Chereads / The Last Of Origin / Chapter 22 - Rasa Penasaran Miyuki

Chapter 22 - Rasa Penasaran Miyuki

(POV MIYUKI)

Hari Minggu ketiga di bulan Juni. Musim panas telah tiba dan suhu diluar rumah sudah mencapai 35° celcius. Jika aku membawa penggorengan dan sebuah telur keluar rumah maka aku bisa membuat telur mata sapi dengan suhu sepanas ini.

Tapi dengan suhu yang sangat panas ini tidak membuatku menyerah kepada tujuan utamaku yaitu mendekati Kojima. Karena hari ini hari Minggu, jadi Kojima sekarang berada di panti jompo untuk mengurus para lansia seperti biasanya. Aku juga sudah janjian dengan pengurus panti jompo di sana untuk mengurus para lansia seperti Kojima.

"Nak Miyuki terima kasih ya mau membantu kami disini hari ini," Ucap salah satu pengurus di panti jompo ini.

"Iya sama-sama. Mohon bantuannya."

Setelah itu aku masuk kedalam panti jompo dan sudah melihat Kojima yang menemani kakek-kakek ngobrol. Wajahnya Kojima saat di kelas dan saat berada disini sangat berbeda.

"Ada apa nak Miyuki?".

"Ah, gak apa-apa kok."

Kojima yang mendengar namaku langsung melihat kearah pintu depan dimana aku sedang berdiri. Dia mendatangiku dan entah kenapa jantungku tiba-tiba berdetak dengan sangat kencang saat dia mendatangiku.

"Kamu mau apa kesini?".

Dingin banget dah ini orang. "Kamu juga ngapain disini?," Balasku.

"Menemani kakek dan nenek disini."

"Begitu juga denganku. Jadi mohon bantuannya ya Kojima-kun!".

Setelah itu aku pergi mendatangi pengurus panti jompo tadi.

Hari ini aku bertugas menemani nenek Mio yang memiliki penyakit hepatitis alkoholik. Nenek Mio juga lumayan tempramen jadi aku harus kuat-kuat mental menghadapi nenek ini.

"Ini kamar nenek Mio. Ingat ya nak Miyuki, kalau dia melempar kamu sesuatu kamu gak boleh menghindari nya. Kalau kamu menghindari nya nanti nenek Mio bisa ngamuk."

Sepertinya gak salah aku beli obat pusing kepala kemarin malam di supermarket.

Aku membuka pintu kamar nenek Mio dan melihat nenek Mio yang sedang berbaring di kasurnya sambil melihat kearah luar jendela. Aku mendekatinya dengan sangat pelan agar dia tidak melempar barang kepadaku.

"Nak Kojima?," Suaranya sangat lembut dan penuh kasih sayang.

"Bu-Bukan, saya Miyuki. Hari ini yang mengurus nenek adalah saya."

Dia melihat kearah ku dan wajahnya langsung kecut. "Kamu siapa?," Suaranya yang tadi sangat lembut dan penuh kasih sayang berubah menjadi suara yang kasar dan penuh rasa curiga.

Aku mengaktifkan sihir Immortal ku dan bersiap untuk dilempar barang-barang disekitar nenek Mio.

"Dimana nak Kojima?!".

"Di-Dia di luar."

"Cepat panggil dia dan kamu pergi saja dari ini! Nenek tidak suka dengan anak seperti kamu!".

"Tapi kan yang ngurus nenek itu saya hari ini."

Nenek Mio mengambil vas bunga yang berada didekatnya lalu melemparnya ke wajahku. Dengan sihir Immortal aku memang tidak terluka tapi rasa sakitnya masih bisa kurasakan! Uhh sakit banget.

"Panggil Kojima atau nenek lempar kantung infus ini ke wajamu yang cantik itu."

Kali ini nenek Mio mengancamku sekaligus memuji kecantikan ku. Untuk kali ini aku merasa tersanjung saat dibilang wajahku ini cantik.

"Silahkan saja nenek lempar kalau itu bisa melampiaskan amarah nenek sekarang ini," Ucapku.

Mendengar ucapan ku, nenek Mio menaruh kembali kantung infus itu ke meja didekatnya lalu dia kembali berbaring.

Aku mengambil kursi lalu duduk disebelahnya. "Nenek Mio, saya perkenalkan diri saya lagi ya. Nama saya Hashira Miyuki, saya teman sekelas Kojima."

"Terus tujuanmu kesini?".

"Hmm, sebenarnya saya penasaran dengan Kojima karena saat berada di kelas dia sangat pendiam dan selalu menutup dirinya dari yang lain. Makanya saya datang ke panti jompo ini untuk melihat Kojima saat berada diluar kelas.

"T-Tapi saya juga bakal menemani nenek Mio terus kok sampai sore nanti."

Nenek Mio melihat kearah ku lalu dia tersenyum. Lalu nenek Mio memegang tanganku. "Serius nih kamu mau menemani nenek?," Suaranya kembali seperti saat dia memanggil nama Kojima.

"Iya, saya serius kok" Aku tersenyum.

Setelah itu aku membawa nenek Mio ke halaman belakang untuk menghirup udara segar. Kami berdua ngobrol dengan asyiknya sambil makan siang dibawah pohon. Aku menceritakan semua hal lucu dan semua hal sedih yang pernah kualami termasuk ceritaku dengan kakakku.

