Sajadah merah episode 8: Pesta pernikahan.
"Aku harus mencari cara agar bisa pergi kepernikahan kak Lana, aku ingin menyanyikan sebuah lagu sebagai hadiah, sekaligus agar dia mengingat kenang-kenangan yang dulu dia berikan padaku." Fira berjalan mondar-mandir di depan cermin, sesekali ia memandang pantulan wajahnya, bibirnya tersenyum ketika hatinya merasa puas dengan penampilannya.
"Istriku."
Gadis itu mengalihkan perhatiannya pada sang suamu yang berbaring di atas tempat tidur, entah kenapa ia merasa kalau pria itu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Karena biasanya sehabis sholat isyak akan langsung mengaji hingga lama, bukan langsung kembali ke kamar dan tiduran.
"Paman, kau sakit?" tanyanya penasaran.
"Tidak, aku baik-baik saja. Apakah ada yang bisa ku lakukan untukmu?" balas Maulana dengan senyum bertengger di bibirnya. Fira segera menghampiri suaminya ketika pikirannya berkata bahwa pria itu akan membantunya.
"Paman, aku mendapat undangan dari dosen fiqih ku. Aku ingin hadir, tapi tidak ada yang menemani, paman mau tidak menemaniku?" tanyanya dengan wajah penuh harap seperti kucing mintak dibelai.
"Kau sangat ingin hadir?" jawab Maulana malah balik tanya.
"Iya, aku ingin menyanyikan sebuah lagu untuknya. Dulu, kak Lana pernah memberiku sebuah sajadah merah, dia ingin aku menggunakan sajadah itu untuk sholat. Di dalam kotak itu juga ada mukenah kecil, al qur an dan busana muslim. Aku yakin itu maskawin untukku." Fira tersenyum sendiri ketika menjelaskannya pada suaminya, sedetik kemudian matanya mengembung dengan air, karena sekarang pria yang dikiranya pemberi sajadah itu akan menikah dengan jodoh pilihan ayahnya.
Maulana berusaha bangkit dari posisi tidurnya, penyakitnya kambuh, tubuhnya menjadi lemas dan tidak bertenaga. Perutnya nyeri dan mual, jadilah ia memutuskan untuk istirahat setelah sholat isak,"Sayang, jangan sedih. Apakah kau tahu? Terkadang apa yang menurut kita baik, belum tentu di hadapan Allah itu baik juga. Mungkin dia memang bukan jodohmu, lagi pula nama Maulana di dunia ini kan bukan hanya dia saja." Pria itu berusaha untuk menghibur istri kecilnya.
Fira mendongakkan pandangannya menatap mata sang suami, iris pria itu biru sama persis dengan pria 10 yang lalu, hanya saja nama suaminya itu Mizuruky Ivan bukan Ivan Maulana Rizky. Tapi memang ada benarnya, kalau nama Maulana di dunia ini tidak hanya satu mungkin juga ribuan.
"Paman, sejak kapan warna matamu berubah biru?"
Maulana tersenyum mendengar pertanyaan tidak masuk akal gadis itu, sejak dirinya lahir iris matanya memang berwarna biru tidak pernah berubah seperti pertanyaan itu.
"Sejak lahir, sejak lahir suamimu ini iris matanya memang berwarna biru," jawabnya.
Fira menyerngit heran, kenapa selama ini dirinya tidak tahu kalau warna mata sang suami itu berwarna biru?
"Sayang, kalau memang sangt ingin hadir, biar suamimu ini yang mengantarkannya."
"Tapi paman terlihat kurang sehat," balas Fira tidak yakin.
"Tidak apa, insya Allah, suamimu ini masih sanggup untuk menemanimu," jawab Maulana lembut.
"Baiklah, aku akan menunggu." Bibir mungil itu tersenyum lega.
Greb…
Maulana terkejut menerima pelukan secara mendadak dari istrinya, ia ternsenyum mengingat 10 tahun yang lalu gadis itu juga memeluknya seperti ini, dia pun membalas pelukan sang istri.
"Suatu hari nanti kau akan tahu siapa sebenarnya Maulana yang kau cari," katanya dalam hati.
"Baiklah, biarkan suamimu ini bersiap dulu." Maulana melepaskan pelukannya lalu bangkit dari tempat duduknya.
Dulu waktu aku masih bersama dia
Dia yang ku cinta, dia yang aku puja
Ku di beri tanda mata "Sajadah Merah"
Katanya agar aku rajin ibadah
Sayang kisah ku dengannya, hanya sekejap saja
Dia menikah dengan pilihan "Ayahnya"
Walau harus menderita, namun tetap berdo'a
Semoga dia yang ku cinta berbahagia
Merana kini aku memang merana
Tapi pantang bagiku tuk berputus asa
Kusadari cinta tak harus memiliki
Karena jodoh, rejeki, mati, oh takdir Illahi
Tinggalah kini
Oh... Sajadah merah
Kawan setia dalam ibadah.
