"Ayaaaaah!"
Seketika Elis dan Yoga menoleh kea rah balita berusia
sekitar dua tahunan berlari sambil membuka tangannya bersiap menerima pelukan
dari Yoga, dan di belakangnya berdiri seorang wanita membawa gendongan sambil
tersenyum memandang mereka berdua.
Dengan cepat, Yoga menangkap bocah perempuan itu dan
membawanya dalam pelukan. Seketika Elis hanya memandang bengong tak percaya
dengan apa yang ada di hadapannya.
"Itu, sudah digendong ayah. Jangan rewel lagi, ya? Devi ikut
bunda yuk!" ucap wanita yang tadi membawa gendongan, yang berjalan di depan
gadis itu.
Merasa taka da gunanya lagi, Elis pun pergi meninggalkan
tempat itu tanpa berkata apapun.Tiba di tengah jalan, di antara pematang sawah
yang akan menghubungkan jalan menuju ke rumahnya Elis sudah tak tahan lagi menahan
air matanya.
Buliran bening it uterus meloncat dari ujung netranya. Elis berlari cepat,
sampai tanpa sadar, ia tergelincir kotoran kerbau yang baru saja pulang dari
sawah setelah diajak petani membajak sawah.
Tak tahan dengan rasa sakit, Elis berteriak menangis
sejadi-jadinya. Taka pernah ia merasakan sakit yang seperti ini. Entah, sakit
karena dihianati, apa sakit akibat jatuh karena kotoran kerbau, dia juga tidak
tahu. Yang jelas, semuanya sakit, dan juga bau.
Sesampai di rumah,
Elis segera mandi dan berganti pakaian. Setelahnya, ia kembali menangis lagi,
tak pedulikan bapak dan ibunya yang duduk di sisi kanan dan kirinya.
"Maafkan kami, Lis. Ibu dan bapak tidak bermaksut menyem
bunyikannya darimu. Tapi, kami bingung, bagaimana cara mengatakannya. Dan juga,
kamu kan baru saja kembali, kamu lelah. Kami, takut buat kamu kecewa dan sedih."
"Hua..hahaaaa…. Lagian, Elis Cuma dua tahun setenagh gak
ada, kenapa bisa, mas Yoga sudah punya anak yang usianya sudah hampir dua
tahunan? Bukankah, orang hamil itu Sembilan bulan? Apa mereka pake paket
ekspres?" racau Elis sambil menangis.
Pak Ranu dan bu Mirna saling beradu pandang. Seolah mereka telah
mencari kesepakatan bersama. Setelah bu Mirna mengangguk, dengan ragu-ragu
pula, Pak Ranu mengatakan yang sebenarnya. Lagian, buat apa ditutup-tutupi? Toh
sudah kepalang basah. Elis juga sudah tahu, sekalian saja biar tahu
kebenarannya.
"Lis, sebenarnya, Yoga itu tidak setia. Dia, dibelakangmu
dulu itu diam-diam menjalin suatu hubungan dengan wanita itu. Hanya saja Yoga
menyembunyikannya. Sampai pada akhirnya, tiga bulan setlah kau pergi ke
Jakarta, RT kampung sebelah datang, mengatkan kalau Yoga telah menghamili anak
gadis orang, dan Yoga juga tidak menyangkalnya.
Elis pun hanya diam. Dia benar-benar syok. Jadi,
pengorbanannya selama ini sia-sia? Tahu gitu, kerja gak usah lama-lama balik
aja terus dan lunasi utang bapak bias orangtuaku segera merdeka dari juragan.
Dan mimpi ku selama ini tinggalah mimpi, janji tinggal janji. Seindah apapun
masa lalunya dengan Yoga, ia harus rela untuk segera melupakannya.
Seketika, Elis teringat bagaimana raut wajah Yoga yang
nampak ragu-ragu saat Elis diam-diam menemuinya, mengajaknya lari dan kabur
darimkampung. Lalu, saat ia terjatuh dalam kubangan lumpur itu sebenarnya,
benar-benar terjadi, apa Cuma rekayasa dia saja?
Lagi, tadi saat di Balai Desa, Yoga juga tidak mengejarnya untuk memberi penjelasan dan minta maaf. Yang ditangkap oleh pendengaran Elis, Adalah,dia sedang bersenda gurau bersama anak dan juga istrinya.
Elis hanya sesenggukan saja, mungkin ia lelah jika terus
menangis kencag seperti anak usia lima tahun begitu.
"Sroooot!" Keheningan terpecahkan oleh suara Elis yang
tengah membuang ingusnya dengan tisu dan melemparnya ke tempat sampah.
"Bu, masa kapa tadi buat makan malam? Ayo, kita makan
sekarang saja, Elis lapar," ucap Gadis itu dan beranjak lebih dulu menuju meja
makan dan meninggalkan kedua orangtuanya di dalam kamarnya.
Sementara pak Ranu dan istrinya hanya saling beradu pandang,
menahan tawa dan geleng-geleng kepala.
Ni bocah setelah lama merantau di kota kenapa jadi berubah?
Dulu penampilan kampungan, sikap Elegan. Sekarang, kenapa kok malah jadi kebalikanny?
Akhirnya mereka pun sama-sama menuju ke meja makan. Ke duanya
bengong melihat putrinya yang tengah patah hati malah makan dengan lahap
seperti sudah seminggu gak makan saja. Sebenarnya mereka takut kalau sampai
Elis tahu kebenaranya tentang Yoga ia
akan sedih, murung dan mogok makan. Sebab, ketika melihat bagaimana semangatnya
saat menunjukkan baju lamaran itu ia sangat bersemangat dan penuh dengan
harapan yang hampir jadi nyata. Tapi, semuanya harus sia-sia.