Chereads / MRS 2 - Desire / Chapter 23 - part 22

Chapter 23 - part 22

Lova pergi ke kawasan dimana sebuah gedung universitas yang sudah terbakar lama. Ia baru menghubungi Qiandra dan mendapatkan kabar bahwa Revon diculik oleh Oriel. Lova sangat yakin jika Beverly akan berada dalam masalah. Ia takut jika penyamaran Beverly akan terbongkar. Dealova tak ada ketika Beverly membuat kematiannya sendiri tapi ia tahu kejadian itu karena Bryssa mendatangi galerinya dan menceritakan itu. Lova tahu berat bagi Beverly melakukan itu. Ia bahkan tak akan sanggup jika harus membuat kematian di depan Aeden. Tidak, Lova tak sekejam Beverly, ia tak sanggup membuat Aeden sakit seperti yang Oriel rasakan. Ia tidak pulang selama 3 hari saja Aeden sudah kacau lalu bagaimana jika ia tewas? Dan lagi, Lova tak ingin berada jauh dari Aeden. Dia ingin berada di dekat Aeden, ia ingin terus melihat wajah Aeden dan terus mendapatkan perhatian dari Aeden.

Dengan wajah silikon, Lova turun dari mobilnya. Berbahaya jika wajahnya terlihat. Ia tak masalah jika Aeden tahu ia agen tapi ia tak ingin banyak orang mengetahui identitasnya. Seorang agen harus selalu menjaga identitasnya.

Mengendap-endap, Dealova masuk ke dalam gedung. Beberapa orang mengetahui kedatangannya. Lova tak suka bermain lama, ia menembak orang-orang yang menghalanginya. Lova tak tahu dimana Revon dan Beverly berada, dia terus melangkah dan menemukan beberapa penjaga berjaga di depan sebuah pintu. Lova yakin, di ruangan itu pasti ada Revon ataupun Lova. Tak ingin menunggu lama, ia menembak orang-orang yang berjaga disana. Tak mudah melewati orang-orang Oriel tapi orang-orang itu juga bukan tandingannya. Harus agen atau mafia yang hebat yang bisa mengalahkannya.

Lova masuk ke dalam ruangan, dan benar saja ada Revon disana. Lova membantu Revon, ia tak banyak bicara. Ia hanya mengatakan bahwa ia teman Beverly.

Beberapa orang datang, Lova tak punya pilihan lain selain meledakan tempat itu. Dengan bom yang cukup untuk menghancurkan ruangan itu, Lova segera pergi bersama dengan Revon.

Setelahnya ia pergi ke arah lain, dan menemukan Beverly berhasil menyandera seseorang.

"S01!" Ia memanggil Beverly dengan suaranya yang sedikit ia samarkan.

Lihat, apa yang Lova katakan tentang pemimpinnya memang benar, Beverly tak akan mampu melukai fisik Oriel. Tapi sayangnya Beverly sudah melukai hati Oriel. Lova tak akan memilih jalan seperti Beverly. Ia akan menyelesaikan masalah bukan kabur dari masalah dan memilih mati. Jika saja ayahnya adalah Gilliano maka pastilah ia akan membuat pria itu koma atau berakhir dipenjara.

♥♥

"Dari mana kau, Love?"

Lova sudah menyiapkan jawaban, jika Aeden sudah bertanya seperti ini maka pastilah ia sudah mendatangi galeri dan tak mendapatkan dirinya ada disana.

"Mencari inspirasi lukisan." Dan Lova yakin jika Timmy sudah mengatakan hal seperti ini pada Aeden. Lova sudah berpesan pada Timmy, jika ada yang menanyakannya selain dari 3 sahabatnya maka ia harus menjawab Lova sedang mencari inspirasi untuk melukis.

"Kenapa meninggalkan ponselmu?" Ah, benar Lova lupa yang ini, ia melupakan ponsel umumnya dan hanya membawa ponsel yang dihubungi oleh rekan agennya saja.

"Sayang, aku sudah kembali. Maaf, ini salahku. Aku tidak akan melakukannya lagi." Ketika ia salah, ia akan meminta maaf. Ia pasti akan menggunakan nada yang sangat lembut, ia tahu Aeden tak akan kuat dengan nada lembutnya itu.

Aeden memeluk Lova, "Aku hanya takut kehilanganmu, Love."

"Maaf." Lova menyesal. Dia lupa jika dia punya seseorang yang trauma karena tak mendapatkan kabar darinya.

"Jangan meminta maaf lagi. Yang penting kau kembali." See, Aeden tak akan bisa memarahi Lova.

Lova tersenyum, ia memberikan kecupan singkat di bibir Aeden, "Untuk menebus kesalahanku, bagaimana jika kita makan malam bersama diluar?"

"Kau yang traktir?"

"Aku tidak sekaya kau, Sayang. Kau yang bayar, setuju?"

Aeden tertawa kecil, "Apanya yang menebus salah kalau masih pakai uangku."

"Hey, aku ini kekasihmu. Uangmu milikku, uangku milikku sendiri."

"Waw, adil sekali." Aeden mencibir Lova dengan wajahnya yang tersenyum.

"Aku akan membayarnya, Sayang. Apapun yang menjadi milikku adalah milikmu juga."

"Baiklah. Aku akan memesan makanan yang paling mahal."

"Haha, jangan senang dulu. Aku yang akan memilih tempatnya. Makanan disana tidak akan membuat uang hasil menjual lukisanku menipis. Yes, aku memang pintar." Lova memuji dirinya sendiri.

Aeden berdecak, "Bagaimana mungkin kau seperti ini, Love. Astaga."

"Mau atau tidak?"

