Sudah hampir satu minggu aku bersekolah di Kingsley High School. Setiap hari aku berangkat bersama dengan Erick. Semenjak mereka tahu aku sepupu Erick, aku merasa mendapat perhatian lebih dari mereka. Tapi yang membuatku kesal adalah jika mereka mendekatiku hanya karena ingin dekat dengan Erick. Fans Erick terkadang menatapku dengan iri karena aku beruntung bisa menjadi sepupu Erick.
Di sore yang masih terik, aku meluangkan waktuku untuk menonton latihan bola Erick. Aku mengajak Bianca,Sharon dan Melanie tapi mereka sedang ada acara. Kalau ditanya kenapa aku mau datang ke sini. Jawabannya hanya satu yaitu aku menunggu Erick. Karena aku tahu latihan ini berlangsung lama, aku memilih tempat duduk dipojok depan. Tempat ini paling nyaman yang tidak terlalu terpampang sinar matahari. Selain itu hanya beberapa orang yang duduk di blok kursi penonton ini.
Sambil mendengarkan musik lewat headseat, aku mengamati permainan sepak bola mereka walaupun aku tidak mengerti tentang sepak bola. Yang perlu kuketahui hanya tim mana yang paling banyak memasukkan gol. Karena terlalu panas, kebanyakan dari mereka melepas baju seragamnya. Ini seperti tontonan yang pantas dilihat oleh para gadis, termasuk aku. Ayolah siapa yang tidak tertarik dengan sixpack mereka yang terpampang jelas. Selain aku banyak juga gadis - gadis yang menonton. Mereka berteriak histeris sambil menyemangati tim sepak bola sekolah kami. Aku sedikit bisa mendengar obrolan mereka tentang laki - laki yang terlihat 'hot' dimata mereka.
Entah berapa jam lamanya, latihan itu belum selesai juga. Dan karena penat menunggu aku malah tertidur dikursi penonton yang terasa empuk. Aneh, bukannya kursi penonton itu dari besi. Aku langsung terbangun kaget. Dan melihat laki - laki asing berambut coklat dan bermata abu- abu. Wajahnya tidak asing, tapi aku tak bisa mengingat pernah melihatnya dimana. Dia menyeringai kepadaku, dan memberiku botol minuman kepadaku.
"Terima kasih," Kataku sambil mengambil botol minuman yang diberikan padaku. Setidaknya dengan minum air, aku jadi sadar kembali.
"Jadi kamu siapa? Dan kenapa kamu bisa disini, maaf maksudku sejak kapan aku tidur dipangkuanmu?" Tanyaku pada laki - laki itu
"Aku Peter. Kurasa sekitar setengah jam. Aku ingin menemui temanku yang sedang latihan lalu aku melihat seorang gadis yang tidur dikursi penonton. Aku tidak tega melihat seorang gadis tidur di kursi penonton yang keras ini. Dan setelah kudekati ternyata kamu sepupunya Erick,"
Peter? Aku ingat namanya sekarang. Dia teman Erick yang populer juga. Aku hanya pernah melihatnya sekali saat makan dikantin.
Oh, Nevermind. Fokus pada dirimu sendiri,Jennie. Jadi, kenapa aku bisa tertidur ditempat seperti ini. Kau sungguh memalukan Jennie. Tatapan mataku terarah pada jaket hitam yang jatuh dipangkuanku. Aku memang hanya memakai kaos tanpa lengan dan kemejaku aku ikatkan dipinggangku.
"Terima kasih atas pinjamannya. Dan maaf karena merepotkanmu," Kataku sambil menyerahkan jaket itu pada Peter. Dia hanya menyeringai menatapku. Dia mempunyai tampang baby face tapi punya beberapa tindik ditelinga kirinya. Wajahnya sangat menyenangkan untuk dilihat. Mungkin karena itu dia termasuk The Kingsley Boys.
Aku mengalihkan pandanganku ke lapangan sepak bola. Ternyata mereka sudah selesai latihan. Aku melihat Erick dan Daniel berjalan ke arah tempat aku duduk dikursi penonton.
"Kau berhutang padaku Erick," Kata Peter.
"Aku tak memintamu untuk menjaga Jennie yang tertidur dibangku," Jawab Erick dengan tenang
"Ini hanya naluriku sebagai lelaki yang ingin menjaga gadis cantik. Dia terlalu imut untuk dibiarkan tidur dibangku kayu yang keras," Kata Peter sambil mengerlingkan sebelah mata kirinya padaku
Aku hanya tersenyum paksa menanggapi Peter. Lalu beranjak dari tempat duduk dan berdiri didepan Erick
"Kau akan diantar pulang Daniel. Aku masih harus ke suatu tempat," Kata Erick
"Kenapa kau tak bilang dari tadi Erick?! Aku sudah menyia- nyiakan waktuku untuk menunggu sepupu yang menyebalkan sepertimu," Marahku pada Erick.
"Kau boleh marah tapi kau tak mungkin bisa pulang sendiri jika aku mengatakan daritadi. Tenang saja Daniel akan mengantarmu pulang dengan selamat, " kata Erick sambil berjalan pergi
"Oh ya satu lagi, bersihkan dulu air liur mengering dibibirmu itu. Dan rapikan rambutmu yang mirip Singa Jantan,"
Aku langsung mengambil handphonenya dan menatap wajahku dilayar. Sial. Yang dikatakan Erick benar. Akan lebih baik jika aku berlari pergi dari sini. Tapi mereka sudah terlanjur tahu. Harga diriku sebagai wanita sudah tercoreng akibat perbuatan memalukanku yang seenaknya tidur di kursi penonton.
