Darma mengangguk lalu dia mulai merapikan pakaiannya. Dia mendekat ke lemari yang menyatu dengan dinding. Dia menekan tombol dan pintu lemari terbuka ke arah samping. Di dalamnya terdapat beberapa rak untuk baju dan pengait untuk menggantung baju. Setelah beres Rama rebahan di kasur dan mengirim pesan kepada Skrul bahwa dia sudah sampai. Dia melihat waktu di ponselnya. Waktu otomatis berubah ke waktu planet Efora dan menunjukkan pertengahan hari. Perutnya lalu berbunyi pertanda dia lapar. Darma bangkit dan bingung dia harus memesan makanan ke mana.
Ketika kebingungan, mata Darma tertuju kepada sebuah tombol yang di sisi tepiannya bercahaya warna oranye. Dia mendekat lalu menekannya. Tiba-tiba, sebuah kompor muncul dari dinding yang hampir membuat pinggangnya terdorong ke belakang. Di sebelahnya lagi muncul wastafel dan airnya bisa langsung diminum. Rupanya kamar ini memiliki dapur tersembunyi. Begitulah yang ada di pikiran Darma. Dia lalu melihat ke atas ada sepasang pintu kecil. Kemudian dia ketuk perlahan lalu terbukalah kedua pintu tersebut ke samping dengan berlawanan arah. Di dalamnya terdapat banyak bahan makanan yang instan dan alat memasak. Darma langsung memasak dan melahapnya sambil menyaksikan tayangan lokal.
Tayangan tersebut sepertinya sebuah berita. Darma tak mengerti bahasa Efora dan juga aksaranya. Tapi yang membuat dia kagum adalah dalam tayangan tersebut jalanan kecil yang dilintasi oleh si reporter dipenuhi tanaman yang bentuknya aneh. Ada yang memiliki daun bulat, berbunga warna-warni, bahkan tanaman yang merambat pun batang-batangnya bercahaya. Gemerlap seperti kunang-kunang yang cahayanya bergelombang bagai pembuluh darah. Yang paling unik adalah, warna tanah di planet Efora adalah putih bersih seputih susu. Darma tidak memperhatikan ketika dia tadi di pesawat. Matanya fokus tertuju kepada keindahan warna-warni tanamannya.
Ketika sore menjelang, landasan pacu tertutup oleh bayangan pohon raksasa. Tapi karena banyak tanaman, maka bercahayalah warna-warni. Darma melihatnya dari jendela kamar. Dia begitu terkesima dengan keindahan planet ini dan merasa beruntung sekali bisa berada di sini.
***
Malam hari di planet Efora tentunya bertaburkan cahaya. Semuanya bercahaya. Di sudut jalan, di gang sempit, bahkan di hutan sekalipun. Selama ada tanaman yang tumbuh, maka tempat itu akan diterangi cahaya warna-warni. Ketika angin berhembus, sesosok makhluk kecil yang kulitnya berwarna merah muda, mata besar berwarna biru, telinga panjang ke atas seperti kelinci, tangannya mungil berbulu warna putih, memakai baju kulit warna cokelat tua dan sepatu bot berwarna sama seperti bajunya, terlihat di sebuah kebun beberapa kilometer dari stasiun luar angkasa.
Dia berlari hingga sampai ke pagar perbatasan stasiun yang terbuat dari besi. Lubangnya tidak terlalu lebar. Jika dia memaksa masuk, mungkin hanya badannya saja yang bisa masuk sementara kepalanya akan terjepit.
Dia menengok-nengok ke segala arah. Ketika dirasa aman, dia mundur sedikit lebih jauh, ambil kuda-kuda, kemudian berlari dan melompat. Pagar pembatas yang tingginya sepuluh kali lipat dengannya sanggup dia lompati. Dia mendarat dengan sedikit berguling lalu bersembunyi di sebuah tanaman kecil yang daunnya lebar hampir menutupi batangnya. Dia mengintip untuk memastikan petugas yang berpatroli tidak melihatnya. Dia merapikan daun tanaman kecil ini lalu dia berbaring dan memejamkan mata.
