Gu Qingqing kian menjadi gugup. Kalut karena cemas, ia menarik tangannya terlalu keras. Ditambah lagi, ia menghabiskan malam sebelumnya dengan Leng Sicheng sehingga tubuhnya masih sangat letih. Begitu ia berhasil membebaskan diri, kakinya yang tidak berdiri dengan cukup kokoh membuatnya terhuyung hingga mundur beberapa langkah. Sekarang, Gu Qingqing hanya takut tatapan semua orang akan tertuju padanya.
"Tidak. Kita bertemu untuk pertama kalinya!" Gu Qingqing cepat-cepat menggelengkan kepala. Senyumnya sedikit canggung. Sementara, mata Leng Sicheng tampak semakin suram dan sudut bibirnya perlahan-lahan semakin tertarik dalam. Gu Qingqing yang mengenal watak Leng Sicheng kini paham bahwa ini adalah awal dari kemarahannya!
Apa lagi yang ingin dia katakan? batin Gu Qingqing.
Di sebelah Leng Sicheng, Chen Wenjie merentangkan lengannya dan menggamit lengan pria itu. Tubuh lembutnya melekat erat ke tubuh Leng Sicheng, seakan sengaja menunjukkan bahwa ia telah mengklaim kedaulatan atas pria itu, di depan istri aslinya. Sambil tersenyum, Chen Wenjie mengerjapkan matanya beberapa kali. "Apa kamu tidak ingin memperkenalkan wanita ini padaku, Tuan Leng?"
Leng Sicheng sejenak memejamkan mata dengan tenang, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Setelah beberapa saat, barulah ia membuka mata. Suaranya terdengar sangat dingin saat ia menjawab, "Apa kamu tidak mendengar perkataannya? Dia orang asing!"
Setelah itu, Leng Sicheng tampaknya benar-benar kehilangan minat terhadap Gu Qingqing. Terdorong-dorong karena orang lain, diajak berbicara dengannya, tetapi kemudian malas untuk dipandangnya lagi. Gu Qingqing sudah seperti butiran debu di mata Leng Sicheng. Jangankan merepotkan diri untuk memperhatikannya, melihatnya saja tampaknya terasa berlebihan.
Ketidakpedulian Leng Sicheng membuat orang-orang di tempat itu turut kehilangan minat terhadap Gu Qingqing. Kini tak ada lagi yang meragukan hubungan mereka. Tidak ada yang menduga, gosip mengenai istri asli Leng Sicheng ternyata benar. Bahkan, wanita itu ada di depan mata mereka!
Gu Qingqing diam-diam mundur. Tidak ada seorangpun di koridor dan perasaan dingin tadi juga telah mereda. Ia bisa menghirup udara segar. Rasa sesak yang menyebalkan juga menghilang dari dalam dadanya.
Semalam Gu Qingqing berhubungan dengan Leng Sicheng. Kemudian, malam ini ia datang untuk membicarakan urusan kerja sama. Tubuhnya lemas. Hatinya seperti diikat dengan batu lalu dilempar ke sungai hingga tenggelam, terus tenggelam, dan semakin tenggelam.
Sejak menikahi Leng Sicheng tiga tahun lalu, Gu Qingqing sudah seperti burung dalam sangkar. Bukan jenis burung yang disayang atau dihargai, melainkan sekadar seekor burung yang menjijikkan. Apa yang dikatakan orang-orang tidak salah, karena ia sendiri merasa tidak layak bersanding dengan Leng Sicheng.
Ayahku tukang mabuk dan main judi. Ibuku pengasih. Kakakku menganggur sepanjang hari. Jika ini tidak terjadi, mana bisa aku menikah dengannya? Dalam hidupku, tidak akan pernah, begitu pikir Gu Qingqing.
Mungkin, suatu hari Leng Sicheng akan membenci Gu Qingqing. Ia akan meninggalkan Gu Qingqing tanpa rasa kasihan, lalu menikahi istri yang sederajat dengannya. Bahkan jika nanti tidak diceraikan pun, Gu Qingqing juga tidak akan bertahan. Pernikahan mereka lebih seperti lelucon, itu yang Gu Qingqing pelajari sejak menikah. Ia tidak memiliki penghasilan sama sekali dan tidak diizinkan untuk pergi bekerja. Ia tinggal di rumah mewah dengan makanan tercukupi, tapi miskin seperti pengemis—
—Kecuali, di satu hari di mana Gu Qingqing diberi biaya hidup setiap bulan. Leng Sicheng akan mengunjunginya lalu meninggalkan 10.000 RMB untuk biaya hidupnya. Atau, setiap kali kakaknya mendapat masalah, ia akan memanggil Leng Sicheng untuk meminta bantuan. Ia akan menghabiskan satu malam untuk tidur dengan pria itu demi mendapat 'remunerasi'.
Gu Qingqing tidak makan apa pun malam itu karena ia kehilangan nafsu makan. Dadanya terasa agak sesak dan mulutnya terasa masam. Mungkin, karena hari mulai menjelang malam. Ia selalu mengalami sakit perut setiap kali minum obat dengan efek samping yang kuat. Gu Qingqing ingin segera berkumur sehingga ia bergegas menuju toilet. Ketika membuka pintu, ia berhadapan dengan Chen Wenjie.