Chereads / Wind Flower / Chapter 21 - 18

Chapter 21 - 18

Reza mematikan puntung rokoknya sambil menaikkan sudut bibirnya beberapa derajat tanpa mengalihkan tatapannya dari pandangannya itu. Semua ini gara-gara Albercio. Kalo aja cowok itu gak pernah muncul di kehidupan Bebi dari dulu, gak bakal semuanya ini terjadi. Cowok itu juga sama sekali gak nyangka kalo rencana matangnya demi bisa memiliki Bebi seutuhnya malah jadi senjata makan tuan, padahal dialah yang seharusnya sebentar lagi menjadi suami Bebi. Secara janin yang ada di kandungan Bebi bener-bener darah dagingnya.

*

Lucky menghela nafas sesaat setelah taksi yang ditumpanginya berhenti di sebuah lobby hotel berbintang yang sangat mewah. Dia sama sekali gak menyangka kalo Bebi ternyata mempercepat rencana pernikahannya meskipun terakhir kali mereka bertemu, Bebi sempet menyangkal soal rencana pertunangannya dengan Albercio. Dia juga sama sekali gak menyangka alasan yang dibilang Bebi tempo hari, membuat semua perasaannya campur aduk jadi satu.

"Dengan Pak Lucky?", sahut salah satu cowok bertubuh tegap itu.

Lucky langsung menoleh ke arah asal suara begitu menutup pintu bagasi taksi yang ditumpanginya dan langsung memandangi sepasang manusia berjas hitam lengkap dengan handsfree yang terpasang di telinga. "Ya."

"Mari kami antar.".

Lucky menganggukkan kepalanya. Rasanya dia masih seperti mimpi, berjalan dengan dikawal oleh bodyguard yang kece-kece abis seperti yang sekarang ada di sampingnya begini. Sumpah. Ini pertama kalinya. Bener-bener membuat Lucky merasa seperti orang penting, meskipun sebenernya ini bukan pertama kalinya Lucky dikawal oleh bodyguard-bodyguard suruhan Albercio.

Lucky langsung terpukau begitu langkahnya memasuki hotel dan membuatnya bertanya-tanya dalam hati. Seberapa kaya sebenernya calon adik iparnya ini sampe-sampe bisa menanggung semua akomodasi dari Bali ke Jakarta, ditambah dengan penginapan super mewah begini sampe hari H pernikahan Bebi? Huh! Digit-digit angka yang mendadak berseliweran di kepalanya spontan membuat Lucky menggeleng pelan.

Lucky menghela nafas dan mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya sembari menunggu pintu lift terbuka. Ah .. di saat begini malah kenapa jiwa noraknya mulai bergejolak?! Sumpah. Rasanya Lucky pengen ber-selfi ria sekarang. Namun, belom sempet cowok itu mengeluarkan ponselnya, dan ....

TING!

*

Bebi menghela nafas dan mengalihkan pandangannya ke jam tangan yang melingkar erat di pergelangan tangannya. Entah udah untuk yang kesekian kalinya. Bukan apa-apa. Yang pasti, kalo bukan karna kedatangan Ka Lucky, gak bakalan Bebi sampe berkali-kali melirik jam tangannya.

Iyalah. Secara waktu tiga minggu yang awalnya Bebi pikir lumayan lama, ternyata jauh lebih cepat. Apalagi dengan segala kerempongan persiapan ini itu, membuat Bebi sering banget gak memikirkan soal waktu. Ditambah lagi cowok yang bakal dinikahinya bukan cowok biasa, melainkan seorang sultan berkuda putih. Dan sampe sekarang baru disadarinya kalo hari H pernikahannya cuma tinggal seminggu lagi. W-O-W banget kan?!

"Maaf, Mbak Yuka, kakak saya belom dateng ya?", tanya Bebi ke personal assistant yang sengaja disiapkan Albercio khusus untuk melayaninya. "Kalo menurut jadwal, bukannya seharusnya dia udah di sini ya?"

Yuka mengangguk pelan sesaat setelah menatap jam dinding. Bener kata Bebi. Udah hampir jam 12 siang tapi Lucky belom kelihatan batang hidungnya di sini padahal seharusnya udah dari tiga jam yang lalu cowok itu tiba di sini. Namun, belom sempet Yuka menjawab omongan Bebi tiba-tiba ...

"Dek!"

Bebi langsung menoleh ke arah asal suara dan mendapati Lucky, kakak satu-satunya itu berdiri di depan pintu dengan senyum sumringah sambil merentangkan kedua tangannya. Dan seperti biasa, Bebi langsung berlari secepat mungkin lalu menghambur diri ke pelukan cowok itu. "Kok baru dateng sih, Kak?"