***
Pagi hari pintu kamar Darma ada yang mengetuk. Ternyata itu Guldi yang memberinya seragam kerja. Darma ingin memakainya. Dia melihat-lihat di sekeliling kamar. Sepertinya tidak ada cermin. Tapi dia berpikir. Biasanya cermin itu menyatu dengan lemari. Darma mendekat ke lemari lalu mengetuknya. Benar saja. Tiba-tiba pintu lemari bagian luarnya bergeser dan tampaklah cermin. Darma lalu memakai seragam kerjanya. Kemeja putih dengan kerah merah bermotif batik dan celana panjang warna cokelat muda. Lumayan keren.
Darma keluar dan berkumpul di sebuah ruangan untuk melakukan pengarahan sebelum kerja. Ketika masuk, Darma menghitung. Di tidak bisa menghitung sebab banyak sekali. Mungkin seratus atau dua ratus. Sangat banyak dan berasal dari berbagai planet. Tapi, yang berasal dari bumi hanya dia dan Rama saja. Setelah Rama selesai dengan arahannya, semua karyawan berpencar ke titik kerja masing-masing.
Sementara Darma satu titik dengan Guldi. Titiknya berada di lobi yang sering jadi lalu-lalang banyak makhluk. Karena Darma sudah dibekali ilmu kebersihan selama pelatihan, jadi dia tidak canggung lagi.
Di tengah pekerjaan, Guldi dan Darma berbincang banyak hal. Sepertinya Darma mulai menyukai Guldi. Dia sangat bersahabat.
"Stasiun luar angkasa ini begitu besar. Memangnya bisa ditangani oleh kita semua?" Tanya Darma.
Guldi matanya melirik ke atas, "Mungkin karena penghuni planet ini semuanya apik. Lihat saja sampah yang berserakan pun sedikit kan? Cuma sisa-sisa kotoran yang ditinggalkan sepatu. Itu pun tidak terlihat kotor karena warna tanahnya putih."
Darma mengangguk. Kemudian dia ingat dengan perkataan Rama soal pencuri kecil.
"Oh iya. Kemarin Rama sempat bilang kalau di sini ada pencuri kecil."
Guldi melirik lagi ke atas, "Memang sering ada. Sebenarnya dia tidak mencuri. Hanya saja dicurigai sebagai pencuri. Sebab dia sering buat onar di sini."
Darma mengangguk lagi.
Kemudian, terdengar suara jeritan di dalam lobi. Darma dan Guldi berlari mendekat, mereka melihat makhluk kecil berwarna merah muda dan bermata besar berwarna biru berlarian. Guldi berbisik kepada Darma kalau pencuri kecil yang dimaksud adalah makhluk itu. Darma kemudian berniat menangkapnya. Tapi Guldi menyarankan lebih baik jangan. Sebab ada pihak keamanan yang akan mengurusnya.
Darma tak menghiraukan perkataan Guldi. Dia berlari mendekati makhluk kecil itu. Tapi sepertinya makhluk kecil itu tahu Darma akan mendekat. Makhluk kecil itu lalu berlari melewati kerumunan. Darma mengikutinya. Sialnya dia menabrak tong sampah dan terjatuh. Tapi dia kembali bangkit namun malah kehilangan jejak. Dia menengok ke segala arah yang banyak kerumunan. Darma terus mencarinya. Akhirnya dari kejauhan dia melihat makhluk kecil itu berlari di sisi landasan pacu yang dipenuhi rumput dan tanaman kecil. Darma berlari ke arah sana. Sementara Guldi memanggil nama Darma memintanya untuk kembali.
"Darma kembali!" teriak Guldi.
