"Shit...kenapa aku tak melihat dengan lebih teliti,"umpat Gina kesal saat melihat syarat utama untuk menjadi kurir adalah seorang laki-laki dan punya sepeda motor sendiri.
Karena terlalu bersemangat saat melihat lowongan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya tadi Gina tak memperhatikan lebih detail mengenai syarat-syarat utama yang harus dipenuhi calon pekerja, dengan kesal Gina merebahkan tubuhnya di ranjang kecilnya sambil terus menatap langit yang sudah gelap dari jendela yang berada disampingnya.
Gina memejamkan kedua matanya untuk meredam amarah yang membara dalam dirinya, hal kecil yang selalu ia lakukan sejak terjun ke dunia karate dulu. Karena terlalu lelah Gina akhirnya terlelap dalam tidurnya dengan tetap menggunakan pakaian yang ia pakai untuk berputar-putar di kota Barcelona siang ini.
"Datanglah ke mimpiku, bu." Gina bergumam lirih saat akan mulai masuk ke alam mimpinya, butiran air bening menetes membasahi pojok matanya
Mansion Del Cano
Puluhan pria berpakaian serba hitam nampak berdiri rapi di halaman belakang rumah besar yang lebih mirip dengan kastil itu menghadap seorang pria yang sedang duduk di kursi kebesarannya yang tengah menatap dua orang pria yang saat ini sudah terkapar di tanah dengan wajah yang sudah tak terbentuk, ceceran darah nampak keluar dari hidung dan mulut mereka.
"A-ampuni kami, master."
"Ampun m-master."
Pria yang dipanggil master itu tersenyum, ia kemudian mematikan cerutu yang sudah disisipi ganja kesukaannya di asbak khusus yang dipegang seorang wanita seksi yang menggunakan pakaian tipis ala masyarakat yunani kuno.
"Aku tak pernah memberikan ampunan pada para pengkhianat, bagiku seorang pengkhianat adalah parasit yang akan menyebar dan membuat masalah lagi di tempat lain,"ucap pria itu dengan pelan dengan senyum yang mengerikan.
Mendengar perkataan sang tuan tubuh kedua pria yang sedang berada di tanah itu langsung bergetar hebat, air mata mereka pun kembali menetes dengan deras membasahi wajah mereka bercampur dengan darah yang sejak tadi mengucur tanpa henti.
Tanpa bicara lagi pria yang memiliki tato bergambar salib dan rantai ditangan kirinya itu langsung meraih pistol yang sejak tadi ada diatas meja yang berada disamping kursi tempatnya duduk dan langsung mengarahkannya pada kedua pria yang sudah tak berdaya itu, tak lama kemudian terdengar suara letusan dua kali dari pistol itu yang membuat dua pria yang terkapar itu langsung meregang nyawa.
"Singkirkan tubuh mereka dan bersihkan tempat ini, aku tak mau sisa darah pengkhianat mengotori rumahku,"ucap pria itu pelan tanpa ekspresi, tak terlihat raut penyesalan sekali diwajahnya setelah menghabisi nyawa dua orang sekaligus.
"Baik Tuan." Lima belas orang pria berpakaian serba hitam yang ada ditempat itu menjawab dengan kompak.
Setelah menghabisi dua nyawa anak buahnya yang sudah mengkhianatinya itu pria yang bernama Massimo del Cano itu pun pergi meninggalkan area itu menuju rumah besarnya diikuti lima orang pria dan dua orang wanita cantik yang selalu menemaninya kemanapun ia mau, Massimo yang ditakuti banyak orang itu terkenal kejam dan tak pernah memberi maaf pada musuh-musuhnya. Apalagi pada orang yang sudah mengkhianatinya.
"Apa agendaku besok pagi, Martin?"tanya Massimo pelan pada sekretaris sekaligus asisten pribadinya itu saat sedang berjalan menuju ruangan bersantainya.
Pria yang bernama Martin itu langsung berdiri lebih dekat pada sang tuan. "Besok pagi anda dijadwalkan mendatangi acara peresmian sebuah yayasan panti asuhan yang berada di pinggiran kota, Tuan. "
"Oh yayasan yang dibangun satu tahun lalu itu."
"Siap, benar Tuan."
Sebuah senyum dingin mengembang di wajah tampan Massimo. "Bukankah daerah itu dibawah kekuasaan keluarga Sanders yang menjanjikan putrinya padaku?"
"Betul Tuan, daerah itu dibawah kuasa Yohannes Sanders dan putranya Julian Sanders."
"Good, pastikan besok tak ada jadwal lain yang bentrok. Aku harus melihat para gadisku di keluarga itu,"ucap Massimo pelan dengan senyum yang tak bisa di artikan.
"Tapi Tuan putri dari keluarga itu..."
"Ada apa dengan mereka?"tanya Massimo datar memotong perkataan Martin dengan cepat.
Dengan sedikit takut Martin menceritakan apa yang ia ketahui pada sang tuan, ia bahkan tak berani menatap tuannya saat bicara.
"Hahaha...jadi para gadis itu menolakku. Baiklah kalau begitu, aku jadi semakin bersemangat,"ucap Massimo terbahak.
"A-anda tak marah Tuan?"
"Marah? Untuk apa aku harus marah, ini justru semakin menarik. Lanjutkan semua yang sudah kau lakukan, Martin. Aku akan mengimbangi permainanmu."
Martin menyeka keringat dingin yang membasahi keningnya, ia masih tak mengerti dengan jalan pikiran sang tuan yang sangat aneh itu. Sebuah rencana tak masuk akal yang akan dilakukan seorang Massimo Del Cano sang penguasa Spanyol yang disegani sekaligus ditakuti banyak orang.
Bersambung