Chapter 12 - KENANGAN TERINDAH

"Aku akan membuatmu tidak akan bisa melupakan hal ini Luck. Akan kuberikan yang hal yang terindah padamu." ucap Terry seraya melepas pakaiannya juga kemeja Lucken.

Lucken tersenyum menatap wajah Terry. Lucken tidak memungkiri kalau Terry sebenarnya sangat cantik hanya saja Terry tidak pernah menghias wajahnya dengan penampilan yang cantik dan feminin.

"Apa kamu tahu Terry, sebenarnya kamu cantik. Tapi kamu tidak membuat diri kamu cantik." ucap Lucken seraya mengusap wajah Terry.

"Apa kamu hanya ingin mengatakan hal itu saja Luck?" ucap Terry merasa kesal semua pria yang dekat dengannya selalu mengkritik penampilannya.

"Apa kamu kesal aku mengatakan hal itu Terry? maafkan aku." ucap Lucken sambil menyentuh bibir Terry dan menciumnya dengan lembut.

Hasrat Terry bergelora lagi mendapat ciuman Lucken yang penuh gairah.

"Apa kamu yakin kamu benar-benar mandul Luck? kamu tidak seperti pria penyakitan." ucap Terry berganti posisi dengan menindih Lucken.

"Dokter yang memvonis aku mandul. Apa aku harus tidak percaya?" ucap Lucken dengan suara parau menahan hasratnya yang sudah memuncak.

Dalam kesunyian di kamar yang tidak terlalu besar Lucken dan Terry tenggelam dalam hasrat yang sama-sama tinggi.

Suara desahan dan sentuhan-sentuhan mereka hanya terdengar di kamar Terry.

Terry menjerit merasakan hentakan kenikmatan yang di berikan Lucken padanya. Lucken memejamkan matanya merasakan setiap sentuhan demi sentuhan Terry yang berujung pada puncak klimaksnya.

Lucken melenguh keras dengan sisa terakhir cairan putih yang menghantam dinding rahim Terry.

Tubuh Terry lemas setelah semua tenaganya terkuras habis untuk membuat kenangan yang indah dalam hidup Lucken.

"Bagaimana Luck? apa kamu menikmati semua sentuhan-sentuhanku?" tanya Terry dengan kedua matanya yang setengah terpejam.

"Kamu sangat mengagumkan Terry, kamu wanita yang terindah dalam hidupku." ucap Lucken dengan suara parau.

"Aku ingin ini menjadi sebuah kenangan yang indah saja untukmu." ucap Terry dengan sebuah senyuman kesedihan.

"Itu pasti Terry, aku pasti mengingatnya sebagai kenangan yang terindah." ucap Lucken seraya mengecup puncak kepala Terry.

"Sekarang sudah cukup waktu kita untuk bersenang-senang Luck, cepatlah ganti pakaianmu. Aku tidak ingin Alisha mengetahui hal yang kita lakukan." ucap Terry seraya menyingkap selimutnya.

Lucken segera bangun dari tempatnya dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Sambil menunggu Lucken selesai mandi, Terry membersihkan tempat tidurnya dengan cepat.

"Drrrt...Drrrt...Drrrt"

Ponsel Terry berbunyi, dengan cepat Terry mengambilnya.

Kening Terry berkerut saat melihat nama Alisha di layar ponselnya.

"Hallo... Alisha? ada apa?" tanya Terry dengan wajah cemas sambil menatap ke arah pintu kamar mandi.

Dengan cepat Terry keluar dari kamar untuk bicara dengan Alisha.

"Terry, bisakah kamu ke sini menjemputku? mobilku sepertinya ada masalah." ucap Alisha setelah selesai bertemu dengan Ruth di club. Tapi sialnya mobil Alisha mogok di pinggir jalan tidak jauh dari Club.

"Kamu di mana? apa kamu masih bersama Ruth?" tanya Terry dengan cemas karena Alisha bersama Diana, dan Diana tidak bisa di katakan sebagai gadis kecil yang sehat.

Dari sejak Diana di lahirkan Diana mengalami penyakit jantung bawaan. Dokter pribadi Diana selalu mengingatkan untuk menjaga kesehatan Diana untuk tidak terlalu lelah dan harus tinggal dalam lingkungan yang hangat.

"Aku ada di pinggir jalan tidak jauh dari tempat Club Ruth." ucap Alisha sambil melihat Diana yang tidur lelap.