Darma terus berlari mengejar. Ketika itu, salah satu pesawat sedang lepas landas sehingga menimbulkan hembusan angin yang kuat dan suara bising yang memekakkan telinga. Darma terpental hingga tubuhnya terlempar ke sisi landasan. Sementara makhluk kecil itu berpegangan ke tanaman kecil. Setelah pesawat itu lepas landas, mereka berdua melanjutkan saling kejar hingga sampai ke pagar perbatasan stasiun.
Makhluk kecil itu melompat. Darma pun melompat dan berhasil mencengkeram kakinya. Tapi bukannya makhluk kecil tersebut yang ikut terjatuh bersamanya, malah dia yang terbawa loncat hingga melewati pagar pembatas dan berguling-guling di tanah yang putihnya seperti susu itu.
Mereka kesakitan. Makhluk kecil itu melihat Darma dan mulutnya mulai berkata sesuatu dengan bahasa yang tidak dimengerti. Darma lalu mengisyaratkan agar menggunakan bahasa galaksi jika memang makhluk ini bisa.
"Dasar makhluk bumi. Selalu saja membuatku repot," ucap makhluk kecil itu dengan nada emosi.
"Apa maksudmu?" Darma tidak mengerti.
Lalu tiba-tiba makhluk kecil itu ditembak bius dan amunisinya yang berbentuk seperti anak panah kecil menancap di lehernya. Kemudian makhluk kecil itu pingsan. Darma melihat ke belakang dan melihat petugas stasiun berbadan kekar sedang membidik ke arah makhluk kecil itu di balik pagar pembatas di antara lubang-lubang pagar.
***
Makhluk kecil itu diamankan oleh petugas keamanan. Situasi di stasiun sempat heboh. Tapi tak berapa lama sudah mulai normal dan kondusif. Sementara Darma dibawa ke ruang perawatan untuk mengobati luka ringannya karena terjatuh dan terguling. Dia diberi semacam cairan kental berwarna putih oleh petugas kesehatan dan lukanya sudah terasa bahkan. Darma merebahkan tubuhnya ketika petugas yang merawatnya tadi pergi ke luar. Guldi lalu masuk dan melihat keadaan Darma.
Setelah Guldi duduk, Darma menceritakan kejadian di mana dia berhasil mencengkeram kaki makhluk kecil itu tetapi malah tubuhnya sendiri yang terbawa hingga melewati pagar.
"Entahlah. Banyak makhluk yang terlihat kecil dan lemah tapi memiliki kekuatan yang besar," balas Guldi.
Sore hari Darma dipanggil oleh staf bagian keamanan. Dia masuk ke ruangan sempit dan sudah ada dua orang petugas keamanan dan makhluk kecil berwarna merah muda itu sedang duduk dan tangannya diborgol. Kedua petugas itu memakai topi hitam di aman ujung topinya (tentu saja) bercahaya lampu LED. Apalagi di seragam mereka yang didominasi warna hitam.
"Namamu Darma dari Bumi?" tanya salah satu petugas berbicara bahasa galaksi yang duduk berhadapan dengan makhluk kecil itu.
Darma mengangguk.
"Kalau begitu saya keluar," kata petugas yang satunya sambil menutup pintu.
"Kami berterima kasih kepadamu karena berkat keberanianmu, kami bisa menangkap pencuri kecil ini."
Darma melihat ke arah makhluk kecil itu, tapi sepertinya dia tidak senang dengan menunjukkan ekspresi wajah kesal dan mata yang tatapannya tajam.
"Namanya Yora. Jenis kelamin perempuan."
Darma hanya menatap wajah petugas keamanan itu.
"Oh namaku Yathkul. Panggil saja Petugas Yatkhul," katanya sambil tersenyum.
Darma dicecar beberapa pertanyaan. Dia bisa menjawabnya. Bahkan Guldi pun sempat dipanggil sebagai saksi. Ketika semuanya sudah beres, Yora dijebloskan di penjara khusus kriminal tingkat bawah selama tiga bulan yang letaknya tak jauh dari stasiun galaksi.
Bersambung...