Chereads / WIRO SABLENG - MAUT BERNYANYI DI PAJAJARAN / Chapter 20 - MAUT BERNYANYI DI PAJAJARAN

Chapter 20 - MAUT BERNYANYI DI PAJAJARAN

DUA PULUH

Pada saat pertempuran berkecamuk dengan serunya, pada saat pintu gerbang Kotaraja di sebelah barat hampir bobol dan pada saat keselamatan Prabu Kamandaka sendiri terancam maka pada saat itulah terdengar suara yang keras laksana guntur mengatasi segala kecamukan perang yang mendatangkan maut itu!

"Manusia-manusia bodoh! Hentikan pertempuran ini!"

Hampir semua mereka yang bertempur di medan sebelah timur itu jadi terkejut dan hampir semua mata pula memandang ke atas tembok Kotaraja di mana kelihatan berdiri seorang pemuda berpakaian putih-putih berambut gondrong!

Mungkin sekali Raden Werku Alit adalah orang yang paling terkejut melihat pemuda di atas tembok itu. Manusia ini tampangnya sama betul dengan pemuda yang tempo hari ditotoknya sewaktu hujan-hujan di teratak tua!

"Orang-orang mati inginkan hidup, kalian yang hidup mau bertempur sampai mati! Goblok betul!" terdengar lagi pemuda yang di atas tembok berkata dengan suaranya yang mengguntur.

Werku Alit kertakkan rahang. Hatinya gusar terhadap si pemuda. Diam-diam dia tahu bahwa suara yang mengguntur itu pastilah menandakan bahwa si pemuda yang memiliki tenaga dalam yang sangat tinggi. Namun bila dia melirik ke samping dan detik itu melihat Prabu Kamandaka berada dalam keadaan lengah maka kesempatan ini dipergunakan Werku Alit dengan sebaik-baiknya. Senjatanya berkelebat cepat dan ganas. Satu ujung tajam dari toja menyambar ke leher sedang ujung yang lain menyapu ke kaki Prabu Kamandaka!

Melihat datangnya serangan itu Prabu Kamandaka sadar akan keteledorannya berbuat lengah. Sangat terlambat baginya untuk dapat mengelakkan senjata lawan yang menyerang dua tempat itu sekaligus. Salah satu ujung tajam dari senjata lawan pastilah akan mengenai badannya. Prabu Kamandaka lemparkan diri ke belakang meski dia tahu bahwa kakinya akan disapu ujung toja lawan.

Tapi pada saat itu pula dari atas tembok melesat satu benda putih sekali laksana bercahaya. Benda ini berbentuk bintang dan mengeluarkan suara mendesing, menghantam pertengahan toja Werku Alit dengan tepatnya. Toja itu patah dua. Salah satu patahannya menggores dada Werku Alit sendiri!

Laki-laki ini menjerit kesakitan dan lompat mundur namun diburu dengan sebat oleh Prabu Kamandaka. Dalam keadaan terluka, bersama orang-orangnya Werku Alit bertahan dengan hebat. Dua Adipati lainnya yang melihat terdesaknya Werku Alit segera berikan bantuan sehingga Prabu Kamandaka dan orang-orangnya kembali terdesak hebat!

Werku Alit mengamuk dahsyat. Mengamuk dengan patahan tojanya. Namun keadaan dirinya mulai payah akibat luka yang dideritanya. Gerakan-gerakannya mulai menjadi lamban sehingga dia terpaksa mengambil posisi bertahan dan membiarkan pembantu-pembantunya menyerang pihak lawan.

Adipati Tapak Ireng mendekati Werku Alit dan sodorkan sebuah pil. "Telanlah cepat Raden Alit dan alirkan tenaga dalammu ke bagian yang terluka...."

Werku Alit cepat-cepat telan pil yang berwama hitam itu lalu kerahkan tenaga dalamnya. Obat yang diberikan oleh Adipati Tapak Ireng memang manjur sekali. Sesaat kemudian darah pada luka Werku Alit berhenti dan tiada terasa sakit lagi. Maka dengan cabut kerisnya Werku Alit kembali maju menghadapi Prabu Kamandaka. Ketika Adipati Lanabelong dengan ruyung besi putihnya turut pula membantu Werku Alit maka lebih buruk dari tadi keadaan Prabu Kamandaka kembali terdesak hebat.

"Kaum pemberontak! Hentikan pertempuran ini!" teriak orang yang di atas tembok.

Tapi tak ada yang memperdulikan malah Adipati Jakaluwing dari Karangtretes menantang:

"Orang gila berambut gondrong kalau mau rasakan toja besiku, turunlah!"

Orang di atas tembok menggerutu penasaran. Dari balik pinggangnya dikeluarkannya sebuah kapak bermata dua! Mata kapak itu berkilat-kilat ditimpa sinar matahari pagi.

Kemudian dengan satu gerakan yang sangat enteng dia melompat turun. Dan begitu sampai di tanah ditempelkannya ujung gagang kapak ke bibirnya. Maka sesaat kemudian menggemalah suara seperti seruling. Mula-mula pelahan, kemudian makin keras dan melengking-lengking!

Telinga pihak pemberontak yang mendengar suara lengkingan seruling itu seperti ditusuk-tusuk sakit sekali. Prajurit-prajurit rendahan menjadi terpukau dan dengan mudah menjadi korban senjata prajurit-prajurit Pajajaran! Werku Alit dan lima Adipati sekutunya terkejut ketika merasa bagaimana sakitnya telinga mereka sedang jalan darah mereka tidak lagi teratur tapi sesak tersendat-sendat. Dan ketika mereka memandang berkeliling mereka melihat bagaimana pasukan mereka di bagian medan mayat prajurit dengan dada mandi darah!

Werku Alit dan Adipati-Adipati yang masih hidup terkejutnya bukan main. Serangan mereka di samping dijuruskan kepada Prabu Kamandaka kini juga dititikberatkan pada Wiro Sableng! Namun bila sekali lagi Kapak Naga Geni 212 berkelebat maka kini giliran Adipati Jakaluwing pula yang meregang nyawa dengan kepala hampir terbelah dual Werku Alit dan Adipati-Adipati yang masih hidup menjadi kecut. Mereka saling berlirikan tajam dan beri isyarat namun pada saat itu pula pendekar 212 yang sudah tahu maksud mereka membuat gerakan cepat. Rujung besi Ranabelong mental puntung dua ke udara disusul dengan jerit kematiannya!

Satu-satunya Adipati yang masih hidup yaitu Warok Gluduk boleh dikatakan sudah tak ada daya lagi sesudah lengan kanannya tadi dibabat puntung oleh Prabu Kamandaka. Dia memutuskan untuk kabur saja tapi tombak seorang kepala pasukan Pajajaran lebih dahulu menancap di punggungnya terus menembus sampai ke dada!

Nyali Werku Alit semakin luntur menciut. Di medan pertempuran sebelah timur itu hanya dia sendiri kini yang menjadi pucuk pimpinan. Kalau tadi dia dan anak-anak buahnya merupakan pihak penyerang yang mendesak maka kini keadaan terbalik! Di mana-mana puluhan prajurit-prajuritnya bergeletakan mati. Yang masih hidup bertempur dengan setengah hati, mundur terus-terusan dan kacau balau! Suara seruling Kapak Naga Geni 212 yang terus menerus melengking seperti melumpuhkan sekujur tubuh Raden Werku Alit. Dicobanya mengerahkan tenaga dalamnya namun tenaga dalamnya terasa laksana punah! Telinganya sakit dan kemudian dirasakannya ada yang meleleh pada kedua liang telinganya itu! Darah!