Maulana tersenyum sendiri mendengar lantunan lagu qosidah sang istri, ia yakin kalau gadis itu sangat mencintai dirinya hanya saja tidak tahu kalau pria 10 tahun adalah suaminya sendiri,"Istriku, suaramu sangat bagus. Kau terlihat sangat mencintai pria itu."
"Iya, aku selalu menunggunya. Tapi ternyata, dia malah menjadi milik orang lain, bukan milikku," balas Fira tersenyum sedih.
"Sudah, jangan bersedih lagi. Ayo kita berangkat." Maulana menghapus air mata istrinya, lalu menggandeng jemari mungil tersebut.
**
Suasana bahagia terpancar jelas diacarra resepsi Maulana Nur Ishaq seorang dosen Fiqih yaitu dosennya Fira, pria itu duduk di atas singgahsana dalam bahasa jawa biasanya disebut kuade. Senyum simpul kedua mempelai terlihat sangat anggun dan menawan,"Aku juga ingin duduk di sana," gumam Fira saat baru saja memasuki tempat pernikahan tersebut.
"Jangan sedih, nanti suamimu ini akan membuatkan resepsi pernikahan termegah kalau sudah siap untuk menerima ku sebagai suamimu." Maulana merangkul bahu istrinya.
Fira mendogak sejenak, setelah itu ia kembali fokus pada sepasang pengantin tersebut. Hatinya tetap saja belum bisa menerima kalau sekarang yang menjadi pendamping hidupnya adalah seorang pria keturuan Eropa, lihat saja tingginya mungkin sekitar 190,"Aku tidak pernah berharap menjadi istrimu, jadi aku tidak ingin ada resepsi."
Maulana tersenyum getir mendengarnya, entah sampai kapan gadis itu menutup hatinya, mungkin dirinya memang harus lebih keras dalam berusaha membimbing gadis itu agar menjadi istri shalehah.
"Selamat datang, Tuan Maulana."
Fira tersentak mendengar seorang pria paruh baya tiba-tiba menyambut kehadiran meraka dan memanggil sang suami dengan nama pria 10 tahun yang lalu.
"Ah, terimakasih. Selamat atas pernikahan Ishaq dan istrinya, maaf tidak membawa kado apapun. Tapi saya ada sedikit ucapan selamat untuk kedua mempelai," balas Maulana ramah.
"Ayah." Maulana Nur Ishaq menghampiri sang ayah, ia juga tersenyum menyambut kehadiran sahabat lamanya.
"Mas Maulana, apa kabar?" tanya Ishaq.
"Alhamdulillah, aku baik. Aku kesini karena istriku mendapat undangan pernikahan darimu," balas Maulana.
Ishaq mengalikan perhatiannya pada Fira, ia tidak menyangka kalau muridnya itu akan datang, padahal dia sudah berpikir kalau gadis itu tidak akan hadir karena masih mengira bahwa dirinya adalah pri 10 tahun yang lalu.
"Iya, aku sengaja mengundang Fira. Aku juga ingin membuktikan, bahwa aku bukan Maulana 10 tahun yang lalu. Namaku bukan Ivan Maulana Rizky, tapi Maulana Nur Ishaq. Sedang dokumen yang ditemukan waktu itu bukan punyaku, tapi punya mas Maulana." Pria itu berusaha menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi antara dirinya dan muridnya.
"Aku mengerti." Maulana mengalihkan perhatiannya pada sang istri, ia memandang air muka gadis itu. Hanya kesedihan di wajahnya, mungkinkah memang sang istri tidak pernah menginginkannya.
"Untuk pak Maulana." Fira menyerahkan kotak berisi kado pernikahan untuk dosennya tersebut, setelah itu ia langsung berbalik dan pergi pergi meninggalkan pesta pernikahan tersebut.
Maulana memandang kepergian istrinya dengan tatapan tak dapat diartikan, mungkin saja hati sang istri kecewa karena ternyata pria yang dicari adalah dirinya bukan seorang pria yang kini telah menjadi pengantin.
Terimakasih telah membaca sajadah merah, silahkan berikan reviw dan komentar.
Episode berikutnya:
Maulana berlutut di depan istrinya, ia memintak maaf karena tidak mengatakan kebenarannya, dia bersedia menerima hukuman dari gadis itu. Melihat ketulusan sang suami, Fira merasa menjadi wanita jahat, tidak seharusnya dirinya egois dan hanya mementingkan perasaannya sendiri. Ia pun membantu sang suami bangkit lalu memeluknya erat,"Maafkan aku, paman. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu."