Bersama Max, Wulan berjalan beriringan menuju sebuah restoran yang memang sudah Max dan Alea tentukan.
Mata Wulan menagkap seorang wanita mengenakan dres coklat selutut dengan wedges senada, tengah duduk santai sesekali memainkan layar sentuhnya.
Badan Wulan tiba-tiba mengginggil hebat, tubuhnya gemetaran dan menghentikan langkahnya.
Max menyadari Wulan tertinggal agak jauh di belakangnya, dia ikut berhenti dan memandangi Wulan yang terlihat aneh. Tadi baik-baik saja kini wajahnya berubah pucat. Dia juga terlihat panik.
Akhirnya Axel pun menghampirinya, "Kamu kenapa? Sakit?"
"Aku... aku... aku... Xel, kita pulang saja, ya?"
"Loh kok pulang? Kau lihat itu? Kasian, dia sudah hampir setengah jam menunggu kita." tangannya menunjuk pada gadis berdress coklat.
"Iya." Jantung Wulan semakin tak beraturan, keringat dingin mulai membasahi badannya ketika dia tahu, kalau Alea lah gadis yang ingin mereka temui.
Terlebih, saat gadis tersebut menyadari keberadaannya, dan melambaikan tangannya dan dibalas oleh Axel.
Sekuat tenaga Wulan berontak ingin pergi, sambil berusaha menutupi wajahnya, "Kau temui saja dia, aku mau pulang." Wulan mulai menangis dan berlari keluar, beruntung dia mengenakan flat shoes. Jika tidak, mungkin dia sudah terjatuh karena tubuhnya yang limbung.
Axel pun akhirnya mengalah membiarkan Wulan pulang tanpa menemui Alea terlebih dahulu, dengan langkah santai namun tak mengurangi pancaran kewibawaannya Axel berjalan ke bangku Alea.
"Mana adikmu?" tanya Alea.
"Dia mendadak tidak enak badan. Jadi dia pulang lebih dulu," jawabnya sambil duduk di kursi depan Alea.
"Ooo, tidak apa-apa. Kan masih ada waktu lain," jawab Alea, Santai.
"Terimakasih pengertiannya. Maaf ya. Aku jadi tidak enak sama kamu. Dia memang sedikit manja."
"Tidak masalah aku mengerti. Mungkin, jika aku memiliki kakak laki-laki juga akan demikian."
"kelak, jika kau mau denganku, selain berusaha menjadi suami yang baik, aku juga akan memperlakukanmu seperti adikku yang manis."
Alea diam tidak menjawab. Ia hanya menunduk saja. sekilas ia melihat wajah yang tersenyum tipis penuh wibawa dihadapannya juga memandangi dirinya.
"Kamu pilih, mau makan apa mala mini," ujar Axel sambil menyodorkan daftar menu yang sudah delaminating kea rah Alea.
Tanpa berdebat, Alea langsung memilih dan menulis beberapa menu makanan yang ingin dimakan sekalian dengan minuman. Kali ini dia tidak ingin sesuatu yang berat, makanan ringan-ringan saja. setelahnya, barulah ia memberikan daftar menu dan juga nota pada Axel.
Axel tidak langsung melihat ke arah daftar menu, melainkan melihat tulisan Alea di atas note. Ia hanya memesan cah pocoy nasi putih, deviled egg dan es lemon. Kemudian, pandangannya beralih kea rah Alea yang nampak tenang.
"Kamu sedang diet?"
"Tidak, kenapa, kau bertanya demikian?"
"Kenapa tidak memsan dagin, ayam atau ikan?"
"Tidak, ibu dua hari berturut-turut memasak daging terus, jadi sedikit eneg," kilahnya. Padahal, sebelum dia menghabisi nyawa ikan, makan daging apapun dia juga tidak pernah memiliki rasa bosan.
"Oh, ya sudah."
Usai makan malam, Axel mengajak Alea berdiri di atas balkon restoran tersebut. Di sana tempatnya sepi dan juga tenang. Mungkin saja, ia butuh privasi untuk berbicara. Meskipun jarak antara meja satu dan lainnya cukup berjauhan, tetap saja pria itu merasa risih dan tak nyaman jika dilihat oleh tamu lain.
"Kenapa mengajakku ke sini?"
"Tidak ada. Lihat pemandangan malam dari sini bagus, Lea."
Gadis itu tersenyum tipis. "Ternyata kau suka ketinggian. Ini sudah larut. Kenapa kita tidak pulang saja?"
"Aku masih ingin bersamamu."
"Bukankah adikmu sakit? Kasian dia, segeralah kembali. Pasti dia juga belum makan malam, kan?"
Axel tersenyum tipis. Melihat betapa perhatiannya Alea dengan Wulan yang bahkan keduanya belum saling bertemu saja membuat ia semakin sayang pada gadis tersebut.
"Kau perhatian sekali dengannya. Bagaimana denganku?" ucapnya kian mendekat.
"Kamu? Memangnya apa yang terjadi padamu. Kau baik-baik saja, bukan?"
"Baiklah. Ayo kita pulang kalau begitu. Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri."
"Kenapa kau selalu menolakku?"
"Kali ini saja. kasian adikmu, oke?"
"Baiklah, mcuah!" Axel memberanikan diri mengecup singkat bibir Alea. Alea yang tidak pernah dekat dengan lawan jenis selain dengan Jevin yang dianggap kakak, serta Andra yang hanya sebagai sahabat, syock menerima ciuman ini. Bagaimana pun, ini adalah kali pertama. Jadi, saking surpriesenya ia sampai diam terpaku.
"Ayo, kita turun!" ajak Axel membuyarkan lamunannya.
"Iya," jawabnya dan beranjak mengekor di belakang Axel. Sudah menjadi kebiasaannya menjadi asisten pribadinya. Jalan tidak beriringan tapi, di belakangnya.