"Apa yang kau lakukan sekarang?!" Serefina benar-benar kesal karena pada saat dia membuka pintu, dia menemukan Kace sedang duduk dengan nyaman di sofa dengan seringai diwajahnya.
Betapa frustrasinya harus menghadapi makhluk ini?!
Sejak kepindahan mereka, Serefina tidak bisa menggunakan alasan yang sama mengapa dia meminta Kace mengunjungi Hope hanya sekali setahun, lycan gila ini terus datang setidaknya sebulan sekali.
Mereka berada di jantung wilayah Torak dan di bawah perlindungan mantranya juga, jadi akan lebih mudah bagi Kace untuk bertemu Hope secara teratur.
Mengetahui temperamen Torak, orang- orang Jedrek akan lebih berhati-hati di sekitar kota red river ini.
Apalagi, sudah puluhan tahun sejak mereka berdua saling berbicara, jadi tidak akan baik jika ada perselisihan tentang pelanggaran wilayah.
"Wolf!" Hope praktis melemparkan ranselnya dan melompat ke pelukan Kace.
"Hope kecilku!" mengabaikan keluhan penyihir itu, Kace memeluk tubuh kecil Hope, merasakan kehangatan yang terpancar darinya dan menikmati aroma tubuhnya.
Namun, dia merasa ada yang tidak beres.
Kace duduk dan meletakkannya di pangkuannya saat dia mengamati wajahnya. "Apa kau habis menangis?" Ada noda air mata di pipinya dan matanya yang indah sedikit bengkak. "Apakah dia memarahimu?"
Sang lycan menatap galak pada sang penyihir, yang dibalas dengan permusuhan yang sama.
Serefina tidak mau repot-repot menjelaskan karena anak kecil itu akan dengan senang hati membicarakannya dengan Kace, maka dia memilih untuk kembali ke kamarnya.
"Tidak." Hope menggelengkan kepalanya. "Bukan Serefina. Tapi, Drake." Dia cemberut.
"Siapa Drake ini ?!" Kace menggeram ganas saat mendengar nama laki-laki menjadi penyebab menangisnya Hope.
"Teman sekolahku." Hope menjawab.
Kemarahan Kace sedikit mereda ketika dia tahu itu hanya seorang anak seusianya, tetapi itu tidak berarti dia tidak kesal karena bocah itu cukup berani untuk membuat Hope- nya yang berharga menangis.
Namun, ada hal lain yang membuat Kace penasaran. "Kenapa kau terus menutupi mulutmu?" dia mengerutkan kening. "Coba kulihat."
Namun, Hope menggelengkan kepalanya dengan keras dan menolak untuk menurunkan tangannya.
Tindakan anehnya membuat kerutan diantara alis Kace semakin dalam. "Apa? Apa yang terjadi? Apakah kau terluka?"
"Tidak."
"Coba kulihat."
"Tidak."
"Hope."
"Tidak."
Kace tidak tahan lagi, dia menjauhkan tangannya dari mulutnya meskipun gadis kecil itu protes. "Biar aku lihat Hope. Apakah dia menyakitimu? Apakah dia memukulmu? "
Jika itu benar, anak kecil atau bukan, Kace akan benar- benar marah.
Begitu Kace berhasil menurunkan tangannya, Hope menutup mulutnya dengan erat. Menolak untuk berbicara. Ini hanya menambah keingintahuan Kace.
"Apa yang terjadi?" Kace melihat lebih dekat pada wajahnya, tetapi kecuali noda air matanya, dia tidak melihat apa-apa di sana.
Tidak ada luka memar, tidak ada luka gores dan yang terpenting adalah; dia tidak mencium bau darah padanya. Dia baik-baik saja.
"Dia baru saja kehilangan gigi depannya." Lana berjalan melewati ruang tamu saat dia menuju kamar Serefina.
Dia berusaha untuk tidak berada di sekitar Kace sebanyak mungkin, terutama saat dia bersama Hope.
"Gigi depanmu hilang?" Kace mengangkat alisnya, tetapi ketika dia menoleh untuk bertanya pada Lana, gadis itu telah pergi.
Meskipun Kace sedikit bertanya- tanya mengapa Lana tidak akan ada setiap kali dia datang, pada kenyataannya, Kace belum pernah berbicara dengan Lana sejak tiga tahun lalu.
Gadis itu akan terlihat begitu sibuk dengan tugas yang diberikan Serefina padanya. Kace tidak ingin tahu apa itu, selama dia menjaga Hope, dia sama sekali tidak mempermasalahkannya, karena fokusnya adalah pada Hope.
"Apakah Kau mulai kehilangan gigi susumu?" Kace bertanya dengan semangat. Dia mencoba membuka mulut Hope. "Buka, buka, aku ingin melihat."
Hope menepis tangannya dan memelototi lycan yang kekanakan ini lalu menutup mulutnya lagi dengan tangan. "Tidak!"
Di dalam kamarnya, Serefina bisa mendengar keduanya berdebat. Terkadang dia bertanya-tanya, mana yang lebih kekanak-kanakan di antara keduanya.
"Baik. Baik." Kace mengangkat kedua tangannya, menyerah, tapi senyuman di mata birunya tidak memudar. "Jadi, katakan padaku apa yang Drake lakukan padamu?" Suaranya berubah serius.
Kace tidak suka melihat pasangannya menangis.
Dan kemudian, Hope menghabiskan setengah jam untuk memberi tahu Kace apa yang dikatakan Drake padanya dan mengapa dia menangis saat Kace mendengarkan setiap kata-katanya dengan sabar.
Selama dia berbicara, ada saat ketika Hope lupa dan meletakkan tangannya dan giginya yang hilang dapat terlihat jelas.
"...Serefina bilang aku harus memukul wajahnya jika dia menggangguku lagi." Hope mengakhiri ceritanya dengan apa yang Serefina katakan di hadapan Ariel.
"Tentu saja kau harus melakukan itu!" Seru Kace, dia mengepalkan tinjunya ke udara sebagai tanda bahwa dia sepenuhnya setuju dengan pernyataan Serefina.
Hope menatap Kace dan menjadi sedikit bingung. "Tapi, aku belum pernah meninju siapa pun sebelumnya…"
"Akan selalu ada saat pertama untuk semua hal, sayang." Kace menyeringai. "Jangan biarkan mereka lolos dengan mudah setelah mengejekmu." dia mengacak-acak rambut Hope dengan penuh kasih sayang.
"Tapi, bagaimana jika dia memanggil orang tuanya?" Hope takut jika melibatkan orang dewasa. "Aku tidak punya orang tua."
Sebenarnya, Hope sedikit sedih ketika melihat bagaimana anak-anak lain memiliki orang tua sementara dia tidak punya.
"Gadis kecilku." Kace mengangkat dagunya dengan lembut agar dia bisa melihat matanya. "Kau tidak memilikinya, tapi kau memiliki aku, Serefina dan Lana. Apakah kau tidak senang memiliki kami?"