Sinar mentari hari ini terasa hangat, sehangat senyuman di luar sana. Mario mengangkat secangkir kopi paginya, dia melangkah cepat merapat ke jendela, wajahnya semakin tampan dihiasi senyum yang menawan
"Aaah... itu Bey" suaranya terdengar bahagia
Mario menatap langit, pantas saja langit begitu terang, mataharinya sudah kembali. Tak sedetikpun pandangan matanya beralih. Dia terus menatap keluarga kecil di seberang sana. Mario tak menyangka pagi hangatnya begitu sempurna hari ini. Bibirnya tersenyum lepas
Mario menyipit se saat. Matanya menangkap sosok lain di seberang sana. Seorang gadis dengan syal monogram dan mobil mini, sangat cocok dengan image dirinya. Mario memperhatikan dengan seksama sekali lagi
"Princess.." suara Mario sedikit bingung. Yaa, tentu saja mereka dekat bukannya mereka itu ipar pikir Mario mendapati gadis yang dia ingat sebagai princess masuk ke toko roti keluarga Bey
Dia masih terus menatap toko roti di seberang sana. Sesekali bibirnya tersenyum lepas, wajahnya yang tampan terlihat semakin mempesona. Mario menjangkau handphonenya yang berdering. Dia meraba ponselnya yang tadi diletakkannya di atas meja. Pria itu tak mau berpaling menatap Bey, bahkan untuk sekedar mengambil ponselnya
"Hallo..." suara Nico yang mulai akrab di telinganya menyapa hangat di luar sana. Kalimat pembuka dari percakapan mereka tidak begitu manis, wajah Mario terlihat menegang
"Maksudmu Nic" tanya Mario tak mengerti
"Apa kau mengenal Mariah Rusady?" Nico balas bertanya
"Mm.. tidak, siapa dia" Mario tak faham. Dahinya menebal mendengar nama itu lagi. Sungguh tidak asing tapi Mario tak mengetahui pasti siapa pemilik nama itu
"Itu nama ibu kandungmu"
PRAAAAANGG!!!!
Gelas kopi terlepas dari tangan Mario. Pecahan kacanya berhamburan di lantai. Percikan kopi yang masih panas tumpah hingga percikan - percikan nya mengenai kaki Mario tapi dia tidak merasakannya. Pria itu terpaku, dadanya bergetar mendengar kabar mengejutkan dari Nico
"Suara apa itu Mario!" suara Nico menyadarkan Mario dari shock nya
"Ah... bu, bukan apa- apa" Mario berusaha tersadar dari kagetnya
"Ooh syukurlah "
"Ibuku sudah meninggal saat aku kecil, bagaimana kau tahu nama ibuku? aku sendiri lupa, seingatku om Alfa membawaku pulang saat aku kecil dan aku sudah yatim piatu saat itu" jelas Mario tak percaya dengan informasi Nico
"Aku menemukan catatan keluarga Rusady, Aku mencoba menghubungi seseorang. Bahkan banyak hal lebih mengejutkan ku. Apalagi dirimu. Beliau bahkan meninggalkan akta warisan yang belum terselesaikan saat ini.."
"Maksud mu ? aku tak mengerti" potong Mario bingung
"Kau memiliki keluarga kandung Mario, Rusady bukanlah orang biasa, kau harusnya memiliki hak waris karena kau cucu laki-laki satu-satunya saat itu"
"APAA" Mario semakin bingung mendengar penjelasan Nico. Otaknya tak mampu mencerna semua dengan baik. segalanya di luar nalarnya
"Lalu dimana keluarga Rusady itu tinggal" tanya Mario akhirnya ingin tahu
"Sebaiknya kau ke kantor. Aku menunggu mu. Seseorang menunggu mu. Dia salah seorang keluargamu.."
Mario tak bisa berkata - kata lagi. Dia tak mampu mengeluarkan suara. Perlahan tangannya menurunkan ponsel dari telinganya. Dia tak percaya dengan pendengarannya. Dia bergegas meraih jaket dan sepatunya. Pria itu menuruni anak tangga dengan cepat. Dadanya bergemuruh. Antara senang, terkejut dan juga salah tingkah.
