Chereads / Mi Chico Malo / Chapter 9 - 9

Chapter 9 - 9

Daniel membawaku ke sebuah restauran yang tak jauh dari sekolah. Restauran ini cukup besar dan kurasa menu harganya pasti mahal. Didalam ternyata pengunjungnya cukup ramai. Disini aku bisa melihat para chef yang masak secara langsung diluar. Tanpa ada penutup sama sekali. Daniel memilihkan tempat duduk yang kosong tepat di depan para chef yang memasak.

Salah satu dari mereka menyapa Daniel. "Hei Niel, bukankah ini masih jam sekolah?"

"Ya tapi setidaknya ini jam makan siang. Aku punya tamu spesial hari ini." Jawab Daniel sambil melirikku

Chef laki - laki berambut hitam yang sebagian dicat merah melihatku sambil tersenyum.

"Jadi kalian tengah berkencan?" Goda chef itu kepadaku

"Tidak, aku hanya temannya. Lagipula ini pertama kalinya aku ke sini."

Jawabanku logis bukan? Kalau aku pacarnya pasti aku sudah diajak dari dulu. Sebelum aku berbicara tentang pacar, aku harusnya mengatakan kalau aku belum lama mengenal Daniel.

"Menurutku kau bukan seorang teman biasa hingga kau diajak kemari. Kau gadis pertama yang dibawa oleh Niel. Jadi bagaimana menurutmu tentang Niel?"

Aku merasa tersanjung saat mendengar pernyataan chef itu. Berarti aku adalah orang beruntung. Tapi bagaimana kalau chef itu hanya berbohong? Maksudku bisa saja setiap gadis yang datang ke sini mereka mengatakan kalau dia gadis pertama yang dibawa Daniel.

"Aku tak yakin kalau Daniel belum pernah membawa gadis kemari. Benarkan Daniel?"

Daniel kini sudah bergabung di dalam dengan chef itu. Aku bahkan baru menyadari kalau dia sudah berdiri disamping chef itu.

"Hentikan Ben, kau membuatnya tidak nyaman disini, " Jawab Daniel

"Ayolah Niel, aku hanya mengajaknya berbicara. Aku tak kan mengambil gadismu..." Kata Chef yang bernama Ben, lalu dia menatapku," Silahkan menikmati restaurant kami,nona."

Aku tidak menghiraukan Ben tetapi aku tertarik dengan Daniel yang mulai memasak. Keren. Dia seperti chef sungguhan. Dia punya bakat seperti ini juga? Ya Tuhan. Aku terpana melihat kemampuannya. Dibandingkan denganku seorang gadis yang malah tidak bisa memasak. Agak miris jika nanti aku menikah dan tidak bisa memasak seperti Mom. Mungkin itu gen yang diturunkan oleh Mom kepadaku. Saat masih muda Mom juga tidak bisa memasak.

Bau harum masakan Daniel sudah membuat cacing di perutku berteriak gembira. Aku tidak tahu nama masakan Daniel, tapi dia membuat makanan seperti pasta dan juga ada grilled steak daging sapi. Aku sudah tak sabar ingin memakannya. Sambil menunggu makanannya matang, aku melihat sekeliling restaurant. Hampir 80 persen pengunjungnya adalah wanita. Mereka ke sini selain untuk makan sepertinya juga ingin melihat para chef yang terlihat keren.

Daniel menata masakannya dengan teliti lalu menyajikan makanan itu didepan meja tempat dudukku. Dia hanya menyajikan makanannya satu porsi. Aku langsung bertanya padanya," Kenapa hanya 1 porsi? Memangnya kau tidak makan?"

"Aku bisa makan nanti. Itu untukmu semua," Jawab Daniel

Karena selesai memasak, Daniel keluar dari area dapur restaurant dan duduk disampingku.

"Kamu hebat Daniel. Kau sudah seperti Chef professional," pujiku

"Terima kasih atas pujiannya. Cobalah. Aku berharap kau menyukainya."

Aku segera mencicipi pasta yang dibuat Daniel. Aku memberinya nilai 10 dari 10. Lalu aku beralih dengan grilled steaknya.

"Aku tidak tahu harus berkata apalagi, ini makanan terbaik dari yang pernah kutemui."

Daniel menatapku sambil tersenyum," apa kau mau memakannya lagi jika aku memasak untukmu?"

"Tentu saja Daniel. Aku akan senang jika kau melakukan hal itu. Apakah kau juga sering memasak untuk Erick dan Peter?"

"Aku tidak pernah memasak untuk seorang teman laki - laki. Kecuali untuk keluargaku."

Maaf Daniel jika pertanyaanku aneh. Walaupun pernah mengajak mereka ke sini, tapi Daniel sudah pasti tidak mau memasak untuk mereka.

"Sudah sejak kapan kau belajar memasak? "

"Waktu umur 7 tahun kurasa. Setelah Mom meninggal kami sekeluarga harus belajar bertahan hidup, salah satunya memasak. Walaupun ayahku menikah lagi, tapi aku masih senang memasak sendiri."

"Aku turut berduka cita. Jadi kau memasak untuk seluruh keluargamu?"

"Ya, karena ayah selalu sibuk bekerja jadi aku yang memasak. "

"Pasti sangat berat hidupmu. Apa kau punya saudara? Mereka pasti membantumu bukan." Kataku sambil mengunyah steak yang masuk ke mulutku

"Ya tetapi saudara tiri, 2 kakak laki- laki dan 1 adik perempuan. Kau juga punya adik bukan?"

"Ya, tapi dia masih sangat kecil. Sejak aku pindah kemari aku selalu rindu dengan senyumannya. Dia selalu mengikutiku. Bahkan dia pernah merengek minta ikut denganku saat aku akan pergi ke rumah temanku. Dia suka sekali tidur dikamarku. Suatu saat dia mencoret buku catatanku dan aku memarahinya sampai dia menangis. Untungnya dia tidak mengulanginya lagi. Dia juga suka sekali duduk dipangkuanku dan terlelap. Dia suka memberiku kejutan seperti memberiku es krim, dan

...." aku berhenti berbicara karena menyadari aku terlalu bersemangat. Aku menatap Daniel khawatir. Semoga dia tadi tidak kesal mendengarkan ceritaku yang panjang lebar tadi.

"Kenapa berhenti? " tanya Daniel

"Maaf seharusnya aku tidak berbicara seperti ini. Kau menganggapku cerewet bukan?" Tanyaku

"Aku tidak berpikiran seperti itu padamu. Justru aku senang jika kau mau bercerita padaku. Kau hanya cerita seperti ini dengan teman dekatmu kan?"

Ucapan Daniel sepenuhnya benar. Mungkin karena aku merasa Daniel seperti kakakku, jadi sifat cerewet ku keluar begitu saja. Aku menyeringai kepadanya. Daniel menyuruhku untuk menghabiskan makananku karena waktu istirahat hanya tinggal 15 menit. Selama aku makan, Daniel terus mengarahkan tatapannya kepadaku. Tapi aku berpura - pura tidak menyadarinya.

Kami kembali ke sekolah tepat kurang 5 menit jam istirahat selesai. Kami bisa cepat sampai sekolah karena Daniel mengemudikan mobilnya 80 km/jam. Aku berterima kasih kepada Daniel sebelum kami berpisah menuju ke kelas. Aku sungguh beruntung bisa berteman dengannya.

Saat aku akan masuk kelas, aku dihadang oleh genknya Clara, Tania dan Issabele. Tania menatapku angkuh sambil menggembungkan permen karetnya.

"Ikut kami sebentar," kata Tania dan Issabele sambil mengandeng lenganku dari samping kanan dan kiri

Aku terpaksa mengikuti mereka. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk kepadaku. Jika mereka hanya berteriak memarahiku, aku tidak apa- apa. Ternyata mereka membawaku ke toilet wanita dilantai tiga yang sepertinya sudah lama tidak digunakan. Agak sedikit menyeramkan disini. Aku mulai berpikiran jangan - jangan mereka akan mengunciku disini.

Belum sempat aku melarikan diri, mereka sudah mendorongku masuk dan menutup pintu toiletnya dari luar. Toilet memang terbuka dari atas, tapi bagaimana caranya aku bisa memanjat naik ke atas?

