Alena's POV
Aku berjalan pelan menuruni tangga karena sebagian lampu dapur sudah dimatikan mengingat jam sudah menunjukan pukul 01.00 PM. Sudah terlalu larut untuk aku berkeliaran dirumah.
Aku terbangun karena perutku terus berbunyi minta diisikan makanan, salahku juga karena hanya makan sedikit saat makan malam tadi. Memang begitu saat memasuki periodeku, nafsu makanku memang akan menurun.
Dengan pelan agar tidak mengeluarkan suara, aku membuka kabinet lalu mengambil panci yang ada didalam. Aku berencana membuat mac & chese. Setelah menaikkan panci berisi air ke atas kompor, aku berbalik kearah kulkas untuk mengambil macaroni dan keju cheedar. Tapi tanpa disangka, sudah ada Alex berdiri bersandar dikulkas sambil menggaruk kepalanya.
"Ngapain lu?" tanyaku.
"Harusnya gue yang nanya, lu yang ngapain masak tengah malem?"
"Ya kan laper, udah minggir." aku mendorong Alex agar bergeser sedikit dari kulkas, setelahnya aku mengeluarkan macaroni dan keju.
"Lu gak ada niatan masakin gue gitu?" ucapku lalu memandang Alex yang tengah minum di meja Bar.
"Idih ogah, byee." setelah itu dia berjalan meninggalkan dapur tanpa rasa bersalah.
"Kembaran laknat." ucapku pelan lalu melanjutkan acara memasakku. 15 menit kemudian makananku selesai, aku berjalan menuju ruang tengah dan berencana makan disana sambil menonton film. Kantukku benar-benar hilang karena lapar.
Setelah menyetel TV, aku mulai makan sambil menikmati film Zombie War. Mataku tetap fokus dengan mulut mengunyah, rasa masakanku tidak terlalu buruk juga rupanya.
Namun langkah kaki dari tangga membuat fokusku terpecah, sedikit lega saat tau Vino yang muncul bukan Zombie seperti yang aku bayangkan. Aku kembali menonton dan makan dengan tenang, sesaat Vino bergabung tapi malah tiduran disofa dengan pahaku sebagai bantalnya. Vino memang agak manja padaku, mungkin karena dia paling cebol dan umur kami hanya beda sebulan. Sedangkan bang Arsen dan Kak Putra beda setahun denganku dan Alex. Alex juga kadang manja, namun aku yang malas memanjakannya.
"Ngapain Vin?" tanyaku heran.
"Tidur."
"Kenapa gak dikamar?"
"Kebangun gara-gara berisik, pas gue liat ternyata lu."
"Hehe maaf, gue laper."
"Hm."
Aku kembali fokus menonton dengan Vino yang terlelap dipahaku, tidak terasa film sudah selesai dan aku sudah kekenyangan. Berniat membangunkan Vino karena aku ingin kembali ke kamar untuk tidur, namun kasihan melihatnya sudah nyenyak. Karena terlanjur mengantuk, aku pun tertidur dengan posisi duduk.
••••••••••••
"Ya ampun Mas, liat tuh anak sama keponakan kamu. Punya kamar gede tapi tidurnya di sofa. Mana ada bekas piring dan kaleng minuman lagi."
Mataku perlahan terbuka saat mendengar suara Bunda.
"Bangun Lenaa, hari ini kamu janji mau temenin Bunda sama Mami belanja. Ayo cepetan keburu malem kita pulang."
"Bunda ngapain belanja sampai malem?" terdengar Ayah bertanya.
"Mau shopping lah mas, nanti black card kamu meledak jadi aku bantu kempesin."
"Ada-ada aja Bun." aku berkedip beberapa kali dan terkejut mendapati Bunda menatapku garang. Aku menunduk saat sadar Vino masih lelap bahkan sekarang tengah memeluk pinggangku.
"Vin, Vino. Bangun Vino, bunda ngamuk." ucapku sambil menepuk-nepuk pipi Vino.
Dia akhirnya bangun lalu beranjak duduk disampingku.
"Kok gue bisa tidur disini?" tanya Vino, terlihat bersandar disofa mencoba mengumpulkan nyawa.
"Mana bunda tau, yang tidur kamu bukan Bunda." sesaat kemudian Bunda berbalik menatapku, "Lena ayo buruan mandi sayang."