"Maaf Daniel, aku harus ke toilet sebentar. Kau tunggu saja di area parkir mobil. Sampai jumpa Daniel, Peter," Kataku sambil menutupi rambut dan wajahku dengan kemejaku. Aku langsung berjalan cepat meninggalkan mereka berdua.
Ini momen paling memalukan bagiku. Dia sungguh menyebalkan. Stupid Erick. Andai didekatku ada kolam, aku lebih baik terjatuh ke dalamnya daripada harus dipermalukan seperti ini.
Aku mencuci wajahku untuk menghilangkan bekas air liurku. Lalu mengikat rambutku ke atas. Tak lupa aku juga memakai lipgloss pink agar tidak terlihat pucat. Semoga saja mereka tadi tidak menertawaiku. Harga diriku sepertinya tertinggal di kamarku.
Saat aku sampai di area parkir, Daniel sudah menungguku diluar mobil ferrari merahnya. Dia melambaikan tangannya kepadaku.
"Apa aku terlalu lama?" Tanyaku pada Daniel
"Aku baru menunggu 10 menit disini. Kita langsung pulang sekarang?"
"Tidak. Tahun depan," Kataku dengan kesal. Kenapa dia menanyakan hal yang sudah tau jawabannya. Daniel malah tertawa mendengar jawabanku barusan. Ayolah, aku bukannya sedang bercanda. Apa kau tak mengerti kalau aku kesal? Aku ingin cepat sampai rumah.
Aku segera masuk kedalam mobilnya dan diikuti Daniel. Ferrari Daniel melaju pelan keluar dari pintu gerbang sekolah. Jarak rumah Erick dengan sekolah memang lumayan jauh. Perjalanan yang ditempuh sekitar setengah jam. Itu pun dengan kecepatan 70-80 km/jam.
"Bagaimana Kingsley High School? Apa kau menyukai sekolah kami?"
"Sekolah yang cukup bagus. Kurasa ini sekolah terbaik yang dari sekolahku yang sebelumnya."
"Dimana sekolahmu dulu? Apa disekitar Los Angeles juga?"
"Sekolahku di negara Indonesia."
"Jadi,kau pindah kemari sendirian?"
"Ya aku hanya sendirian."
"Apa kau tidak takut sendirian disini? Jauh dari orang tua?"
"Aku tinggal dengan Paman Bernett dan Bibi Katyln, mereka sudah kuanggap orang tuaku yang kedua. Lagi pula aku pernah tinggal di kota ini 7 tahun lalu,"
"Jadi kau menghabiskan waktu kecil di Los Angeles lalu pindah ke Indonesia?"
"Bisa dibilang seperti itu. Mom bertemu dengan Daddy disini, mereka jatuh cinta dan menikah. Tapi kami harus kembali ke Indonesia karena nenek terkena kanker, nenek menyuruh Mom pulang. "
"Apa nenekmu sudah sembuh?"
"Nenek meninggal 2 tahun yang lalu."
"Aku turut berduka. Jadi orang tuamu menetap di Indonesia sekarang? Kau juga akan kembali ?"
"Ya, setelah lulus kuliah aku akan kembali."
Daniel bertanya tentang kehidupanku. Kurasa itu bukan hal yang menjadi rahasia. Aku menjawab semua pertanyaannya. Tapi aku belum menanyakan satu pun tentangnya.
"Apa kau sudah punya pacar?" Tiba2 Daniel bertanya seperti itu padaku
"Aku sudah punya satu," Kataku dengan tenang. Dia menatapku dengan ekspresi yang menurut pandanganku dia terlihat kecewa. Aku tidak tahu apa alasan Daniel menatapku seperti itu.
Tentu saja aku bohong kalau aku punya pacar. Daniel sendiri yang menganggap serius perkataanku. Mana mungkin gadis sepertiku punya pacar? Aku bahkan belum pernah jatuh cinta.
Kami akhirmya sampai didepan rumah Erick. Aku merasa bersalah karena membohongi Daniel. Sebelum aku membuka knock pintu mobil aku menatap Daniel.
"Aku hanya bercanda kalau aku punya pacar. By the way, terima kasih sudah mengantarku pulang. Sampai jumpa besok Daniel,"
Saat aku akan keluar dari mobil, tangan Daniel memegang tangan kiriku. Aku mengarahkan pandanganku menatap mata abu - abu Daniel.
"Aku akan menelponmu nanti."
"Memangnya kau sudah tahu berapa nomorku? Kau minta Erick? " Tanyaku pada Daniel. Aku merasa tidak pernah memberinya nomor, kemungkinan kedua dia minta dari Erick.
"Ya. Dari Erick."
Apa dia menyebarkan nomorku ke semua teman2 nya? Aku takut kalau dia benar2 berniat menjualku ke gangster. Buktinya nomor ku dia berikan seenaknya pada orang lain. Nomor itu privasi. Aku lebih memilih orang itu minta langsung kepadaku daripada ke orang lain. Tapi mau bagaimana lagi, sudah terlanjur.
"Oke. Sekarang kau bisa lepaskan peganganmu ini. Aku harus turun,"
Daniel baru melepaskan genggaman tangannya dariku.