Chereads / Sajadah Merah / Chapter 21 - episode 2

Chapter 21 - episode 2

Sajadah merah episode 21

Farhan menautkan dirinya di depan cermin, bibirnya tersenyum manis memperhatikan penampilannya. Dasi kupu-kupu sebagai pelengkap sudah sempurna, ia yakin kakak iparnya pasti akan tertarik dengannya. Tapi, kenapa kakak dan kakak iparnya juga belum keluar dari kamar. Orang pasti akan bingung, terkadang dalam satu rumah mereka bisa menggunakan telpon untuk berkomunikasi, salahkan saja ayah tirinya yang membangun rumah seperti istana ini. Dirinya ikut tinggal di kediaman Mizuruky juga karena mengikuti sang ibu tercinta, wanita itu terus merengek memintak agar dirinya ikut tinggal bersama Maulana karena sang ibu mengkhawatirkan kondisi kesehatan putra pertamanya tersebut. Tapi tidak masalah juga, toh kakaknya itu juga sangat baik terhadapnya.

Pria itu melangkahkan kaki menuju lalu mengulurkan tangannya membuka pintu tersebut, moodnya jadi buruk ketika melihat kemesraan antara Maulana dan Fira. Gadis itu terus menggandeng lengan suaminya tanpa mau melepaskannya. Kenapa juga di saat dirinya membuat sebuah pesta, yang terlihat pertama kali justru pemandangan yang tak menyenangkan tersebut? Tapi dari pada terus berlarut dalam perasaan tidak enaknya lebih baik membuat mereka renggang, dengan cara datang ke pesta bersama mereka berdua, pesta diadakan di gedung tersendiri.

Farhan segera berjalan menghampiri Fira dan suaminya,"Malam, kakak dan kakak ipar. Kalian akan pergi ke pesta yang ku buat?" tanyanya basa-basi.

Maulana memperhatikan adiknya tersebut, bukankah pria itu yang mengadakan pesta? Tapi kenapa masih di sini? Apakah berniat membiarkan para tamu menunggu?

"Farhan, kenapa kau masih di sini? Bukankah seharusnya kau sudah di pesta itu untuk menyambut para tamu?"

"Eheheh…" Farhan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Bagaimana cara menjelaskan pada kakaknya, tentu saja dirinya tidak akan datang sendiri sebelum gadis tercintanya itu hadir.

"Aduh, kak Ivan. Kakak ini bagaimana si? Aku sengaja menunggumu, jadi aku tidak berangkat duluan, karena ingin berangkat bersama kalian berdua. Lagi pula kan di sana sudah ada ibu, jadi tidak apa kan kalau aku ikut satu mobil dengan kalian berdua?" balas Farhan mencoba mencari alasan agar bisa satu mobil dengan gadis tercintanya tersebut.

Fira sama sekali tidak perduli, baginya asal bersama suaminya, ia tidak masalah di dalam mobil ada siapa saja.

"Baiklah, kalau begitu kau yang mengemudi," balas Maulana sambil melempar kunci mobil.

Farhan tercengang, bukankah di rumah ini banyak supir, kenapa harus dirinya yang dijadikan supir. Lagi pula biasanya kakaknya kalau pergi ke acara pesta pasti sambil iring-iringan dengan banyak mobil mewah. Ia harus protes, dirinya tidak boleh dijadikan supir. Dandanan sudah kayak pangeran begini masak nanti harus keluar sebagai seorang pelayan?.

"Tunggu kak Ivan. Kakak pergi ke pesta menggunakan berapa mobil?" tanyanya penasaran.

"Tentu saja satu, hal semacam itu saja kamu harus tanyakan," balas Maulana. Farhan semakin tidak mengerti, ini kakaknya kesambet jin apa ya? Tidak biasanya pria itu akan pergi ke pesta menggunakan satu mobil.

"Tapi, biasanya kakak pakai iring-iringan banyak mobil," lanjutnya penasaran alasan sang kakak.

"Tentu saja, memangnya kenapa?" balas Maulana heran. Farhan semakin bingung dibuatnya, apakah ini karena penyakit kakaknya semakin parah jadi otaknya juga sedikit mengsle, bukankah tadi dia bilang kalau hanya menggunakan satu mobil, lalu kenapa sekarang bilangnya juga menggunakan iring-iringan?.

