Reista hampir mengeluarkan tanduknya marah.

"pergi saja sana, aku sudah siuman dan aku bisa mengurus diriku sendiri".

"kau bisa berkata seperti itu sekarang, tapi tak melihat saat kau 5 hari yang lalu seperti bangkai mati dikerubunin lalar".

"kau ini, tidak bisa apa tak berkata jahat seperti itu? kau tak ikhlas membantuku heh?". Tangan Reista bersedekap didepan dada. rasanya ia ingin menelan Ramel hidup-hidup.

"sangat ikhlas walaupun orang yang kutolong tak mengucapkan terimakasih".

"aku sudah mengatakan terimakasih tadi, kau saja yang banyak mau".

"kapan? aku tak ingat". Ramel menutup bukunya dan mendengus sebal, ia ingin cepat-cepat keluar dari ruangan ini. dia bisa gila jika harus meladeni Reista yang tak ada habisnya berbicara.

"Seterah kau saja Tuan terhormat".

"Yasudah aku pergi, jaga dirimu yang lemah itu" Ramel keluar dari ruangan Reista dengan wajah menahan kesal, Reista hanya mendengus tertahan.

bagaimana bisa ia tak mau mengalah terhadap perempuan? dia kan laki-laki, harusnya mengalah sedikit denganku, apalagi aku ini kan sedang sakit. dasar laki-laki jahat.

aku memijat kepalaku yang semakin sakit, bagaimana bisa aku akan satu rumah denganya dan sehari-hari dihabiskan bersama, belum lagi di kantor aku juga bertemu dengannya. 24 jam hidupku setiap hari akan dihabiskan melihat wajahnya dan sikap egoisnya itu.

Bos sialan, dia menjebakku dan akan membuat hari-hariku seperti dipenjara jika selalu bersama dengannya. belum lagi aku harus melayaninya sebagai istri yang baik dan pastinya harus menuruti semua keinginanya. aku mengetuk kepalaku pelan, tak bisa membayangkan jika aku berhubungan suami istri dengannya.

Pasti akan sangat mengerikan jika dia membelai-belai tubuhku, Reista sedikit begidik ngeri memikirkannya.

Belum lagi mulut sialannya itu jika menciumku? astaga Reista pikiranmu mesum sekali, tapi jika dia ingat Bibirnya itu sangat menggoda ranum seperti buah cery, belum lagi tubuh atletisnya kan, karyawan kantor sering membicarakan kegagahanya dan menceritakan bagaimana Bosnya itu diranjang.

Reista lagi-lagi mendesah pelan, apa ia cukup seksi disandingkan dengan Ramel yang sempurna itu? apa Ramel akan memuji tubuhnya ini? Reista memikirkan bagaimana jika Ramel membandingkan kehebatan mantan istrinya dengannya nanti?.

apalagi Reista tak pernah berhubungan badan dengan siapapun, pernag beberapa kali ia berciuman tapi tak sampai berbuat mesum. sepertinya ia akan belajar banyak melalui video yang sering diberikan oleh teman-temannya.

Reista memandang langit-langit kamar rumah sakit, dua hari lagi aku akan menjadi istrinya. Menjadi ibu bagi anaknya, apakah aku akan sanggup?.