William tertegun melihat lelaki tua yang ia yakini bernama Axton, mafia terkenal anggota dewan 13 Demon Heads di depannya. Yuki tersenyum miring melihat reaksi William yang tertunduk saat masuk ke dalam. Yuki akhirnya mengambil langkah dulu dan berdiri di depan Axton.
"Sir, ini salah satu bodyguard barumu, William," ucap Yuki memperkenalkan William.
William mengangguk hormat, namun Axton hanya meliriknya sekilas. Ia kembali bermanja-manja pada ke 4 wanitanya. Yuki menaikkan bola matanya, ia pun berbalik dan menuju ke pintu.
"William, follow me," ucap Yuki mengajaknya keluar ruangan.
William pun menganggukkan kepalanya mohon pamit pada Axton, tapi saat William berpaling dan mengikuti Yuki, tiba-tiba Axton memanggilnya.
"Blue eyes, stop." Ucap Axton sembari memberi kode pada keempat wanitanya untuk beranjak dari sisinya.
Mereka pun menyingkir perlahan dan berdiri di belakang Axton. William menoleh berikut dengan Yuki. Terlihat Axton merapikan jasnya dan meminta salah seorang wanitanya menyalakan cerutunya. Axton masih mengacuhkan William. Yuki kembali mendekati Axton berikut William. Mereka berdua berdiri di depan Axton.
Axton menghisap cerutunya dan menghembuskan asap rokoknya dengan kepala mendongak. William menatap gerak geriknya seksama. Yuki melirik William.
"Kalian keluarlah, aku mau kerja dulu," ucap Axton meminta keempat wanitanya keluar ruangan.
Mereka berjalan melenggang sembari menatap William dengan senyum menggoda. William diam saja tak merespon dan berusaha untuk tetap tenang.
"Berapa umurmu?" tanya Axton yang kini menatap William sambil menyenderkan punggungnya di sofa panjangnya.
"35 tahun," jawab Yuki.
William kaget jika Yuki mengetahuinya, ia meliriknya sekilas. Yuki tersenyum dengan pandangan tetap lurus ke depan.
"Hmm ... spesialisnya?" tanya Axton lagi.
"Senjata, bertarung tangan kosong, pembalap dan playboy," ucap Yuki lagi.
William kini menoleh ke arah Yuki dengan kening berkerut. Yuki malah memonyongkan bibirnya dan balas menatap William. William menghembuskan nafas pelan.
"Apa dia sudah bisa disejajarkan dengan salah satu anak Vesper?" tanya Axton meminta pendapat Yuki.
"Hmm, mungkin setara dengan Sandara Liu," ucapnya menilai.
"Hah? Gadis kecil itu. Wah, apa tak ada kandidat lain?" tanya Axton terlihat kesal.
"Hmm ... jika disandingkan dengan Jonathan atau Arjuna, ia masih kalah jauh," ucap Yuki kembali berkomentar.
William bingung dan mencoba menelaah maksud ucapan Yuki.
"Bagaimana dengan Lysa?" tanya Axton terlihat kesal dengan cerutu masih di apit di antara jemarinya.
"Hahahaha, Lysa? Jangan bercanda tuan. Dia mirip seperti ibunya hanya lebih cantik dan feminim," ucap Yuki geleng-geleng kepala.
BRAKK! Tiba-tiba Axton terlihat kesal. Ia langsung berdiri dan bertolak pinggang. Yuki dan William kaget. Tak lama Sergei masuk dan melihat suasana mencekam di sana.
"Ada apa? Apa aku melewatkan sesuatu? Apa anak baru ini membuat gara-gara?" tanya Sergei menatap William tajam.
William menggelengkan kepala dalam diamnya.
"Sergei! Bagaimana kau menyeleksi para kandidat? Yuki mengatakan jika dia tak bisa mengalahkan anak-anak Vesper! Ini bencana!" ucap Axton terlihat kesal.
Sergei melirik Yuki sekilas dimana Yuki juga meliriknya.
"Well, perekrutan kali ini memang cukup berat tuan Axton. Peraturan baru yang dibuat Vesper akan calon pengganti dewan membuat kita cukup kerepotan. Dia bahkan tak sungkan menggeser para anggota dewan senior sepertimu," ucap Sergei sambil menggaruk dahi dengan telunjuknya.
"Mungkin kau harus mulai menikah dan memiliki anak, tuan Axton. Seperti sahabatmu, Antonio. Bahkan ia mendaftarkan Jason dan Sia sebagai penerusnya," ucap Yuki menjelaskan yang membuat jantung William berdebar seketika, ketika nama Sia disebut. Ia melihat peluang.
"Ehem, sorry, Sir. Maaf jika aku menyela. Jika aku boleh tahu, memang ada apa dengan perekrutan anggota dewan yang baru? Kenapa para mafia 13 Demon Heads mulai memasukkan anak-anak mereka sebagai pengganti?" tanya William memberanikan diri.
Yuki, Sergei dan Axton menatap William tajam. William mulai salah tingkah, ia merasa sedikit takut dengan tatapan para mafia itu.
"Jika kau ingin tahu, kau harus menjadi orang kepercayaanku. Kau masih terlalu awal untuk masuk ke dalam perkumpulan kami, William. Pergilah, Sergei akan mengurusmu," ucap Axton sembari menggerakkan dagunya.
William mengangguk paham. Sergei mengajaknya keluar ruangan. Yuki diam saja ketika William melewatinya. Mereka berdua berjalan menyusuri lorong yang sepi dan sempit. Sergei berjalan di depan William, tiba-tiba Sergei berbalik dan melakukan serangan pada William.
