Nia Pov
Kembali kekenyataan bahwa skripsiku harus secepatnya kelar, yang pertama karena aku sudah tidak punya banyak tabungan untuk bayaran kuliah dan yang kedua karena aku kasian kepada ibu yang sudah semakin tua.
Ia ingin aku bersamannya di kota kami, walaupun sebenarnya aku ingin tinggal di Jakarta dan bekerja disini. Memulai karir di kota besar, dan yang pastinya tak ingin jauh dari mas surya.
Tapi yasudahlah, kita hanya mampu berencana namun Allah yang menentukan, aku menutup jurnal yang kubaca tadi, sejak pagi aku sudah berada di perpustakaan untuk mencari referensi untuk skripsi yang sedang kubuat.
Aku rasa aku sedikit butuh makan, karena perutku sudah keroncongan tak jelas. Merapikan beberapa jurnal dan mengembalikannya di rak yang ditentukan.
Berjalan keluar perpustakaan, mataku semakin berat memikirkan deadline bab 2 yang diberikan dospem ku itu, sepanjang lorong kuhabiskan dengan berfikir tak jelas. Sampai segerombolan mahasiswa berbincang girang karena tak karuan. Sebenarnya ada apa?.
"santi? Ada berita apa sih?". Tanyaku pada teman yang tak sengaja kulihat di gerombolan itu dan memang kebetulan dia satu prodi denganku.
"ituloh perusahaan batu bara yang terkenal itu, lagi butuhin banyak lowongan. Gue abis liat di mading kampus. Dan kebetulan mereka juga lagi butuhin banyak orang Humas". Ucapnya yang membuatku cukup tertarik.
Perusahaan batu bara yang terkenal? Sebenarnya aku tidak tau yang terkenal itu yang mana. Tapi kalau sampai satu kampus dibuat kegirangan sudah pasti itu adalah perusahaan yang cukup terkenal.
"oh ya? Emangnya bisa kita daftar disana. Padahal surat kelulusan belum kita dapetin'. Tanyaku.
"itu dia, denger-denger kampus kita lagi bekerjasama dengan perusahaan itu di bidang tenaga kerja.
Katanya sih Owner baru perusahaan batu bara itu mau ambil mahasiswa muda seperti kita untuk mengembangkan perusahaanya. Dan ya kita emang gak langsung jadi karyawan gitu tapi lebih ke magang selama 6 bulan dulu. Kalau bagus kita bisa langsung diangkat jadi karyawan".
"bagus kayaknya ya, gue jadi mau ikutan".
"yaudah ikutan daftar sana untuk posisi magang. Siapa tau rejeki lu disitu, kan lumayan gaji nya Na". santi tersenyum kearahku dengan bersemangat.
"oke deh, makasih ya infonya. Kalau gitu gua mau liat persyaratanya dan coba buat daftar deh".
"oke deh, gue ke kantin ya. Semoga berhasil" santi berlalu pergi bersama beberapa temanya yang tak terlalu kukenal.
Aku berjalan kearah manding karena terlalu penasaran dengan info yang diberikan santi, lumayan juga pikirku. Siapa tau sembari skripsi aku bisa magang di perusahaan besar itu, lumayan kan aku bisa sedikit mendapatkan pengalaman dan juga uang jajan.
Dan kurasa persaingannya akan sulit juga, yang melihat info ini saja sudah sangat banyak, aku harus sampai menggeser mereka yang sedari tadi melihat mading dan mem-fotonya.
Aku mengeluarkan gadgetku dan berusaha mengambil gambar dari info lowongan yang terpampang cukup besar di bandingkan info yang lainnya. Setelah mendapatkan gambar yang cukup jelas aku keluar dari kerumunan itu dan berjalan kearah kantin. aku menyimpan gadgetku, akan kubaca info itu saat aku sudah dikantin saja.
Tapi aku berubah pikiran saat kulihat Riri dan romeo sedang berbincang di salah satu tangga menuju ruang dosen, mereka tak melihatku dan bodohnya kenapa aku harus berhenti dan tidak melanjutkan saja kakiku ini untuk menuju kantin. tapi aku dibuat penasaran saat tangan romeo mulai mengelus puncak kepala Riri.
