"Hahaha, memang kenapa takut sama ayahku?" tanyanya dengan raut wajah tenag tanpa beban, meskipun di dalam hati juga ia benar-benar was-was. Bahkan, kini darah ya juga terasa mengalir lebih deras dari biasanya.
"Taku saja ditanya, gini, hey kau anak muda. Kenapa hanya datang saja ke sini menengok putriku tapi melamarnya saja tidak? Kan, aku masih nabung buat belu rumah dan mobil, agar istriku tidak perlu ngontrak, apalagi tinggal bersama mertua."
Jawaban dari Andra sukses membuat Alea menjadi tertawa terpingkal-pingkal, sampai-sampai bekas luka tusukan diperutnya menjadi ngilu.
"Ouh!" seketika Alea memegangi pertunya. Wajahnya pun juga tampak sedikit memucat.
"Alea, kau kenapa, Lea?" tanya Andra panik.
"Tidak, aku tidak kenapa-napa kok Ndra," ucap Alea. Berusaha menunjukkan kalau dirinya baik-baik saja.
"Kamu sedang berbohong padaku, kan, Lea?" tanya Andra meyakinkan diri kalau ada yang tidak beres dengan temannya.
"Kenapa aku berbohong? Aku Cuma sedikit ngilu saja akibat banyak tertawa," jawab gadis dengan mata lebar dan rambut lusr sebahu itu.
Max yang sejak tadi dari kantin nampak berputar-putar mencari seseorang seketika berhenti Ketika mendengar suara gelak tawa seorang wanita yang tidak asing di telinganya dari atas balkon. Yakin itu adalah suara wanita yang di acari, pria dengan postur tubuh tinggi besar dan memiliki manik mata biru keabu-abuan pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke sana untuk melihat sekaligus memastikan benar atau tidak. Dugaannya.
Ketika di sana, ia melihat sosok yang ia cari nampak meringis sambil memegangi perutnya dengan posisi tubuh yang sedikit membungkuk ke depan. Sementara di sebelahnya, berdiri seorang pria yang akhir-akhir ini cukup membuatnya kesal karena ia menganggap kalau pria itu adalah saingan terberatnya.
"Alea! Apa yang terjadi padamu?" teriak Axel seketika.
"Pak, Max? ada apa anda di sini? Saya tidak kenapa-napa, kok. Cuma lagi ngobrol saja sama Andra," jawab Alea dengan ekpresi seolah tidak terjadi apa-apa.
Karena cemburu, Axel mentap dingin dan tajam kea rah Andra. "Alea masih sakit. Jangan banyak diajak ngonbrol apalagi mendengarkan joke-joke mu yang tidak berbobot itu!"
"Maafkan saya, Pak. Saya tidak tahu itu," jawab Andra dengan wajah tertunduk merasa bersalah pada Alea. Bukan karena ia takut pada pria berdasi hitam dan berkemeja merah maroon tersebut. Kalaupun ia mengalah, sebenarnya hanya menunjukkan sikap sopan santunnya sebagai bawahan pada bosnya saja, tidak lebih dari itu.
"Memang tahu apa, kau?" ucap Axel dengan nada yang penug akan penekanan. "Alea, ayo kembali ke ruangan! Kau istirahatlah di sana," ajak Axel.
"Aku sungguh tidak apa-apa, Xel. Kamu tidak perlu sepanik itu," ucap Alea akhirnya tanpa sadar ia pun keceplosan dengan memanggal atasannya yang akrab di sapa pak Max dengan nama kecil, atau panggilan yang hanya dipakai saat dengan keluarga dan teman dekat saja.
Jelas, itu membuat Andra kaget, hingga secara reflek pria itu pun mendongak dan melihat kea rah Alea. Memastikan hubungan apa yang terjalin di antara keduanya selain CEO dan asisten. Sebab, asisten pribadinya juga selalu bersikap dan bicara formal padanya selama ini.
"Tapi, kau telah membuatku panik. Ya sudah, kita masuk ke ruangan dulu. Sebentar lagi juga jam kerja ini," ucap Axel dengan sedikit kasar karena ia sudah tak sabar menjauhkan Alea dari Andra.
"Ndra, aku ke ruanganku dulu, ya? By the way, terimakasih loh kopinya," ucap Alea sambil mengangkat cup kopi yang isinya tinggal sedikit.
"Iya, Alea. Tidak apa-apa. Aku yang seharunya meminta maaf padamu," jawab pria itu. Sementara, Axel langsung menarik lengan Alea agar segera jauh dari Andra. Ketara sekali dengan jelas kalau ia tengah cemburu.
Setiba di dalam ruanga n tersebut Axel seketika diam. Sebenarnya ingin sekali rasanya menumpahkan semua kekesalan akibat cemburu di hatinya pada Alea. Tapi, ia ingat, Alea masih sakit.
"Apakah anda tidak merasa itu berlebihan?" ucap Alea dengan ekspresi muka datar.
"Aku tidak suka kau terlalu dekat dengan pria lain."
"Pak, ayolah jangan lagi seperti anak kecil. Di aitu teman saya dari sejak awal bekerja di sini."
"Teman? Kenapa kamu begitu sangat menikmati saat-saat bersamanya, Alea?"
Alea diam. Ia masih belum bisa merasakan bagaimana risihnya memiliki pasangan yang posesiv. Yang dia tahu saat ini adalah, Maxmiliam seorang CEO yang terkenal begitu dingin tengah cemburu.
"Apakah dia alasanmu, menunda begitu lama jawaban atas apa yang kunyatakan padamu?" ucap Axel akhirnya, menyerah karena Alea tidak memberi respon apapun.
"Tidak."
"Lalu, apa?"
"Aku hanya ingin melihat, seberapa serius anda denga napa yang pernah anda katakan. Karena, pria yang serius itu, bisa menunggu meskipun lama," jawab Alea kemudian ia menyalakan layar pc di depannya. Sementara Axel hanya diam dan mengikuti apa yang sudah Alea lakukan. Y aitu, kembali bekerja.