"Baiklah, aku akan segera ke sana." ucap Terry kemudian menutup panggilannya dengan cepat.

"Terry ada apa? kamu bicara dengan siapa?" tanya Lucken sambil mengeringkan rambutnya yang basah.

"Sebaiknya kamu pulang, aku mau pergi menjemput Alisha." ucap Terry seraya mengambil kunci mobil.

"Ada apa? apa yang terjadi pada Alisha?" tanya Lucken dengan tatapan cemas.

"Mobil Alisha mogok di pinggir jalan dekat dengan club Ruth. Aku harus menjemputnya." ucap Terry sambil seraya mengambil jaketnya.

"Biar aku yang menjemputnya. Kamu di rumah saja. Kamu pasti lelah dengan apa yang telah kota lakukan, apalagi kamu masih dalam keadaan mabuk." ucap Lucken tidak ingin terjadi sesuatu pada Alisha dan Terry.

"Baiklah, hati-hati di jalan Luck." ucap Terry merasa sakit melihat Lucken masih perhatian pada Alisha walau beberapa menit yang lalu baru saja mereka menghabiskan waktu dengan bercinta.

Lucken menganggukkan kepalanya kemudian berjalan keluar untuk segera menjemput Alisha.

****

Di pinggir jalan yang sedikit gelap, Alisha berdiri di samping mobilnya menunggu kedatangan Terry yang akan menjemputnya.

Tanpa sengaja Alisha melihat seseorang pria yang berjalan ke arahnya.

Alisha sangat terkejut saat melihat dengan jelas wajah pria yang sudah mendekat ke arahnya.

"Lucken?? kamu di sini?!!" tanya Alisha dengan tatapan tak percaya melihat Lucken sedang jalan kaki di malam hari.

Pria yang di panggil Lucken hanya terdiam dan menatap Alisha dengan kening berkerut.

Suasana yang sedikit gelap membuat pandangannya menjadi samar apalagi saat ini dia dalam keadaan sedikit mabuk.

Tapi entah kenapa wajah samar di hadapannya sepertinya tidak asing lagi di matanya.

"Ada apa?" Tanya pria yang tak lain adalah Ducan yang baru keluar dari Club.

"Luck? kamu dari mana malam-malam begini? jalan kaki lagi? di mana mobil kamu?" tanya Alisha mendekati dan memegang lengan Ducan.

Ducan mengangkat wajahnya, baru mengerti wanita yang di hadapannya telah menganggapnya sebagai Lucken.

"Aku dari Club itu, aku memang sengaja tidak membawa mobil. Kenapa? dan kamu sendiri kenapa di sini sendirian?" tanya Ducan mendekati wajah Alisha dengan pandangan samar.

"Sejak kapan kamu minum sampai mabuk Luck? kamu harus pulang. Tapi bagaimana aku bisa mengantarmu pulang kalau mobilku tidak bisa jalan." ucap Alisha sedikit terganggu dengan nafas bau minuman Ducan yang sangat menyengat juga aroma parfum yang tidak bisa dia lupakan.

"Aneh sekali, kenapa bau badan aroma Luck seperti aroma woody? sejak kapan Luck ganti parfum?" tanya Alisha dalam hati sambil menatap Ducan yang masih menatap wajahnya.

"Hei... kenapa kamu melamun? di mana kunci mobilmu?" tanya Ducan sambil mengulurkan tangannya untuk melihat kap mobil Alisha.

"Tunggu sebentar Luck." ucap Alisha kemudian mengambil kunci mobil dan memberikannya pada Ducan.

"Aku mau memeriksa mobil kamu, apa bisa kamu menyalakan senter ponsel kamu?" Ucap Ducan sambil membuka kap mobil Alisha.

Tanpa bicara lagi Alisha mengambil ponselnya dan menyalakan senter dan di arahkan ke arah mesin mobil.

Dengan cahaya yang cukup terang dari ponsel Alisha, Ducan melihat ke mesin mobil dengan cermat.

"Apa kamu punya air?" tanya Ducan mengangkat wajahnya menatap ke arah wajah Alisha yang terlihat jelas karena terkena sinar cahaya senter.

Kedua mata Ducan tak berkedip, dengan tubuh terpaku di tempatnya.

Melihat wajah Alisha membuat Ducan teringat sebuah kenangan yang tidak bisa dia lupakan.

Wajah seorang wanita yang sudah menyerahkan kesuciannya.