Lucky melepaskan pelukannya dan mengusap pipi adek kesayangannya itu. "Maaf ya, Dek. Tadi pesawatnya ada delay. Makanya Kakak nyampe sini telat. Adek udah makan? Lagi ngidam makanan apa, biar Kakak beliin?"

Bebi menggelengkan kepalanya. "Bebi kangen, Ka. Maaf ya Bebi malah ninggalin Kakak dari pas dirawat itu."

Lucky menggenggam tangan Bebi dan menepuk-nepuk pelan punggung tangan cewek itu sambil menuntun langkah Bebi masuk ke kamar hotelnya lalu duduk di sofa yang juga diduduki Yuka. "Bukan kamu yang harusnya minta maaf. Tapi Mas. Mas yang harusnya minta maaf ke kamu. Mas salah udah percaya ke Reza buat jagain kamu selama ini. Kalo tau bakal brgini, Mas gak bakalan pernah percayain Reza buat jagain kamu. Kamu tau gak sekarang gimana perasaan Mas?", tanya Lucky yang langsung dijawab dengan gelengan kepala dari Bebi. "Perasaan Mas campur aduk, Dek. Marah, sedih, kecewa, bahagia."

"Ya tetep aja Bebi harus minta maaf sama Ka Lucky karna udah ngecewain sama bikin malu Ka Lucky."

Lucky menganggukkan kepalanya sambil menarik tubuh Bebi ke dalam pelukannya. Ah ... time flies. Seingatnya baru kemaren pagi dia memeluk Bebi sebagai gadis kecil yang manja dan selalu bergantung padanya, dan sekarang gadis kecil itu sebentar lagi bakal menjadi seorang istri dari seorang Albercio. Lucky bener-bener gak tau harus menyebut ini sebagai anugerah, takdir, ato apa. Yang pasti, dia bener-bener bersyukur karna sebentar lagi tugasnya melindungi Bebi bakal berpindah ke Albercio. "Kalo gitu, mulai sekarang kamu harus janji sama Kakak."

"Janji apa?"

"Mulai sekarang, kamu gak boleh egois. Kamu harus jadi istri yang baik buat Albercio. Harus jadi ibu yang hebat untuk anak-anak kalian nanti. Apalagi Albercio udah mempertaruhkan segalanya buat bikin kamu bahagia. Janji ya sama Kakak?"

*

Albercio memasang senyum terbaiknya sesaat sebelom melangkah masuk ke kamar Bebi begitu melihat Bebi dan Lucky saling berpelukan. Dia memakluminya, apalagi calon istrinya itu emang udah lama gak ketemu Lucky. "Haduhhh yang lepas kangen."

Bebi menoleh ke arah asal suara sambil melepaskan tubuh Lucky dari pelukannya dan tersenyum tipis. Sekali lagi dia harus berterima kasih ke Albercio karna cowok itu bener-bener menepati janjinya. Entah apa yang bakal terjadi pada Lucky tanpa pengawalan para pengawal-pengawal kece dari Albercio setelah kejadian itu. Ah ... yang pasti Bebi gak bakalan bisa bertahan. Ngebayangin kejadian penusukan itu terjadi lagi aja sampe-sampe mebuat Bebi jadi merinding. "Makasih ya, Al."

Albercio mengangguk pelan. Tatapannya teralih ke wajah teduh Lucky. "Apa kabar, Mas? Gimana tadi flightnya?"

"Alhamdulillah, gue sehat. Makasih ya buat penjagaan dari bodyguard-bodyguard lo.", sahut Lucky pelan. "Soal flight, tadi emang ada delay sih, tapi Alhamdulillah lancar."

Lagi, Albercio mengangguk pelan dan memasang senyum terbaiknya. "Saya udah siapin kamar untuk Mas, kalo Mas mau istirahat dulu. Udah ada Ray sama Martin juga yang nunggu Mas."

"Ray? Martin? Siapa tuh?"

"Oh. Ray itu bodyguard selama Mas di sini, Martin itu assisten pribadi selama Mas di sini. Maaf kalo terkesan lebay ato gimana. Saya gak mau kejadian di Bali keulang lagi dan bikin Bebi jadi sedih lagi."

Gantian, sekarang giliran Lucky yang mengangguk pelan. Sumpah ya. Dia bener-bener gak tau harus menyebut ini apa. Yang pasti, dia bersyukur sebentar lagi bakal memiliki adek ipar yang bener-bener bisa diandalkan. Terutama soal penjagaan. "Thanks ya, Al. Gue ngerti kok."

"Iya, Mas.", sahut Albercio pelan.

*

"Jadi, udah sampe mana persiapan acara kalian?"

