Sajadah merah episode 20
Jantung selalu berdebaran setiap kali bertemu dengan seorang pria yang beberapa minggu lalu dia nikahi. Ia selalu salting setiap kali berdekatan dengannya, apa lagi semenjak kejadian malam itu, rasanya sangat memalukan.
"Istriku."
Gadis itu bahkan terkejut dengan panggilan lembut dan penuh kasih suaminya, ia mencoba untuk bersikap tenang meski sebenarnya sangat gugup. Bahkan tangan yang tadinya tenang dan santai saat mengerjakan tugas berubah menjadi gemetar ketika langkah pria itu terdengar di telinga semakin dekat dan mendekat kearahnya.
"Kamu lagi kerjain apa?" tanya Maulana sambil mendudukkan diri di belakang istrinya.
Fira semakin gugup, tangannya bakah sudah berkeringat dingin, dia juga sangat tegang. Aroma harum pria itu tercium merasuk indra penciumannya.
"Nggak-nggak ngerjain apapun," balasnya. Tangannya tak mampu bergerak walau sekedar membuat goresan lagi.
Maulana tersenyum melihat ketegangan sang istri ketika di dekatnya, ia sangat gemas terhadap gadis itu. Mereka menikah sudah hampir sebulan, tapi tetap saja istrinya terlihat malu-malu dan gugup ketika berhadapan dengannya. Sedikit bersikap jahil juga tidak apa-apa mungkin.
"Sayang, malam ini kita olah raga ya? Suamimu ini sudah lama tidak berolah raga," katanya dengan suara mendesah di telinga sang istri.
Mata gadis itu membulat sempurna, bulu kudungnya meremang. Otaknya sudah membayangkan olah raga ranjang bersama suaminya, reflek dia menaruh kedua tangan di dada lalu dia tubuh bagian bawahnya.
Maulana menahan tawa melihat tingkah istrinya, ia jadi semakin ingin menggoda gadis itu.
"Sayang, pus up yuk? Kau mau di atas atau di bawah?"
Wajah Fira semakin panas, ia pun langsung membalikkan tubuhnya menghadap sang suami,"Kita pus up?" tanyanya memastikan.
Pria itu mengangguk,"Sudah, kau segeralah bersiap, aku ke kamar mandi sebentar." Pria itu mengacak surai hitam sang istri, setelah itu langsung pergi ke kamar mandi.
Fira masih terdiam, ia masih tidak tahu harus berbuat apa. Tapi sekarang dirinya adalah seorang istri dan kewajiban istri adalah mematuhi perintah sang suami, jadi mau tidak mau dirinya harus patuh apa lagi jika disuruh melayani.
Gadis itu mulai melepaskan satu persatu pakaian yang dikenakannya, hingga hanya tinggal dalaman saja, setelah itu ia masuk ke dalam selimut menunggu sang suami.
Cklek…
Maulana membuka pintu kamar mandi, ia melangkahkan kaki menghampiri sang istri. Alisnya mengernyit melihat gadis itu malah tidur di dalam selimut bukan bersiap untuk berolah raga. Tapi mungkin juga istrinya lelah. Pria itu melepaskan kemejanya lalu ikut masuk ke dalam selimut.
"Paman, aku sudah siap untuk pus up denganmu. Aku adalah istrimu, jadi aku akan melayanimu." Dengan suara bergetar karena gugup Fira mengatakan kesiapannya,
Maulana tercengang mendengar ucapan istrinya, kenapa gadis itu selalu mengarah pada adegan ranjang, padahal dirinya hanya mengajak olah raga.
Perlahan Fira mendekatkan tubuh pada tubuh suaminya, pria itu tersentak merasakan tubuh tanpa sehelai benang sang istri. Meski berada dalam selimut tapi tetap saja dirinya merasakan ada sengatan.
"Sayang, kau yakin malam ini kita akan malam pertama?" tanya Maulana memastikan.
"Iya, akukan istrimu, jadi aku sudah siap," balas Fira dengan dentuman jantung berdebar.
Maulana tersenyum, kalau istrinya memang sudah mengizinkan itu artinya tidak ada masalah jika malam ini dirinya memanjakan gadis itu dan memberikan kepuasan penuh. Biarlah olah raganya tidak jadi tapi diganti dengan olah raga yang lain.
**
Pagi-pagi telinga Maulana sudah berdenging mendengar omelan istrinya, gadis itu terus ngomel dalam kamar dan mengeluh. Meski begitu, sikapnya kini berubah menjadi tidak canggung atau malu-malu lagi.
"Harusnya paman itu tidak ngegas, aku kan capek semalaman."