"Kemanapun kau membawaku, aku pasti akan pergi bersama denganmu, Love."

"Aku tahu itu. Aku akan membawamu ke neraka."

Aeden tertawa kecil, ia semakin mengeratkan kedua tangannya yang ada di pinggang Lova, "Neraka akan menjadi surga jika itu bersamamu, Love."

"Sial!" Lova memaki. Aeden benar-benar memiliki mulut yang tak bisa dikalahkan.

"Haha, bahasamu, Love." Aeden benar-benar geli melihat wajah kalah Lova. "Baiklah, sekarang ayo kita ke kamar. Kita harus mandi dan bersiap untuk makan malam."

"Aih, kau berlebihan. Itu masih 3 jam lagi."

"Benarkah? Kalau begitu kita gunakan 3 jam untuk mandi." Aeden mengedipkan sebelah matanya. Otak mesumnya benar-benar tidak tertolong lagi.

Lova melepaskan pelukan Aeden, "Nafsumu itu, aeden. Luar biasa sekali." Ia melangkah meninggalkan Aeden. Tentu saja prianya mengejarnya dan menggodanya. Apa yang terjadi selanjutnya pasti sesuai dengan pemikiran Aeden.

♥♥

Lova dan Aeden berada di sebuah restoran yang tidak namun memiliki hidangan yang tak kalah dari restoran bintang 5. Kehidupan Lova tak terlalu mewah, ia lebih suka mengunjungi tempat seperti ini untuk makan meskipun ia mampu untuk pergi ke tempat yang mewah. Gajinya dari melukis dan bekerja sebagai seorang agen cukup mampu untuk membuatnya hidup dalam kemewahan.

"Tempat ini tidak buruk, Love. Makanannya juga lezat." See, Aeden yang suka pilih-pilih makanan saja memuji tempat ini. Ah, kalian pasti belum tahu koki dari mana yang bekerja di rumahnya. Koki yang didatangkan langsung dari Italia, seorang koki yang pernah bekerja di sebuah hotel bintang lima, yang wajahnya sering terlihat di layar televisi. Hanya makanan berkelas yang mau Aeden makan, tapi masakan dari Lova juga ia suka. Apapun yang Lova masak pasti akan ia makan dengan habis.

"Aku tidak akan mempermalukan seleraku, Sayang. Aku juga tak akan mungkin membuatmu sakit perut. Aku tahu betapa rewelnya lidah dan perutmu itu."

Aeden tersanjung dengan cibiran Lova, itu artinya wanitanya sangat mengenalinya, "Jika kau memiliki beberapa tempat yang sama seperti ini, ajak aku mengunjunginya."

"Uangku terbatas." Lova menyahut cepat.

Sontak Aeden tertawa, ia tahu wanitanya tak sepelit itu, "Karena kau kekasihku, aku akan memberikan uang padamu setiap bulannya. Aku tidak suka wanita yang menghamburkan uang, jadi gunakan sebaik-baiknya."

"Lihat, siapa yang bicara. Seingatku Aeden Marshwan adalah pria hidung belang yang akan memberikan banyak uang pada wanitanya ketika mereka putus."

Aeden kembali tergelak, "Aih, aku tidak bisa berakting menjadi pria baik di depanmu, Love."

"Jadi apa adanya dirimu saja, Aeden. Aku mencintaimu, ya meskipun aku benci kenyataan kau ini pemain wanita. Bagaimana bisa aku yang perawan mendapatkan pria dengan banyak bekas wanita." Lova mulai drama lagi. Ia mengasihani dirinya sendiri.

"Love, jika kau beradegan teraniaya seperti ini di depan Lovita dan ibunya, aku yakin mereka pasti akan sangat senang."

"Aku tidak suka akting di depan mereka. Aku lebih suka mencabik wajah mereka." Lova berkata jujur.

"Wanitaku memang luar biasa." Aeden memuji Lova. Ia lebih suka wanita tangguh dan tak mudah ditindah oleh orang lain.

Setelah beberapa saat, mereka keluar dari restoran.

"AWAS!!" Lova berteriak sambil menarik tangan Aeden. Sebuah peluru sudah memecahkan kaca mobil Aeden.

Secepat yang Lova bisa, ia meraih senjata api Aeden dan menembak ke arah orang yang sedang berlari.

Dorr..

"Sial! Aku meleset!" Lova memaki. Ia meleset, tujuannya adalah jantung tapi yang kena adalah lengan pria itu.

Sebuah kejadian yang membuat Aeden tercengang, beberapa orang yang juga berada di tempat itu langsung berlindung. Asisten Aeden sudah berlari mengejar si penembak yang telah kabur.

"Bagaimana kau bisa menembak, Love?"

Lova kini melihat ke arah Aeden, ia harus mencari alasan yang tepat agar bisa menjawab kalimat Aeden.

"Aku pernah ikut pelatihan, tapi aku keluar dalam minggu kedua karena tidak tahan dengan kerasnya pelatihan militer." Dan dia berbohong tentang hal ini. "Untung saja kau tidak terluka. Astaga, aku akan menghabisi orang itu jika kau terluka." Lova mengomel. Tak ada orang yang boleh melukai prianya, itu sama saja dengan mencari masalah dengannya.

Aeden ragu, dan kali ini ia benar-benar meragukan kata-kata Lova meski ia sangat ingin mempercayai Lova. Jika seorang keluar dalam minggu kedua dia tak akan seakurat Lova. Lova masih mengenai sasaran meski sasarannya bergerak. Itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang terlatih, seperti dirinya. Tapi, Aeden tak bisa mengatakan jika ia tak percaya pada ucapan Lova, jika memang Lova berbohong maka biarlah itu jadi kenyataannya.

tbc