Albercio langsung memandangi Lucky sesaat setelah meneguk habis gelas berisi air putihnya. Malam ini, cowok keren itu sengaja memilih menghabiskan makan malem mewah di resto hotel ketimbang di resto mewah lain, bareng sama Lucky dan Bebi. "Udah semua sih, Mas. Tinggal GR sama foto prewed aja. Lusa ada foto prewed, besokannya kita GR. Mas bisa dateng kan pas GR?"

Lucky mengangguk pelan sambil memasukkan potongan sirloin steak terakhirnya kedalam mulutnya dan mengunyahnya perlahan. Tatapannya sesekali terfokus ke arah Bebi. Daritadi cewek itu cuma diem aja tanpa berkomentar apa-apa. "Kamu kenapa diem aja, Dek? Kamu sakit? Gimana sama kandungan kamu"

Bebi mengangguk pelan. "Gak kenapa-napa kok, Kak."

"Beneran gak kenapa-napa?"

"Iya, Kak."

"Gimana sama kandungan kamu?"

Bebi menghela nafas dengan sangat pelan lalu tersenyum tipis. "Sehat, Ka."

"Jaga kesehatan ya, Dek. Acara pernikahan kalian tinggal hitungan hari. Kakak gak mau kalian sampe kenapa-napa.", sahut Lucky yang langsung dijawab dengan anggukan kepala dari Bebi dan Albercio.

"Tenang aja, Mas. Albercio bakal jagain Bebi baik-baik kok."

Sekali lagi Lucky mengangguk dan tersenyum. "Gue titip Bebi sama lo ya, Al. Lo harus bener-bener tepatin omongan lo buat jagain Bebi."

"Pasti, Mas."

*

Once na geudaereul neukkijyo

orae heureuneun sigancheoreom

gakkeumeun deo cheoncheonhi

gipeojin nae maeumeul

geudaen alkkayo

Once geudaereul mannan huro

hangsang gyeote maemdoneun

ttatteuthaetdeon uri gieok

sarangira neukkijyo

na geudae-ege

sunohajin chu-eoge angyeoseo

geudae-ui sumsori tto deullyeo-ol ttaemyeon

himdeun sigan eongkyeojyeo itdeon jinannaldeureul

dalkomhan kkumcheoreom utjyo

Once geudaewa-ui unmyeongeul

naega hamkkehallaeyo

ttaeron uri oerowodo soneul nochi marayo

jigeum idaeroman

sunohajin chu-eoge angyeoseo

geudae-ui sumsori tto deullyeo-ol ttaemyeon

himdeun sigan eongkyeojyeo itdeon jinannaldeureul

dalkomhan kkumcheoreom utjyo

nae ane damgin geurium

geudael hyanghan maeumdo

hoksi uri meoreojinda haedo

geudae naege ju-eotdeon

sarang ganjikhalge

sojunghan geudaereul wihae

goyohi jamdeun geudae moseubeul

haneopsi gyeoteseo tto barabol ttaemyeon

han beonppunin nae salme geudae sarangiran geol

neukkyeoyo

na geudaemaneul

-----

Reza menyesap kopi hitamnya perlahan sambil meresapi lagu yang saat ini terdengar dari speaker resto. Gak tau kenapa lagu itu rasanya bener-bener menusuknya dalam-dalam. Apalagi dia bisa melihat dengan jelas gimana sikap Lucky sekarang yang justru semakin memberi restu untuk Albercio. Jujur aja sih ini, Reza bener-bener benci Lucky sekarang. Bukan apa-apa, dia tetep menganggap seharusnya emang cuma dialah yang sekarang ada di sebelah Bebi. Bukan Albercio.

Cemburu? Jelas Reza cemburu. Secara udah lebih dari seribu malam selalu dilewatinya bareng Bebi. Gak ada satu haripun yang gak dilewatinya tanpa bareng Bebi. Malah bisa dibilang, seluruh waktu Reza selalu dipenuhi dengan kehadiran Bebi dan semua yang mereka lewati bareng masih terus membekas di ingatannya. Dan sekarang, kenapa cuma Reza satu-satunya orang yang harus tersisihkan?

Diam-diam Reza memaki dirinya sendiri. Kalo aja dia gak lepas kendali, semuanya gak bakal berakhir begini. Kalo aja dia bisa lebih bersabar dikit dan gak bertindak gegabah, pastilah cintanya untuk Bebi gak lagi bertepuk sebelah tangan dan mereka bakal jadi keluarga seutuhnya. Ya, Reza emang bodoh!

Huft. Reza menghela nafas dengan berat. Dia harus bener-bener ngelakuin sesuatu sebelom terlambat dan bener-bener membuatnya harus kehilangan Bebi lagi untuk yang ketiga kalinya. Persetan kalo-kalo emang dia harus membunuh Albercio. Toh kan emang dari awal, Albercio bukan siapa-siapa. Justru bagi Reza, Albercio adalah perusak hubungan antara dirinya dan Bebi.

*