Chereads / SINCERITY OF LOVE (END) (SUDAH TERBIT) / Chapter 35 - SIAPA YANG MENINGGAL?

Chapter 35 - SIAPA YANG MENINGGAL?

Darah bercucuran kemana-mana. Timah panas itu menembus tepat di jantung dua orang yang gila harta. Mereka terkapar dengan luka yang cukup serius. Keserakahan merekapun harus berakhir hari itu juga. Di tangan seorang lelaki yang begitu mencintai Anjeli. Namun sayang kecepatan tangannya membidik kedua orang yang gila harta itu terhenti, sesaat setelah ia menghabisi kedua kakaknya Mirza.

Salah satu anak buah Miqdam ada yang berhasil membidik tepat di dadanya. Seketika itu lelaki yang mengenal Anjeli, jauh sebelum Mirza, terkapar tak berdaya. Dia ambruk hingga tak sadarkan diri.

Polisi yang sebelumnya sudah dihubungi oleh Romi datang setelah kejadian tembak menembak itu. Saat Mirza bernegosiasi dengan miqdam dan Miftah, Romi dengan sigap memanfaatkan keadaan itu untuk menghubungi polisi. Polisi yang sudah berjaga-jaga sejak beberapa jam yang lalu. Mereka datang dan jumlah yang sangat banyak. Mereka berhasil melumpuhkan semua anak buah Miqdam dan Miftah.

Ada juga yang mengangkat tubuh Miqdam dan Miftah serta Romi. Entah mereka ada yang meninggal atau tidak.

"Romi....!!" Teriak Anjeli saat melihat Romi jatuh di sampingnya karena tertembak. kejadian itu membuat Anjeli terpukul dan akhirnya jatuh pingsan karena melihat darah di mana-mana.

Untung saja ular-ular kobra yang berada di kandang tidak jadi dilepaskan. Mirza sangat Terpukul dengan tumbangnya kedua kakak kandungnya itu... ia tidak berani mendekat, khawatir akan mengacaukan penyelidikan polisi. Akhirnya dia hanya bisa melihat kedua kakaknya bersimbah darah. Sampai akhirnya polisi datang dan mengangkat kedua tubuh kakaknya itu. Mirza buru-buru berlari menghampiri istrinya.

"Bangun Anjeli... bangun.. Kamu sudah aman sayang." Mirza berusaha untuk menyadarkan Anjeli lalu memeluknya dengan erat. Dia sangat merindukan istrinya ini, namun Gadis itu belum juga mau membuka matanya. Akhirnya dengan susah payah Mirza berhasil membopong sang istri. Dia bersama dengan Beni berlari secepat-cepatnya menuju ke mobilnya.

Mirza sekilas melihat tubuh Romi yang terletak di atas mobil polisi. Ingin rasanya dia melihat keadaan Romi. Kalau bukan karena Romi, mungkin dia sudah kehilangan semuanya. Dia berharap Romi bisa terselamatkan.

Polisi telah membekuk semua anak buah miqdam dan Miftah. Mereka semua akan digelandang ke kantor polisi

"Pak, bolehkah saya membawa istri saya ke rumah sakit?" tanya Mirza kepada salah satu polisi.

"Tentu saja boleh Pak. Tetapi nanti mungkin kami membutuhkan bantuan anda untuk menjadi saksi."

"Tidak masalah Pak. Saat ini yang terpenting adalah menyelamatkan istri saya. Dan tolong kabari saya perkembangan tentang laki-laki itu." Mirza menunjuk ke arah Romi.

"Baik Pak. Nanti kami akan selalu menginformasikan kepada anda tentang perkembangan kasus ini. Karena ini sudah masuk ke kasus kriminal, Oleh sebab itu nantinya akan diproses secara hukum. Dan untuk dua orang yang lainnya, mereka sudah tidak bernyawa lagi. "

"Innalillahi... mereka kakak saya Pak. Baiklah Pak. Saya harap kita bisa ngobrol lagi nanti. Saat ini yang terpenting saya harus segera membawa istri saya ke rumah sakit."

"Ya silakan saja." Mirza memberikan nomor ponselnya pada polisi agar pihak berwajib bisa tetap berkomunikasi dengannya.

Mirza berlari mencari ruang IGD di rumah sakit yang terdekat dengan tempat kejadian tadi. Anjeli yang di bopong olehnya, tampak begitu pucat dan tubuhnya sangat lemah. 'Sudah berapa hari Dia tidak makan?' Tanya Mirza dalam hati.