Aku terkekeh lalu berlari menaiki tangga menuju kamarku, dijalan aku sempat ketemu Ayah yang menggeleng maklum dengan tingkahku. Buru-buru aku mandi lalu bersiap. Aku, Bunda, dan Mami---Ibu Kak Putra dan Vino, memang sudah janjian mau ke mall hari ini. Selain shopping, aku juga mau beli keperluan sekolah dan Girltime bareng ibu-ibu Hartadja.
Setelah memoles bibir dengan lipbalm, aku beranjak mengenakan sepatu Puma X BTS yang baru sampai kemarin. Lalu setelah itu segera keluar sebelum Bunda kembali mengomel.
Saat aku sampai dimeja makan, meja sudah penuh dengan Eyang, Ayah dan papi, Bunda dan mami, serta kakak-kakakku. Terlihat Bang Arsen dan Kak Putra mengenakan seragam SMA lalu Alex dan Vino dengan pakaian rumahan mereka.
"Bang Arsen sama Kak Putra ngapain make baju sekolah?"
"Gue sama Arsen panitia MPLS. Jadi mau rapat hari ini." aku hanya ber-oh ria dengan jawaban Kak Putra. Bang Arsen dan Kak Putra memang anak kelas 11 yang menjadi anggota Osis sekaligus panitia MPLS di SMA Tribakti. Dan besok adalah hari pertama MPLS untukku, Alex, dan Vino. Kami bertiga akan segera duduk dibangku SMA. Waktu cepat sekali berlalu, seingatku baru kemarin aku dan Alex bertengkar karena berebut dot.
"Jangan ikat rambut." ucapan bang Arsen tiba-tiba sambil menatapku. Aku menaikkan alis tanda tidak paham dengan mulut penuh sandwich.
"Jangan ikat rambut, lehermu jadi terlihat." lanjutnya. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban karena masih sibuk mengunyah, tanganku bergerak melepas ikatan dirambutku lalu membiarkan rambut hitamku tergerai.
"Posesif banget si Kimia." goda Alex yang juga tengah sarapan disampingku.
"Diam." jawab bang Arsen sambil menatap tajam Alex.
"Lu gak sadar diri? Sendirinya Posesif juga." balas Kak Putra lalu menunjuk Alex dengan pisau yang ada ditangannya. Aku memutar mata kesal, apa mereka tidak sadar kalau ber-empatnya itu posesif? Dasar.
"Bun ayo, Lena udah selesai."
"Emang Nana mau kemana?" tanya Eyang dengan panggilan Nana yang khusus Eyang beri padaku. Aku terkekeh karena pertanyaan Eyang mewakili pertanyaan ke-empat saudaraku yang baru saja ingin mereka katakan.
"Nana sama Bunda dan Mami mau belanja, Eyang." Tuan Hartadja, atau sering kami panggil Eyang adalah kakekku. Istri beliau yang tak lain adalah nenekku sudah lama meninggal karena sakit.
"Jangan kelamaan, besok Nana udah sekolah."
"Iya Eyang, kami gak bakalan lama. Paling cuma 10 jam." jawab Mami lalu terkekeh.
"Gak eyang, Lena gak ikut MPLS." Bukan aku yang menjawab tapi Alex. Baru saja aku ingin membalas tapi Bang Arsen dan Kak Putra juga ikut menyambung.
"Iya, Lena gak perlu ikut MPLS. Dia cukup ke sekolah setelah kegiatan itu selesai." ucap bang Arsen.
"MPLS itu melelahkan, lebih buruk lagi jika nanti Lena malah mendapatkan bully dari senior." kali ini Kak Putra yang bicara.
"No no, Lena ingin ikut MPLS. Lena bisa jaga diri, apalagi ada Vino dan Alex." bela ku.
"Tidak, meskipun gue dan Alex ada tapi tidak setiap waktu kami berdua ada didekat lu." aku menghela nafas gusar, Vino juga tidak berada dipihakku.
"Bundaaa, mamiiii. Mereka gak izinin." oke satu-satunya cara adalah dengan membuat Bunda dan Mami mendukungku. Sekuat mungkin aku mencoba merajuk dan meminta pertolongan Bunda dan Mami.
"Sudahlah kalian ber-empat. Lena gak bakalan kenapa-kenapa, ada Dewi dan Yuka." Bundaaaa i love you.
Aku melihat raut muka mereka yang suram, aku terkekeh dan berlalu memeluk Bunda.
"Cihh, pake bala bantuan lu." sindir Alex, aku menendang kakinya membuatnya berbalik melotot lalu menarik ujung rambutku.