"Keluarga kandung.." Gumamnya menyembunyikan senyuman
***
Bey hari ini sangat senang. Akhirnya dia bisa kembali bekerja lagi. Wajah sumringahnya jelas sangat berbeda saat dia di apartemen menunggu suaminya. Bey sibuk dengan pekerjaannya. Membantu orang tuanya di meja depan. Melayani beberapa orang tamu. Dengan melihat wajahnya yang gembira sangatlah menawan. Orang orang akan percaya jika dia mengaku masih dua puluh tahun. Pancaran cantik Bey sudah kembali lagi
Ditengah kesibukannya mata beningnya menatap bayangan di luar sana. Dia merasa seseorang sedang menatap ke arah nya. Tapi itu hanya dugaan Bey saja. Saat dia menatap keluar hanya banyak mobil yang lalu lalang di jalan raya. Dan sebuah bangunan bergaya modern di seberang sana. Sepertinya gedung dua lantai itu baru direnovasi. Bey mengerutkan dahinya. Baru sebentar dia meninggalkan toko dan sudah ada yang berubah.
"Ma, apa di depan sana ada toko baru?" tanya Bey sambil bergelayut manja di pundak Mamanya
"Ooh, mama belum pernah lihat kesana. Sepertinya itu tempat hangout anak anak muda. Mama tidak berani kesana, malu sama umur" jelas Mama Bey yang disambut tawa kecil anak dan suaminya
"Di akhir pekan banyak yang mengantri di depan sana. Beberapa anak muda membawa ponsel bahkan kamera mereka. Dari wajah mereka jelas sekali mereka sangat menanti pertunjukan di dalam sana" Sambung papa Bey dengan wajah penasaran. Dia melipat tangannya di depan dada. Pada hari libur di sela kesibukan mereka, papa dan mama Bey hanya bisa melihat antrian dari dalam tokonya sambil berdecak bingung
"Apa yang mereka tunggu sampai antri begitu panjang pada hari libur" celetuk mama Bey ikut penasaran.
"Entahlah. Apa disana ada pertunjukan seni atau semacamnya" Duga papa Bey asal
"Dia bahkan tak memasang papan nama tapi banyak yang rela antri ke dalam sana" Mama Bey benar-benar kagum. Sementara kedua orang tuanya terlihat bingung Bey justru semakin penasaran. Dia melebarkan matanya memperhatikan gedung baru itu.
"Bukannya disana ada papan. Itu semacam menu atau apa" Tunjuk Bey pada blackboard yang terpajang di samping pintu gedung di depan sana. Keluarga kecil itu mencoba menangkap tulisan dengan kapur warna warni.
"Itu tak bisa dibaca jelas" Kedua orang tua Bey menggelengkan kepala menyerah. Bey semakin ingin tahu. Jeni mendekati ketiga orang bos nya yang terlihat bingung memperhatikan dinding kaca. Gadis itu meletakkan bakinya dan ikut menyimak pembicaraan keluarga kecil itu.
"Studio.. Aku melihat ada tulisan studio. Yang lain aku tak bisa baca. Mata ku juga sepertinya lelah melihat kapur warna warninya" Papa dan mama setuju dengan pendapat Bey. Selain tulisannya tak tampak jelas, huruf yang digunakan pun terlalu abstrak untuk mereka baca.
"Ah itu galeri non. Disana banyak sekali pajangan foto foto yang cantik. Dan yang paling penting pemiliknya sangat tampan!" Suara Jeany yang ceria dan centil membantu menjelaskan.
"Galeri" wajah Bey terlihat sangat tertarik mendengar kata galeri, dia juga penikmat seni. Jeany mengangguk cepat. Bibirnya tersenyum lebar membuat Bey meraut heran
"Kenapa wajahmu?" Bey menatap Jeany curiga
"Hehe, yang punya nya ganteng" ujar gadis itu cengengesan. Bey menggelengkan kepala
"Aku akan kesana, bunga matahariku itu sepertinya memerlukan pendamping" ucap Bey sambil menatap pajangan foto bunga mataharinya. Ide Bey disambut senyuman hangat yang lainnya
"Apa aku boleh ikut?" pinta Jeany manja. Bey menggeleng
"Kau hanya ingin melihat pemiliknya saja kan!" kesal Bey sembari mencibir. Jeany merengut manja. Mereka melanjutkan lagi tugas yang tertunda. Keduanya terlihat sangat dekat. Tidak seperti bos dan karyawan. Keduanya terlihat seperti kakak dan adik.
Baru saja Bey membungkus sekotak besar potongan roti terbaiknya. Kedatangan Ailee membuat wajah cantik Bey sedikit kaget.