Aeden berangkat ke kantornya, masih dengan asistennya yang selalu ada di sisinya.
"Bagaimana pencarianmu tentang asal usul penembak itu, Addison?"
"Pria itu seorang pembunuh bayaran yang bekerja untuk Franky."
"Lalu bagaimana dengan Franky?"
"Pria itu sedang dalam pencarian orang-orang kita, Tuan."
Aeden melempar tatapannya ke luar jendela, ia harus mengakhiri semua ini. Tadi pagi ia melihat gurat khawatir di wajah wanitanya. Ia jelas tahu bahwa Lova mencemaskannya, dan ia benci membuat wanitanya cemas seperti ini. Ia benci melihat Lova yang tak rela melepasnya pergi untuk bekerja. Terlebih lagi, Aeden benci ketika ia harus membatasi gerak-gerik wanitanya. Ia mengerti betul apa yang Lova sukai, wanitanya adalah wanita yang bebas, tak suka berdiam diri di rumah, namun karena masalah ini, wanitanya yang bebas harus berada di dalam rumah tanpa boleh pergi kemanapun.
Aeden percaya Lova bisa menjaga dirinya, tapi sebelum Mr. X ditemukan, Aeden tidak bisa mempercayai situasi. Ia tak ingin kehilangan orang yang ia cintai lagi. Cukup kedua orangtuanya yang pergi, dan jangan Lova juga.
"Bagaimana dengan keluarga pria itu?"
"Di pagi hari sebelum penembakan, isteri dan anak pria itu menghilang dari kediaman mereka."
Aeden mengerutkan keningnya, ini pasti berhubungan, "Kirim semua orang kita ke pelosok kota ini, temukan dua orang itu."
"Baik, Tuan."
♥♥
Wajah Aeden terlihat benar-benar dingin, sepertinya akan memakan waktu cukup banyak untuk mendapatkan siapa orang yang ingin membunuhnya. Franky, bos pembunuh bayaran yang dicari oleh Aeden, ditemukan tewas mengenaskan. Pria itu dibunuh secara brutal, dan siapa yang membunuhnya, tak ada yang tahu. Di lokasi pembunuhan yang berada di sebuah tempat parkiran gedung tak terpakai tak ada kamera pengintai. Orang-orang Aeden sudah memeriksa tentang itu.
"Bagaimana dengan keluarga pembunuh bayaran itu?"
"Dari tetangga yang cukup dekat dengan istri pria itu, dia mengatakan bahwa pada hari itu sebuah mobil mewah menjemput istri penembak itu, dia mengatakan jika mobil itu adalah mobil BMW keluaran terbaru berwarna hitam. Saya menanyakan tentang platnya namun wanita itu tidak terlalu tahu. Hanya saja dia melihat raut wajah istri pelaku saat itu seperti sedang cemas atau terancam."
Aeden menutup matanya sejenak, orang yang membunuhnya telah merencanakan hal yang begitu matang. Mr.X tahu jika ia pasti akan mencari istri dan anak pria itu, karena itulah ia lebih dulu membawa istri dan anak pria itu.
"Teruskan pencarian tentang mereka. Kau, ikut aku ke lokasi tewasnya Franky."
"Baik, Tuan."
♥♥
Aeden melihat ke sekitar lokasi pembunuhan. Dari sekitar gedung Aeden mengaitkan satu hal ke satu hal lainnya.
Mata Aeden melihat ke sebuah mobil yang berada beberapa meter dari tempat pembunuhan. Aeden segera melangkah menuju ke mobil tersebut. Ia melihat bagian depan mobil.
"Black box."
"Apa yang anda lakukan di depan mobil saya?" Seorang wanita berdiri tidak jauh dari Aeden.
"Apakah mobilmu sudah ada sejak tadi malam?"
Wanita itu menganggukan kepalanya, "Aku selalu meletakan mobilku disini setiap malamnya, tapi aku keluar sekitar jam 7 pagi untuk berangkat bekerja. Ada apa?" Tanyanya. "Apakah ada hubungannya dengan seseorang yang ditemukan temas di parkiran gedung ini?"