William tertegun, ia spontan menampik juluran tangan kanan Sergei yang akan memukul wajahnya. Sergei kembali melakukan tendangan dengan kaki kiri yang diarahkan ke pinggul dan lengan William secara bergantian. William kembali menampik serangan kaki Sergei dengan lengan kirinya dan BUKK! Kaki kanan William menendang kuat kepala Sergei. Sergei tertegun dan langsung oleng menghantam tembok di sampingnya.
William melangkah mundur dan memasang kuda-kuda. Kedua tangannya mengepal di depan dadanya seperti seorang petinju. Sergei menekuk lehernya ke kanan dan ke kiri, seringainya keluar. Tiba-tiba, ia menghujani William dengan pukulan ke dua tangan ke sisi kanan kiri yang diarahkan ke wajahnya. William melindungi wajahnya dengan kedua tangan ia satukan sebagai blokade melindungi wajahnya dari pukulan Sergei.
William mencoba mengelak dan menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri menghindari pukulan Sergei yang membabi buta. Wajah William tertutupi oleh kedua tangannya. Saat Sergei fokus ingin mengenai wajah William, kembali William mengejutkannya dengan tendangan ke samping pinggul kanannya, Sergei tertegun dan langsung menangkap kaki William. William kaget.
William langsung memegang kepala Sergei dengan kedua tangannya kuat dan DUAKK! William mengantukkan dahinya ke wajah Sergei hingga dia linglung. Sergei melepaskan tangkapan tangannya. William berputar dan DUAKK! BRUKK! "Argh" kepala Sergei kembali ditendang oleh William dengan tendangan kaki kanannya kuat. Sergei jatuh terkapar.
William terlihat ngos-ngosan. Jantungnya berdebar. Sergei begitu tangguh, mengingatkan William akan Igor. Saat Sergei kembali berdiri dan akan mendatangi William, tiba-tiba seseorang berteriak padanya.
"Sergei! Enough!" teriak Yuki mendatanginya dengan cepat.
Sergei menghentikan langkahnya. Ia memalingkan wajahnya dan terlihat kesal. Yuki berdiri di samping William memasang wajah dinginnya. William pun kembali terlihat santai sembari memegang tali tasnya. Ia melirik Yuki sekilas.
"Cukup main-mainnya. Tuan Axton memintamu menandainya, kenapa malah berkelahi dengannya?" tanya Yuki kesal.
Sergei merapikan bajunya dan memalingkan muka.
"Hanya pemanasan. Pukulannya lumayan," jawabnya enteng dan terlihat cuek.
Yuki tersenyum miring. Ia kembali berjalan melenggang lurus ke depan sembari menarik lengan Sergei. Sergei balas merangkul pinggul Yuki. William tersentak. Yuki dan Sergei terlihat mesra seperti seorang kekasih. William diam saja mematung.
"Hei, jangan diam saja, cepat ikuti kami," ucap Sergei menoleh ke arah William.
William tersadar dan langsung bergegas mengikuti Yuki dan Sergei yang masih berangkulan. William berspekulasi jika mereka berdua berpacaran. William tak berkomentar. William dibawa ke sebuah ruangan medis dimana terlihat canggih dengan peralatan komputer di sana. William belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya. Ia sibuk mengamati sekitar.
Yuki mendatangi seorang dokter yang terlihat mirip preman hanya saja memakai jas dokter. William tak habis pikir jika semua pekerja di bawah naungan Axton memang para penjahat di bidangnya. William diminta duduk pada sebuah kursi. Kedua tangannya diikat pada sandaran tangan dikursi itu. William cukup cemas akan diapakan nantinya.
Sorang dokter dengan tato di tangan membawa sebuah tembakan mirip suntikan besar mendatangi William. Mata William terbelalak lebar, ia menelan ludah dan membenarkan posisi duduknya. William bahkan mulai takut saat dokter itu mengarahkan suntikan besar itu ke lehernya. William memiringkan tubuhnya dan JLEBB! "Argh!" William memejamkan matanya merintih kesakitan karena ia ditembak dengan sebuah peluru kecil di lehernya.
Ia batuk-batuk dan wajahnya memerah. Urat di wajah dan lehernya bahkan sampai terlihat menegang. Petugas di depan komputer mulai menganalisa. Yuki dan Sergei berdiri menatapnya seksama. Dokter yang membawa suntikan tadi kembali mendekati William dan membawa sebuah alat scan. Ia mengarahkan ke wajah William dan memindai wajahnya. William memejamkan matanya yang silau terkena sinar hijau dari alat scan.
Dokter itu meletakkan alat scannya dan mengambil sebuah tablet di atas meja di sampingnya. Ia mengotak-atik tablet itu dan berbicara entah bahasa apa pada Yuki dan Sergei. William pusing dan pandangannya kabur. Yuki dan Sergei melirik William sekilas lalu kembali mendengarkan penjelasan dokter itu seksama. Yuki dan Sergei mengangguk mengerti.
William dilepaskan ikatannya oleh petugas di sana. Ia memegangi kepalanya yang pusing. Tiba-tiba ia ingin muntah. William langsung beranjak dari kursinya dan mendekati wastafel di ruangan itu dan muntah di sana. Yuki dan Sergei diam saja tanpa ekspresi melihat perilaku William. Sergei mendekatinya.
"Kau istirahat malam ini. Besok kau akan kembali diseleksi," ucap Sergei ikut membungkuk dan mendekatkan wajah bengisnya ke wajah William yang pucat pasi itu.
"Test? Again?" tanya William terlihat tak sehat.
"Yes, sweet heart," ucap Sergei dengan wajah meledek.
William memejamkan matanya. Entah suntikan apa yang diberikan padanya, tapi reaksi cepat itu membuatnya panas dingin dan mual. William mengangguk mengerti.