Chereads / Sajadah Merah / Chapter 9 - episode 9: Kenyataan tak terduga

Chapter 9 - episode 9: Kenyataan tak terduga

Sajadah merah episode 9: Kenyataan

Firanda sock menerima kenyataan bahwa seorang pria yang selama ini dia cari dan ditunggu adalah suaminya sendiri, pria itu bahkan tidak mengatakan apapun ketika dirinya mengatakan tentang menunggu seorang pria 10 tahun lalu. Tubuhnya merosot di atas kursi taman, ini sangat mengejutkan untuknya. Sekarang ia tidak tahu harus bersikap bagaimana pada sang suami, lemah lembut, penuh kasih atau tetap berusaha menjaga jarak. Dia sama sekali tidak bisa memikirkan hal ini.

Maulana memandang sedih sang istri, ia sangat ingin menghibur gadis itu, tetapi munginkah istrinya bersedia menerima penjelasannya.

Mendadak nyeri di hatinya kembali terasa, ia pun sedikit membungkukkan tubuhnya dan mencengkram bagian tubuhnya yang terasa sakit.

"Aku harus apa sekarang?! kenapa ini sangat membingungkan untukku?"

Pria itu mendongakkan pandangannya mendengar suara pilu penuh dengan keputus asaan dari sang istri, mengabaikan rasa sakitnya dia melangkahkan kaki menghampiri istrinya tersebut.

"Sayang."

Fira tidak berniat untuk menjawab panggilan lembut tersebut, hatinya masih kalut dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Melihat sang istri enggan untuk menjawab panggilannya, Maulana menekut kedua lututnya di depan istrinya,"Maaf, aku tidak bermaksud membohongimu."

Fira terkejut melihat seorang suami berlutut di depannya, kenapa pria itu harus melakukan semua ini demi untuk mendapat maaf darinya. Bukankan selama ini dirinyalah yang sering menyakiti hati suaminya, tapi malah sang suami yang memintak maaf, ini semua tidak benar.

"Apa yang kau lakukan? Bangunlah." Ia mencoba untuk membantu suaminya bangkit tapi bukannya bangkit tubuh pria itu justru limbung dan tersunggur di kerasanya paping.

"Paman…!!"

Gadis itu sock melihat suaminya tiba-tiba pingsan dengan wajah pucat bahkan darah mengalir dari hidung mancungnya,"Paman, kamu kenapa? Jangan membuatku panik seperti ini. Ayo bangun." Ia mengguncanhkan tubuh pria itu pelan berharap suaminya tersebut bisa bangun dan membuka matanya, tapi tetap saja sang suami tidak kunjung membuka matanya.

"Nak, apa yang terjadi?"

Seorang pria paruh baya menghampirinya,"Paman, suamiku tiba-tiba pingsan. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan." Fira mencoba menelaskan.

"Kita harus segera membawaya kerumah sakit," balas pria paruh baya tersebut. Gadis itu mengangguk, setelah itu mereka membawa Maulana ke rumah sakit terdekat.

**

Cetrine berjalan tergesah-gesah di sepanjang lorong rumah sakit ketika mendengar kabar bahwa putra kesayangannya pingsan dan dibawa ke rumah sakit,"Ibu, tenanglah. Aku yakin kakak pasti akan baik-baik saja." Seorang pria 25 tahunan, kulit kuning langsat , mata sipit dan tubuh jangkung. Ia tahu kalau ibunya mengkhawatirkan putra pertamanya, tetapi tidak harus tergesa-gesa dan panik seperti itu.

"Farhan, apakah kamu tidak tahu. Kakak mu itu sakit serius, wajar ibu sangat khawatir," balas Cetrine sedikit keras.

"Aku mengerti, tapi kalau ibu terlalu panik, kakak juga tidak akan suka," jawab Farhan.

"Sudalah, kau diam saja!"

Pria itu langsung diam ketika ibunya membentaknya, meski mereka satu ibu lain ayah tetapi dirinya berharap bahwa kakaknya itu akan baik-baik saja, semenjak kedua orang tuanya meninggal, sang kakaklah yang menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja tanpa mengenal lelah, bahkan tidak pernah memperdulikan kesehatannya sendiri.

"Fira, apa yang terjadi? Kenapa Ivan bisa pingsan?" Cetrine mencecar menantunya ketika sudah sampai di depan ruang UGD.

"Aku tidak tahu, ibu. Paman tiba-tiba saja pingsan, aku juga sock melihatnya," jelas Fira.

"Kau tahu kalau suamimu sakit, masih saja mengajaknya keluar malam-malam," tegur Cetrine.

"Tidak, ibu. Aku tidak tahu kalau paman sedang sakit, dia sendiri yang bilang kalau dia baik-baik saja," bantah Fira.