"Itu bukanlah salahmu, nak Miyuki."

"Semua orang bilang begitu kok nek. Tapi saya tetap menganggap kematian kakak saya itu salah saya karena Ibu saya sampai sekarang selalu memukul saya setiap bertemu dengan saya."

Nenek Mio mengelus kepalaku. "Tapi tetap saja itu bukan salahmu. Kakakmu mati karena salah sihirnya yang sangat berbahaya" Nenek Mio menggunakan sihir miliknya dan menyirami pohon dengan air yang dia keluarkan dari sihirnya. "Sihir...sebuah kemampuan yang menurut nenek tidak perlu ada di dunia yang kacau ini."

"Kenapa nenek beranggapan seperti itu?".

"Karena, dengan sihir manusia menjadi lebih mudah menyakiti manusia lain. Perang dunia ke-3 saja terjadi karena sihir yang dulu disebut Origin.

"Dulu nenek punya dua anak laki-laki dan perempuan. Nenek membesarkan mereka berdua sendirian karena ayah mereka meninggal dibunuh oleh organisasi Dystopia."

Dystopia...

"Tapi nenek tidak memberitahu mereka berdua tentang kematian ayah mereka karena nenek takut mereka akan balas dendam dan jadi incaran organisasi Dystopia selanjutnya.

"Tapi...usaha nenek menyimpan rahasia itu dalam-dalam semuanya sia-sia. Karena pada akhirnya mereka mengetahui kebenarannya lalu menyerang pasukan Red Barret," Lanjut nenek Mio.

"Terus apa yang terjadi kepada anak nenek?".

"Mereka berdua...dibunuh didepan mata nenek oleh pasukan Red Barret yang diutus Dystopia."

Aku terdiam dan tak berkata-kata. Aku mengerti perasaan keputusasaan yang dirasakan nenek Mio saat itu. Mendengar cerita ini semakin membuatku ingin menghancurkan Dystopia sendirian dan membunuh pemimpin mereka.

"Setelah itu nenek depresi hebat, minum banyak alkholo, dan berakhir ditempat ini dengan penyakit hepatitis alkoholik."

Aku memeluk nenek Mio dengan erat. Penderitanya yang dia simpan selama ini sendirian membuatku kagum kepada nenek Mio.

Setelah banyak bercerita, aku pun membawa nenek Mio kembali lagi ke kamarnya dan menidurkan nya.

Aku keluar dari kamar dan melihat Kojima yang sedang berdiri di pintu kamar nenek Mio.

"Terima kasih telah menemani nenek Mio. Untung kalian bisa akrab."

"Iyalah! Emangnya kamu aja bisa akrab dengan nenek Mio?," Ucapku dengan sombong.

"Baguslah. Kalau begitu aku pulang duluan ya."

"Eh bentar" Aku menarik tangan Kojima. "Kamu mau kemana habis ini?".

"Ke makam Ibuku."

"Aku ikut."

"Ngapain?".

"Kenalan dengan Ibumu."

Sepertinya Kojima tidak punya pilihan selain membolehkan aku ikut dengannya pergi ke makam Ibunya.

Kami berdua pergi ke pemakaman Yanaka dimana tempat dikuburnya Ibunya Kojima. Sesampai kami di makam, Kojima membersihkan rerumputan dan dedaunan disekitar batu nisan Ibunya. Setelah itu dia menyirami batu nisan Ibunya sampai bersih.

"Ibu, lama tidak bertemu. Maaf ya aku jarang mengunjungi Ibu, akhir-akhir ini aku sibuk."

Kojima melihat kearah ku. "Yang disamping ini...Teman—Kenalanku—".

"Anggap aja aku temanmu kenapa sih?!".

"Temanku namanya...."

"Miyuki," Aku tidak tahu sudah berapa kali aku mengingatkan namaku kepada Kojima.

"Namanya Miyuki. Dia teman sekelas ku, dia baik dan dia sanggup menghadapi nenek Mio tadi."

Aku dengan seksama mendengar Kojima bercerita kepada Ibunya. Saat ini Kojima terlihat sangat bahagia saat dia bercerita kesehariannya. Hatiku merasakan kehangatan saat melihat Kojima seperti ini. Hari ini aku sudah puas melihat wajah Kojima yang tidak dia tampilkan saat berada dikelas.

"Ayo kita pulang, udah malam."

"Ah, baiklah."

Kojima pun mengantar aku pulang sampai kerumah.

"Terima kasih telah mengantarkan ku sampai kerumah."

"Iya, kalau begitu—".

"Sebentar! Sebelum kamu pergi bolehkah aku bertanya sesuatu?".

"Apa?".

"Kamu suka sama cewek lain gak sekarang ini?".

"Gak ada cewek yang aku suka dan kalau ada pun itu akan merepotkan ku."

Yes!.

"Dah balik sana."

Setelah itu Kojima pergi pulang ke rumahnya.

Syukurlah, aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan Kojima! Aku tidak akan kalah dari Theresa! Semua adil dalam cinta dan perang karena itu aku tidak akan menyerah mendapatkan Kojima walaupun lawanku adalah Theresa!