Lihatlah, gadis itu bahkan masih mengeluh, siapa suruh diajak pus up malah ngajakin bercinta. Sebagai seorang suami dirinya tentu saja tidak akan nolak.
"Sayang, semalam itu aku mengajak kamu olah raga pus up, bukan bercinta. Tapi, aku senang. Terimakasih, kau memang istri terbaik." Maulana mendekap tubuh istrinya dari belakang.
Fira merengut melihat sikap manis suaminya, enak saja sok manis. Tidak lihat apa dirinya bahkan kesusahan untuk berjalan. Tapi kalau bukan bercinta, lalu pus up yang dimaksud itu apa?.
"Memangnya bercinta itu bukan pus up ya? Kan paman naik turun di atas ku," balasnya bingung.
Maulana menutupi wajahnya dengan 5 jari, gadis itu sungguh frontal. Bagaimana mungkin mengatakan hal semacam itu tanpa filter.
"Istriku, kenapa kamu kalau bicara frontal seperti itu? Sudah, sebainya kamu jangan tidur lagi. Kalau kamu tidur lagi, artinya kamu mau mengundang suamimu ini untuk kembali bercinta."
Fira langsung membuka selimut dan turun dari ranjang setelah mendengar ucapan suaminya, pria itu suka sekali membuat dirinya jantungan. Meski begitu di dalam hati yang terdalam, ia merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa menjadi seorang istri yang sempurna untuk sang suami.
Maulana tersenyum melihat tingkah konyol istrinya, mendadak rasa nyeri di hatinya kembali terasa. Ia pun memegangi bagian hati tersebut, matanya memperhatikan sekeliling kamarnya. Dia hampir lupa dimana dirinya menaruh obat pereda nyeri tersebut.
Rasa sakit yang dialami semakin menyakitkan, dengan sekuat tenaga ia melangkahkan kaki mendekati laci meja lalu menarik laci tersebut dan mengambil beberapa butiran obat dan langsung memasukkannya ke adalam mulut.
Maulana mendudukkan dirinya di tepi ranjang sambil meremat bagian hatinya, entah sampai kapan rasa sakit ini mampu dia tahan. Hingga sekarang masih belum ada donor hati yang cocok untuk dirinya, hanya sang istri tercinta yang cocok tapi gadis itu bahkan sangat takut kalau harus memberikan sebagian hati untuk dirinya.
Drrt…
Drrt…
Ia melirik ponsel yang tergeletak di atas meja, perlahan dia meraih ponsel itu dan menjawab panggilan telponnya.
"Assalamualaikum." Pria itu berusaha untuk menyembunyikan rasa sakitnya agar seseorang dalam tepon tersebut tidak menyadari, kalau sampai tahu dirinya sakit lagi, pasti istrinya akan terkena amukan.
"Van, kamu masih di rumah? Sayang, kamu itu bagaimana? Apakah Farhan tidak memberitahumu kalau hari ini kamu harus menghadiri pesta kesuksesan adikmu itu karena memenangkan tender?" tanya Cetrine di sebrang telpon.
"Tidak ibu, Farhan tidak memberitahuku." Maulana semakin memeramat bagian hatinya, meski sudah meminum pereda nyeri, tapi rasanya masih belum berkurang.
"Ya sudah, sekarang kamu kesini. Jangan lupa bawa istrimu juga."
Maulana mengangguk,"Iya, insya Allah aku datang." Setelah itu ia menutup panggilan telponnya.
Bruk…
Pria itu merebahkan tubuhkan di atas ranjang, berharap rasa sakitnya akan sedikit reda setelah istirahat sejenak.
Cklek…
Fira baru saja selesai mandi, matanya menyipit ketika melihat suaminya berbaring dengan kaki masih menjuntai ke lantai. Ia pun menghampiri sang suami.
"Paman, kau kenapa? Wajahmu pucat sekali?" tanyanya heran.
Maulana memandang sang istri, gadis itu terlihat segar setelah mandi,"Tidak apa, hanya sedikit tidak nyaman. Istirahat sebentar nanti juga baikan. Sayang, hari ini Farhan mengadakan pesta untuk merayakan keberhasilannya memenangkan tender, kau ikut ya?" balasnya. Ia sengaja tidak mengatakan yang sebenarnya agar gadis itu tidak takut kalau dirinya akan mengambil hati sang gadis.
Terimakasih telah membaca sajadah merah, jangan lupa berikan vote, simpan ke libary dan berikan reviue. Novel ini sangat kurang reviuw, bintangnya 5 ya?
Saya tunggu