'tumben sekali romeo dan Riri seakur itu' pikirku heran.
Aku mencoba berjalan perlahan kearah mereka, dan kurasa salah satu mereka tak akan menyadari kedatanganku. Mereka terlalu asik berbincang. Aku sudah hampir sampai untuk menyapa mereka sampai salah satu kalimat Riri memberhentikan langkahku.
"terlalu kaku, gue aja jijik deket dia tiap hari".
"emang, setiap ketemu gue dia sok jaga jarak banget. Padahal dulu selalu nyariin gue biar ditemenin".
"hahahaha, temen lu itu Rom" hatiku mencelos dengan perkataan mereka, siapa yang mereka maksud? Apa aku? Apa selama ini aku sebegitu menjijikan dimata mereka? Tapi bukankah selama ini Riri tak masalah dengan perubahanku?.
Tapi kenapa mereka sampai berbicara seperti itu?. Walaupun aku tak tau siapa yang dimaksud mereka, tapi aku rasa itu seperti membicarakan aku.
"temen gue? Ogah gue punya temen yang sok kayak dia. Masih untung kita mau temenan sama kita, coba gak ada kita apa iya selama ini dia punya temen?. Gak akan gua rasa".
"iya Rom bener banget, gue sih berusaha untuk biasa aja sama dia. Tapi lama-kelamaan gue bosen juga sih ama tingkahnya itu".
"udah ah yuk, pak dani udah nunggu gue di ruangannya nih". Mereka berdua berjalan keatas dan untungnya tak melihatku di belakang mereka. Aku berbalik dan berjalan cepat, hatiku sangat sakit mendengar perkataan mereka, aku tak tau siapa yang mereka bicarakan, tapi semua perkataan mereka seperti menjurus ke arahku.
Apa selama ini aku terlalu banyak berubah? Tak terasa air mataku turun begitu saja, aku menghapusnya dengan ujung kerudungku. Aku berjalan kearah taman belakang kampus.
Aku butuh mencerna semua ini, aku tak berani pulang ke apartemen Riri, jika semua perkataan mereka itu tertuju padaku. Maka aku harus secepatnya keluar dari apartemen Riri.
Aku duduk di bawah pohon yang cukup rindang, disini cukup sepi untuk aku memikirkan ini secara tenang. Aku tak boleh berprasangka buruk kepada mereka, 4 tahun ini mereka yang selalu menemaniku,
4 tahun bukan waktu yang singkat untuk membuatku berfikir serendah itu kepada mereka.
Tapi mereka tak salah jika merasa jijik padaku, aku memang terlalu kaku selama ini, apalagi saat aku terlalu jahat mencampakkan perasaan romeo.
Ini bukan salah mereka, jika sampai mereka seperti itu, itu adalah salahku. Salahku yang tak bisa melihat dari sisi mereka, salah aku yang terlalu menjaga jarakku dengan mereka.
Apa aku harus mencoba untuk berkumpul lagi dengan mereka? Apa aku harus ikut mereka keluar di setiap malam?. agar mereka tak merasa aku adalah orang yang menjijikan.
Aku menutup mata dengan kedua tanganku, aku menangis tersedu. Mengapa saat aku ingin berubah kearah yang lebih baik tak ada yang bisa mendukungku?. Aku hanya berusaha menjadi baik. Apa itu salah?.
Mereka berdua sudah seperti keluargaku, aku tak sanggup jika mereka harus menjauh dariku. Dan tak mungkin juga aku meninggalkan mereka yang sudah sangat berjasa membantuku selama 4 tahun ini, bukan hanya bantuan materi saja.
Tapi selalu ada saat aku membutuhkan mereka,mereka terlalu berarti setelah kedua orangtuaku. Mereka sangat sangat berarti.
Aku sudah berjanji untuk membalas jasa-jasa mereka, apapun itu.
Aku rasa aku harus mulai memahami keinginan mereka, aku harus mencoba untuk bisa menjadi Nia sahabat mereka. Aku rasa aku akan mencoba menjadi Nia yang selalu membuat mereka mau selalu bersamaku.
Ya aku akan menjadi Nia, Nia yang tidak membatasi pertemanan dengan mereka.