"Kau ini bagaimana? Sebagai seorang istri, harusnya kau lebih memperhatikan suamimu. Sudah dua hari kondisi suamimu itu tidak stabil, tadi pagi dia terus muntah-muntah," bentak Cetrine.

"Ibu, sudahlah. Jangan marahi kak Fira terus, aku yakin kakak juga tidak setuju jika ibu terus-terusan bentak kak Fira." Farhan mencoba untuk menenangkan ibunya, ia tidak tega melihat istri kakaknya menundukkan kepala dengan tubuh bergetar karena ketakutan.

Grek…

Mereka bertiga langsung mengalihkan perhatiannya pada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD,"Dokter, bagaimana dengan putra saya?"

"Tenang, nyonya. Pasien sudah tidak apa-apa, dia juga sudah sadar. Tapi pasien masih sangat lemah, tolong jangan di ajak banyak bicara dulu," jelas dokter ramah.

"Terimakasih, dok."

Setelah dokter itu pergi, Cetrine segera masuk kedalam ruang UGD untuk memastikan keadaan putranya. Fira menghapus air matanya ketika mertuanya itu sudah menghilang dari pandangan matanya, hatinya sakit menerima bentakan tersebut. Meski dirinya hidup miskin, tapi tidak sekali pun orang tuanya membentaknya, tapi setelah menikah, dirinya justru dibentak oleh mertuanya.

**

"Van, bagaimana perasaanmu?" tanya Cetrine ketika berada di dekat putranya.

"Fira, mana ibu?" Maulana justru menanyakan keberadaan istrinya, mau tidak mau wanita itu harus menahan amarah.

"Van, untuk apa si kau masih menanyakan istrimu. Kalau saja kau tidak berpesan pada ibu agar menjodohkanmu dengannya, ibu tidak sudi punya menantu seperti itu. Tidak ada bakti-baktinya pada suami," balas Cetrine kesal. Maulana mencoba tersenyum meski terasa sulit, mau bagaimana pun juga dirinya tidak bisa meninggalkan sang istri meski apapun yang terjadi, karena kuwajiban seorang suami adalah me,lindungi istrinya, bukan hanya di dunia tetapi di akhirat.

"Kak, Ivan. Aku akan memanggil kak Fira." Farhan membalikkan tubuhnya lalu melangkahkan kaki meninggalkan ruawangan tersebut untuk memanggil kakak iparnya.

"Kak, Fira."

Fira mengalihkan perhatiannya ketika sebuah suara memanggil namanya,"Kak Ivan, ingin bertemu dengan kakak."

"Baiklah." Fira mengangguk, setelah itu ia segera melangkahkan kaki masuk kedalam ruang UGD untuk menemui suaminya.

"Paman, maafkan aku," sesalnya.

Maulana tersenyum, ia pun berusaha untuk bangkit dari posisinya lalu melambaikan tangannya memberi isyarat agar sang istri lebih dekat padanya,"Sayang, kau tidak perlu mintak maaf. Ini bukan salahmu, aku yang seharusnya mintak maaf karena tidak memberitahumu sebelumnya," balasnya lembut.

Greb…

Gadis itu langsung menghambur ke dalam pelukan suaminya, di antara semua manusia yang pernah dia temui, hanya pria itulah yang selalu bersikap lembut terhadapnya selain ibunya tentu saja,"Huhuhu…paman, aku takut. Paman, jangan pingsan lagi."

Maulana membalas pelukan istrinya, sesekali ia menyerngit menahan sakit di hatinya,"Sudah-sudah. Istriku, jangan bersedih lagi, suamimu ini baik-baik saja, bukankah yang terpenting sekarang kau sudah tahu bahwa akulah pria yang menemuimu 10 tahun yang lalu. Aku berharap, kau tidak akan menahan diri lagi terhadapku."

Dahi gadis itu berkerut, ia pun melepaskan pelukannya. Dia menatap suaminya penuh dengan tanda tanya,"Menahan diri, apa maksudnya aku menahan diri apa?"

"Menahan diri untuk tidak menyerang suamimu ini, bukankah ketika kau berusia 8 tahun, kau segera naik di atas tubuhku dan mengatakan kalau kau sudah menyerahkan tubuhmu padaku," jelas Maulana membuat wajah gadis itu bersemu merah.

"Paman, apaan is ah?! jangan ingatkan itu lagi, tidak mau-tidak mau. Rasanya aku sungguh memalukan," balas Fira menutupi kedua wajahnya dengan telapak tangan.

"Rasanya sungguh memalukan kalau ingat kejadian itu, meski sebenarnya kalau saja tidak ada ibu mertua dan adik iparku. Aku pasti akan menelanjangi tubuh menggoda iman tersebut. Oh ya Tuhan, kuatkan iman hambamu ini," katanya dalam hati.