"Bisa aku melihat rekaman dari kamera pengintai mobilmu?"
"Ah, itu. Seseorang telah memintanya dariku. Dia mengaku kerabat dari orang yang terbunuh."
"Seperti apa orangnya?" Tanya Addison ketika Aeden terdiam.
Wanita itu menjelaskan bagaimana penampilan pria itu, "Dia menggunakan mobil BMW keluaran terbaru berwarna hitam."
Dan Aeden tahu sekarang, orang yang membunuh Franky adalah orang yang sama dengan orang yang menjemput istri dari si pembunuh bayaran. Jadi, semua ini berkaitan. Mr.X benar-benar membersihkan jejaknya.
Setelahnya Aeden meninggalkan tempat itu.
"Kita bisa menggambarkan wajah orang itu, Tuan."
"Apa kau pikir dia sebodoh itu?"
Addison melihat ke arah Aeden dari kaca spion mobilnya.
"Jika dia bisa membunuh dengan mudahnya, apa kau tidak berpikir jika dia bisa memalsukan wajahnya. Orang ini hanya meninggalkan satu jejak, mobilnya yang sama dengan mobil orang yang menjemput istri si penembak. Dan mungkin Mr. X tidak sadar jika tetangga wanita itu melihat mobilnya." Aeden akui pria ini cerdik tapi ia bukan orang yang akan dengan mudah menyerah. Ia akan mendapatkan orang itu, ia pastikan itu.
♥♥
Aeden kembali ke perusahaan, ia tersenyum melihat Lova yang berada di dalam ruang kerjanya. Aeden tak akan terkejut melihat kedatangan Lova karena ia melihat 3 mobil orang-orangnya yang ia tugaskan untuk menjaga Lova berada di parkiran. Dan ketika ia berada di lantai tempat ruang kerjanya berada, orang-orangnya telah berbaris rapi di koridor ruangan itu.
"Bosan di rumah, Love?" Aeden memutuskan Lova boleh keluar dari rumah asalkan orang-orangnya mengantar dan menemani Lova kemanapun. Ia tak tega mengurung wanitanya meski demi alasan keselamatan. Ia mengambil sedikit resiko agar wanitanya merasa tak terpenjara.
Lova menunggu Aeden mendekatinya, "Sebenarnya tidak bosan. Aku datang kesini karena aku merindukan seseorang."
"Ah, begitu." Aeden duduk di atas meja, matanya menatap wajah wanitanya yang duduk di atas kursi kebesarannya.
"Bagaimana sekarang? Rindumu sudah terbayarkan, Love?"
"Ya, tentu saja."
Aeden tertawa kecil, "Aku tidak menyangka jika Lova akan sejujur ini tentang perasaannya."
"Kau harus lebih mengenalku, Sayang."
"Ya, tentu saja. Aku memiliki banyak waktu untuk mengenalmu. Seumur hidupku."
Tok... Tok..
"Masuk!"
Pintu terbuka, Yonaz, sekertaris Aeden masuk ke dalam ruangan itu.
"Pak, Ibu Lovita meminta untuk bertemu dengan anda."
"Lovita?" Aeden mengerutkan keningnya, ah, benar, ia sudah menyetujui janji temu dengan wanita itu. "Biarkan dia masuk."
"Baik, Pak." Yonaz keluar dari ruangan Aeden.
"Love, kau tidak masalahkan dengan pertemuanku dan Lovita?"
"Asal tidak mengganggu moodku, itu tidak masalah, Sayang." Lova tersenyum manis. Lebih baik ia berada di dekat Aeden ketika ada Lovita. Lova tak akan kecolongan, ia percaya Aeden tapi ia tidak percaya Lovita. Wanita itu pasti akan mencoba untuk merebut Aeden darinya.
Aeden mengecup bibir wanitanya, "Aku tahu itu, Love."
Lova memiringkan wajahnya setelah Aeden mengecup bibirnya, nah, waktu yang tepat. Lovita pasti tadi melihat adegan kecupan itu. Ini bagus, Lova memberikan pukulan tanpa disengaja untuk Lovita.