"Kak Ivan, tadi kakak bilang kalau kakak hanya menggunakan satu mobil, kenapa sekarang jadi iring-iringan? Kakak aku tahu kau sedang sakit, tapi yang sakit kan livermu, bukan otakmu. Jadi tidak mungkin kau sudah pikun," geramnya.

Maulana tersenyum kecil melihat adiknya terlihat sangat kesal karena ucapannya, tentu saja dirinya tidak lupa. Tapi dia juga tidak bilang tidak menggunakan iring-iringan mobil mewah bukan?

"Farhan, aku memang menggunakan satu mobil, karena tubuhku tidak bisa dibagi-bagi. Kalau masalah iring-iringan kan, itu bukan aku yang menaikinya. Tapi boydiguard yang menaikinya. Aku tetap satu mobil," jelas Maulana membuat Farhan kehabisan kata-kata. Kakaknya itu terkadang suka sekali menggunakan kata-kata yang membingungkan.

"Bilang dong yang jelas dari tadi, kenapa harus muter-muter?! untung aku nggak punya darah tinggi, bisa langsung kambuh kalau aku terus-terusan bicara sama kakak," kesalnya. Setelah itu pria itu lansgung membalikkan badannya, baru selangkah dia lupa kalau kunci mobil sang kakak masih berada di tangannya, ia pun melempar kembali kunci mobil itu.

Dengan mudah Maulana menangkapnya, dia memang sangat hobi menggoda adiknya itu. Pria itu mudah sekali kesal dan ngambek, karena itu dirinya sangat suka untuk mengggoda.

Hampir saja pria itu limbung kalau Fira tidak segera menangkap tubuhnya, matanya memandang sang suami khawatir. Pria itu terlihat menggigit bibir bawahnya seperti orang menahan sakit, rasanya sungguh tidak tega melihat wajah pucat tersebut.

"Paman, kau sakit? Apakah aku…" Ia tak mampu meneruskan ucapannya ketika pandangan sang suami beralih padanya, pria itu tetap tersenyum di sela rasa sakitnya.

"Tidak, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lemas saja, tapi tidak apa." Maulana menegakkan tubuhnya, ia meraih wajah cantik sang istri lalu mengecup keningnya penuh dengan kasih sayang.

"Jangan takut, apapun yang terjadi padaku, aku tidak akan pernah mengambil organ tubuhmu. Itu janjiku padamu, jadi jangan ketakutan."

Fira tidak dapat menyembunyikan rasa sedih dalam hatinya, sebagai seorang istri dia merasa tidak berguna. Di saat sang suami membutuhkannya, dirinya justru menghindar dan malah takut untuk memberikan pertolongan.

"Paman, aku…"

"Sutt." Maulana meletakkan jari telunjuknya di bibir tipis istrinya, membuat gadis itu mendongak memandang suaminya.

"Tidak apa, sayang. Aku menikahimu karena cinta, aku tidak megharapkan apapun darimu selain kesetian dan kepercayaanmu." Pria itu memotong ucapan istrinya, mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu terus diliputi rasa bersalah.

Greb,,

Fira langsung memeluk tubuh ringkih sang suami, ia tidak tahu kalau pria itu berusaha menahan sakit yang belum reda sedari tadi.

"Paman, aku selalu berharap kau akan sembuh."

Maulana tersenyum lemah, ia menyandarkan kepalanya di bahu sang istri. Kakinya terasa lemas sering rasa sakit yang dirasakannya, tangannya terus meremat bagian hatinya.

Fira merasa berat menyanggah tubuh sang suami, ia pun mencoba melepaskan suaminya. Ia tersenyum lega karena pria itu masih bisa berdiri tegak,"Paman, apakah kita kerumah sakit saja?" tawarnya.

"Tidak, aku sudah baik-baik saja, lebih baik kita berangkat sekarang," balas Maulana. Dia tidak akan mungkin membiarkan istri tercintanya sendirian dalam pesta tersebut, ia dapat melihat tatapan tidak suka adiknya ketika melihat dirinya bermesraan dengan sang istri.

Fira memandang suaminya tidak yakin, wajah pria itu masih pucat, mampukah untuk menghadiri pesta?

"Ta-tapi paman, kau terlihat pucat. Aku takut kau akan pingsan lagi."

"Insya Allah tidak, sudalah. Ayo kita bergegas." Maulana meraih pinggang istrinya lalu membawanya berjalan dengannya,"Maafkan aku, sayang. Aku hanya tidak ingin ada pria lain yang mencoba menarik perhatianmu," batinnya.