Chereads / Kesempatan Kedua / Chapter 16 - Kebodohan Emosional

Chapter 16 - Kebodohan Emosional

Kekhawatiran dan kecemasan ini membuat Jiang Yao merasa bersalah. Jujur saja, semua orang di keluarga Lu tidak bersikap buruk padanya. Meskipun Ibu Lu tidak menyukai menantunya ini, tetapi setelah dia menikah. Walaupun kadang Ibu Lu mengatakan hal buruk kepadanya, dia tidak pernah dengan sengaja membuatnya merasa buruk.

Ayah Lu selalu menjadi pendamai yang baik hati dan memperlakukannya seperti seorang orang tua yang tenang, ini sangat mirip dengan Lu Xingzhi. Jiang Yao memikirkan apa yang dia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai membuat keluarga ini kehilangan anak laki-laki satu-satunya tanpa memiliki keturunan selanjutnya. Jiang Yao merasa bersalah di hatinya sampai dia tidak tahu harus berkata apa.

Dia diam-diam melirik Lu Xingzhi yang memakan nasinya. Pria ini mengungkapkan dalam kata-kata dari wasiatnya bahwa dia menginginkan seorang anak. Tetapi sayangnya, ketika Lu Xingzhi masih hidup, dia terlalu memanjakan Jiang Yao sehingga sampai mati dia juga tidak bisa punya anak. 

Bahkan jika Lu Xingzhi ingin, dia juga bisa memaksa Jiang Yao kembali ke sisinya atau memaksanya melahirkan anaknya, dan Jiang Yao juga tidak bisa melawannya! Tetapi Lu Xingzhi tetap memanjakannya Saat Jiang Yao bersembunyi, dia tidak pernah memaksanya tetapi hanya diam-diam mengikutinya dan tidak membiarkan Jiang Yao tahu. Jiang Yao berpikir, kali ini dia harus melahirkan anak untuk Lu Xingzhi!

"Makanlah sepotong daging." Lu Xingzhi merasa bahwa Jiang Yao terus menatapnya sehingga dia berpikir dari tadi Jiang Yao melihat daging yang ada di mangkuknya dengan ekspresi tidak berdaya dan penuh kerinduan. Dia tidak tahan dan berpikir bahwa istrinya sangat lucu. Melihat Jiang Yao menatapnya terus, Lu Xingzhi menduga bahwa mungkin istrinya benar-benar ingin makan daging. Jadi dia mengambil daging dengan sumpit dan memberikannya, dan kemudian berkata "Waktu sakit, makan makanan yang terlalu berminyak itu buruk, makanlah sepotong daging untuk memenuhi nafsu makanmu. Jika ingin makan banyak, tunggu kamu sembuh baru minta ibu membuatnya."

Seperti yang dikatakan Lu Xingzhi, semua orang di meja tanpa sadar memandang Jiang Yao dan Jiang Yao merasa malu dan ingin menyembunyikan dirinya di bawah meja. Tidak tahu harus menangis atau tertawa, apakah Lu Xingzhi sengaja membuatnya malu atau hanya bersikap baik hati? "Tidak apa-apa Jiang Yao, jangan merasa malu. Masakan ibumu adalah yang terbaik di dunia. Saat aku sakit, aku juga memikirkan babi rebusnya. Saat sakit, jika kamu ingin makan makanan yang rasanya kuat itu normal." 

Melihat Jiang Yao merasa malu, Ayah Lu dengan cepat tertawa, dan diam-diam berkata bahwa putranya tampaknya agak bodoh. 

"Kalau kamu sudah mengambilnya, memangnya siapa yang berani protes? Semua orang di meja sedang makan, jika dia tidak berbicara, siapa yang akan memperhatikan jika kamu mengambil daging?" 

Ibu Lu langsung tertawa karena ucapan Ayah Lu sehingga dia mengangkat tangan dan memukul punggung Ayah Lu. 

"Hush." Kemudian Ibu Lu pun menatap Jiang Yao sambil tersenyum dan berkata "Dalam keluarga sendiri tidak usah merasa malu. Jika kamu ingin makan, ambil aja sendiri dan makanlah sedikit biar tidak bosan."

"Baiklah." Jiang Yao mengangkat wajahnya dan menjawab. Tiba-tiba, ia mendengar suara tawa dari pria di sampingnya. Dia menoleh dan menatapnya. Tanpa diduga, Lu Xingzhi yang di samping tersenyum dan menjadi lebih bahagia. Saat Lu Xingzhi tersenyum, semua orang berhenti makan dan menatap Lu Xingzhi dengan ekspresi yang seperti sedang melihat hantu. 

Bahkan Lu Yuqing tidak tahan untuk tidak bercanda "Ibu dan Ayah, lihatlah, ternyata Lu Xingzhi masih bisa tersenyum seperti ini. Aku ingat bocah ini biasanya tidak memiliki ekspresi di wajahnya. Waktu aku masih sekolah, masih ada teman sekelasku yang bertanya, 'Lu Yuqing. Apakah adikmu mengalami kelumpuhan wajah dan tidak dapat menunjukkan ekspresi di wajahnya?', Dia berkata, adik perempuannya duduk satu bangku dengan Xing Zhi. Ia tiap hari ditakuti oleh Xing Zhi sehingga akhirnya tidak tahan dan minta kepada gurunya untuk dipindahkan ke bangku lain."