"Tamumu sudah berada di dalam, Sayang." Lova kembali melihat ke Aeden.
Aeden turun dari atas meja, ia membalik tubuhnya melihat ke arah Lovita, "Silahkan duduk, Lovita." Ia mempersilahkan Lovita untuk duduk.
Lovita menahan hatinya yang terasa akan meledak, bagaimana bisa ia kalah dari Lova. Bagaimana bisa Aeden lebih memilih Lova. Dari segi wajah, ia jauh lebih baik dari Lova. Dari segi pendidikan, ia jauh lebih berpendidikan, dan dari citra, ia memiliki citra yang luar biasa lebih baik dari pada Lova. Lovita merasa jauh lebih baik segalanya dari Lova.
"Jadi, apa yang membawamu kemari?" Aeden tak menganggap Lovita lebih dari rekan kerja. Dulu ia pernah menyukai wanita ini, tapi itu hanya sebatas rasa suka yang setelahnya menghilang bagai buih. Andai saja Lova tak menghilang malam itu, mungkin Aeden akan lambat menyadari jika ia jauh lebih membutuhkan Lova daripada Lovita.
"Aku datang kemari untuk meminjam dana darimu."
"Aku tidak mempercayai semua yang berhubungan dengan Jayden. Dia pernah mengkhianatiku sekali, dan aku pikir semua bagian dari Jayden adalah pengkhianat. Kau harus mencoba ke arah lain, Lovita. Aku tidak tertarik untuk meminjamkanmu uang." Aeden menolak permintaan dari Lovita. Ia masih waras, ia juga tak ingin berhubungan lebih jauh dengan Lovita. Semua yang tak disukai oleh Lova, ia akan menghindarinya.
"Aku pikir Lova juga bagian dari Jayden, kau nampaknya melupakan itu."
Aeden tersenyum tipis, "Dia bukan bagian dari Jayden, dia hanya Dealova. Dan sejak kapan dia jadi bagian dari Jayden? Jangan menggunakan kalimat itu untuk membuatku mengungkit apa yang terjadi pada wanitaku, Lovita."
Lovita mengepalkan tangannya, "Sepertinya otakmu telah diracuni oleh ular itu. Benar, dia sama dengan pelayan bar itu, perayu pria!" Mata Lovita menatap Aeden tajam.
"Harus kau tahu, bukan dia yang merayuku tapi aku yang merayunya. Jika aku tidak berusaha keras maka saat ini dia tak akan pernah memanggilku sayang. Well, dia berbeda darimu, Lovita. Dia lebih suci dari yang kau pikirkan."
Lova tersenyum penuh kemenangan, lihat siapa yang membelanya. Ia yakin hati Lovita pasti sangat sakit. Harusnya Lovita berkaca terlebih dahulu jika ingin mengejeknya. Aeden jelas bisa membedakan mana wanita baik-baik dan mana wanita munafik.
"Sepertinya tak ada lagi yang ingin aku dengar darimu, kau bisa keluar dari sini." Aeden bangkit dari sofa, bahkan belum sepuluh menit ia bicara dengan Lovita. Ia sudah kembali duduk di atas meja. Tangannya bergerak mengelus wajah lembut Lova.
Mata Lovita memancarkan aura kebencian yang mendalam ke Lova dan Aeden. Kedua tangannya masih mengepal keras.
Aku pastikan kalian akan mendapatkan balasan dari semua ini! Aku pastikan itu!
Lovita bangkit dari sofa dan keluar dari ruangan Aeden.
"Kau menyakiti hatinya, Sayang."
Aeden mengelus kepala Lova lembut, "Aku tak harus memikirkan perasaan orang yang tak memikirkan perasaan wanitaku, Love. Lagipula, aku tak ingin memikirkan perasaan orang lain, satu-satunya perasaaan yang harus aku jaga adalah perasaanmu."
Lova memeluk pinggang Aeden, ia benar-benar beruntung memiliki Aeden yang begitu mencintainya.
tbc