Oh ya, aku bisa naik dari closet. Kenapa aku tidak berpikiran dari tadi. Aku tahu ini ide gila tapi tidak ada salahnya mencoba. Dinding toiletnya juga sangat tipis. Thanks God. Aku bisa duduk di dinding toilet dengan sukses. Walaupun cukup sulit menjaga keseimbangan. Aku merangkak pelan - pelan menuju ke depan. Sebenarnya aku bisa saja turun ke toilet sebelah, tapi sayang nya pintunya juga tertutup.

Lali aku melihat ada seorang laki - laki memakai masker hitam berjalan ke arah toilet. Dia memakai jaket abu - abu dengan mengenakan topi hitam. Dia berdiri didekat pintu ruang toilet dan menatap seorang gadis yang tengah duduk didinding toilet. Dia sepertinya kaget melihat ada orang lain ditoilet yang sudah tidak dipakai itu. Bukannya menolongku dia malah pergi keluar lagi.

"Hei bisakah kau menolongku?" Teriakku keras, berharap laki - laki tadi mau berbalik. Percuma Jennie, tidak ada respon sama sekali. Sekarang aku harus berusaha sendiri untuk turun. Tak lama aku mendengar suara langkah kaki mendekat ke arah toilet. Aku bersyukur laki - laki tadi kembali.

Yang datang bukan laki - laki tadi, namun seorang dua orang petugas kebersihan. Seorang laki - laki yang masih terlihat muda yang membawa tangga kecil dan seorang wanita paruh baya. Mereka tampak syok melihat posisiku diatas dinding toilet.

"Bagaimana kau bisa naik ke atas dinding, nona?" Tanya laki - laki itu dengan menahan tawa.

Silahkan saja tertawa, aku memang seperti bayi koala yang duduk dicabang pohon dengan tampang innocent.

"Kau itu bodoh sekali,Rubert. Jelas - jelas dia pasti dikunci oleh temannya dari luar, makanya dia naik ke atas. Kasihan sekali, gadis kecilku." Kata wanita paruh itu

"Aku tahu dia terkunci, maksudku aku heran pada nona ini yang bisa naik ke atas. Helena, mana kunci toiletnya?" Tanya Rubert

Mereka membukakan pintu toilet dan membantuku turun dari dinding toilet. Aku berterima kasih padanya karena mereka telah membantuku.

"Jangan berterima kasih padaku, berterima kasih lah kepada anak laki- laki yang menemuiku tadi. Dia yang memberitahuku bahwa ada seorang gadis yang terkunci di dalam toilet. "

Kata wanita paruh baya yang bernama Helena itu.

Anak laki - laki? Apa yang dimaksud adalah laki - laki yang memakai topi dan masker tadi ?

"Apa kalian tahu siapa anak laki- laki itu? "

"Kami tidak tahu karena dia tidak melepas masker yang dia pakai. Dan kami langsung pergi kemari setelah dia memberitahu kami. Apa dia seseorang yang kamu kenal?"

"Sebaliknya, aku tidak tahu siapa dia. Andaikan tahu, aku akan menemuinya dan berterima kasih padanya."

"Dia sepertinya anak yang baik. Aku berharap kau bisa bertemu dengannya kembali, nona. " kata Rubert

Setelah menolongku, mereka pergi karena ada pekerjaan lain yang harus mereka selesaikan. Otakku loading terlalu lama hingga aku baru teringat kalau ada kelas. Aku mengambil ponselku disaku. Aku baru terlambat 15 menit. Itu bukan waktu yang buruk.

Berlagak menjadi atlet lari, aku menuju kelasku dilantai dua. Berkat kebaikan Ms. Kimberly aku boleh mengikuti kelas dengan syarat diberi tambahan tugas. Tak masalah. Lebih baik daripada absen bukan? Aku harus menyalahkan Clara. Dia penyebab utamanya.

Saat aku pulang sekolah, Bianca memberiku sebuah undangan party ke ulang tahun Raymond. Acaranya besok malam. Dia memintaku datang tanpa peduli ada alasan apapun. Dia juga menyuruhku untuk mengajak Erick.

Aku mengiyakan undangannya. Aku belum pernah merayakan ulang tahun versi Amerika. Aku dengar banyak makanan dan minuman serta dentuman musik DJ. Merayakan ulang tahun tidak harus memakai kue tar, menurutku.