"Dok, tolong istri saya...!" teriak Mirza saat tiba di ruang IGD. Perawat menghampiri Mirza dan membantu meletakkan Anjeli di atas brankar. Dokter memeriksa Anjeli dengan teliti.

"Bagaimana kondisi istri saya Dok?"

"Istri anda dehidrasi dan untung saja kandungannya tidak apa-apa. Tapi dia harus dirawat di sini beberapa hari untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Baik Dok, tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya."

"Baik, Pak. Setelah ini istri anda akan dibawa ke ruang perawatan."

"Terimakasih banyak, Dok."

Beni yang menunggu di luar juga tampak cemas dengan keadaan istri bosnya. Kejadian tadi membuat semua orang syok. Apalagi Anjeli yang sedang hamil.

Beni merasa sedikit lega saat Mirza keluar dari ruangan IGD. Sesaat kemudian Ada Anjeli yang berbaring di atas brankar dan di dorong oleh beberapa perawat. Mirza dan Beni mengikuti mereka dari belakang.

"Bagaimana Mbak Anjeli, Bos?"

"Dia dehidrasi dan Alhamdulillah kandungannya baik-baik saja. Tapi dia harus dirawat di sini."

"Syukurlah.. Kalau begitu saya belikan makanan dulu ya Bos. Bos Mirza pasti lapar."

"Aku tidak ingin makan Ben."

"Bos harus makan biar tetap sehat. Biar bisa jagain mbak Anjeli. Lakukanlah untuk Mbak Anjeli dan calon bayi kalian."

"Kamu Benar, Ben. Baiklah aku akan sehat demi istri dan anakku."

"Nah gitu donk Bos. Saya tinggal dulu ya." Mirza mengangguk. Lalu masuk ke dalam ruangan. Anjeli masih belum sadarkan diri. Ada beberapa perawat yang menungguinya.

Mirza duduk dengan lesu. Kalau benar kedua kakaknya sudah meninggal, maka kini dirinya tidak punya saudara lagi. Harta membuat keduanya hilang akal sehat dan menghalalkan segala cara. Permasalahan tidak serta merta berakhir dengan kematian mereka. Lagi-lagi Mirza akan menjadi orang yang menanggung hutang-hutang mereka. Belum lagi keluarga yang ditinggalkan. Mirza pusing dibuatnya.

"Mas.. " Anjeli menggerakkan jari-jarinya lalu dengan lirih menggumamkan nama Mirza. Mirza sontak menghampiri istrinya. Memandang wajah cantik istrinya yang sudah berbulan-bulan tidak ia lihat.

"Anjeli... Mas di sini sayang?"

"Mas, Romi bagaimana?" Mirza kaget dengan pertanyaan Anjeli yang justru menanyakan Romi. Ada rasa nyeri yang lebih tepatnya disebut cemburu saat Anjeli menanyakan laki-laki itu.

"Mas belum tahu kabarnya, An. Kita tunggu kabar dari kepolisian ya?"

"Ini semua salahku, Mas. Coba kalau aku tidak kabur waktu itu. Mungkin semua ini tidak akan terjadi." Anjeli menitikkan airmata.

"Semua sudah terjadi, An. Tidak ada harus disesali. Yang penting sekarang kamu selamat, dan kita bisa bersama lagi."

"Tapi aku merasa bahagia di atas penderitaan Romi, Mas. Aku tadi melihat Romi menembak kedua kakakmu. Dan aku juga melihat bagaimana Romi ditembak karena itu." Anjeli semakin terisak. Romi telah mengorbankan dirinya sendiri untuk dia dan Mirza.

"Mas tahu, An. Kita berdoa saja. Semoga Romi selamat dan dia akan pulih seperti sedia kala."

"Aamiin..." Tubuh Anjeli dipeluk oleh Mirza. Kehangatan menjalar di tubuhnya sebelum akhirnya ponsel Mirza berbunyi.

"Halo, Assalamualaikum."

"..."

"Innalillahi wainnailaihi rojiun."

"..."

"Terimakasih Pak." Mirza menutup sambungan telponnya. Dia tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan pada istrinya.

"Ada apa, Mas? siapa yang meninggal?"

"An, tenangkan dirimu ya.. Kamu istirahat saja dulu. Nanti kita bicara lagi."

"Tidak mas, tolong beritahu aku, siapa yang meninggal, Mas?" Anjeli menangis histeris. Dia memukuli lengan suaminya berharap ini bukan tentang seseorang yang telah menyelamatkannya.

"Romi, An. Romi meninggal.." Tangis Anjeli pecah saat itu juga.