Chereads / My Deadly Beautiful Queen / Chapter 30 - Salam Yang Mulia Raja

Chapter 30 - Salam Yang Mulia Raja

Meski sebenarnya tak ingin, Rendra memaksanya. Ia menitipkan budak yang ia beli sembari membeli makanan. Ia kembali degann banyak sekali makanan.

"Tuan, ini banyak sekali. Kau pasti orang kaya." Kata para petugas itu.

Rendra tersenyum. "Aku suka kerajaan ini. Ada budak dan banyak hal menarik. Sayangnya aku harus segera pergi."

"Tuan, kau akan pergi?"

"Benar" jawab Rendra. "Saat aku datng, aku tidak melihat kalian."

"Oh, itu karena pemeriksaan diperketat baru sejak kemarin. Kami sedang mencari seorang buronan wanita. Ia adalah Putri Mahkota Kerjaan, yang telah membunuh Permaisuri dan Putra Mahkota." jelas salah satu dari mereka. "Kami harus mengecek kelengkapan setiap orang yang akan keluar dari daerah kami."

"Tunggu, aku membawa budak. Apa ini tidak akan masalah. Budak yang aku beli ini, bahkan aku belum memberinya nama. Aku juga tak mengenal asal usul maupun identitasnya."

"Tuan, jangan khawatir, budak itu bukanlah buron. Bukankah, aku sendiri yang memilihkan untukmu?"

Rendra mengangguk.

"Budak, huh akan lebih baik jika aku terus menutup kepalanya agar mereka tidak kabur." Kata Rendra.

Rendra meminta Ming untuk membawa budak itu. Ia akan segera masuk ke pelabuhan dan pergi dari tempat itu.

"Tuan, kau yakin? Budak ini begitu bau. Apa tidak sebaiknya kita ganti pakaiannya dulu?" kata Ming.

"Hah, benar juga. Kita bahkan tak memiliki persedian pakaian perempuan. Baiklah, beli pakaian termurah dan suruh ia ganti baju. Ambil uang ini."

Ming segera mengambil uang dan pergi membeli pakaian. Tak lama, ia kembali dengan pakaian yang ia bawa.

"Hei, segera ganti pakaian mu." Kata Rendra kepada budak itu.

"Di sini?" tanya Ming, "Semua orang akan melihat tubuhnya tuan. Apa anda tidak kasihan? Meski ia budak tetaplah manusia."

"Kau benar" ujar Rendra. "Cari temapat ganti, dan suruh ia kenakan baju itu. Ingat untuk selalu menutup matanya. Aku tak ingin dia melihat ke mana kita akan membawanya."

Mendapat perintah itu, Ming segera membawa budak itu pergi. Sementara Rendara, berada di pos pemeriksaan menunggu sambil bercerita banyak hal dengan para prajurit. Sekitar sepuluh menit kemudian, Ming kembali.

"Wah, budak anda terlihat lebih bersih" kata prajurit yang tadi memilih budak itu untuk Rendra.

"Begitukah? Aku hanya melihat bajunya saja yang berubah."

Tak ingin banyak bicara, Rendra segera membawa budak yang kepalanya ditutup itu masuk bersama Ming. Selesai mengisi nama dan tujuan mereka diizinkan pergi.

Lolos dari pos penjagaan, Rendra segera mencari kapal miliknya. Ia ingin segera masuk, seseorang sudah menunggu di depan.

"Yang Mulia, Anda sudah kembali?" kata orang itu.

"Larasati, aku terkejut kau yang menyambutku." Kata Rendra pada wanita itu. Larasati melirik pada budak dan Ming. Ia pun mendekati Rendra.

"Yang Mulia kita ada masalah" kata Larasari.

"Hmmm, kita bicarakan di dalam kapal." Perintah Rendra pada wanita itu. Wanita itu menolak.

"Masalahnya, Laksama Lintang, tidak menyetujui rencana anda membawa wanita itu." Kata Larasati dengan nada datar.

Rendra yang mendengar hal itu pun naik pitam. Ia merasa haraga dirinya diinjak-injak. Meskipun, Lintang adalah adik dari permaisuri, bukan berarti ia memiliki hak untuk mengatur segala sesuatu dalam hidupnya.

"Larasati" bisik Rendra dengan nada dingin dan mencekam. "Katakan pada laksamana muda itu. Jika masih ingin kembali ke Artha Pura dengan selamat, maka ia tak boleh menentang apapun yang aku rencanakan."

Wajah Larasati berubah.

"Kau adalah kekasihnya, maka bujuk dia. Jika dia masih bersikeras, maka aku tak punya pilihan lain, selain membuatnya menjadi rakyat biasa. Maka kita lihat, apa kau dan kekasihmu itu sanggup menjadi rakyat biasa? Jangan lupa, aku adalah orang yang menjadi saksi atas perbuatanmu membunuh Rawuni, kekasih Laksamana tercintamu itu."

Tanpa menjawab, wanita yang bernama Larasati itu segera masuk ke kapal dan menemui kekasihnya, Laksamana Muda Lintang. Ia adalah orang yang memimpin Kapal itu.

"Apa! Berani ia menentangku! Ia juga berani Mengancam!" kata Laksamana muda dengan geram.

"Dia pikir siapa dia? Jika bukan karena Kakaku, Yang Mulia Permaisuri, ia tidak akan pernah menjadi Raja Artha Pura."

"Kakanda, aku tahu. Tapi, jangan lupa. Anda adalah Laksamana Pangeran Lintang. Yang Artinya, anda telah bersumpah tunduk di bawah kekuasaan Yang Mulia Raja. Hanya seorang selir baru, apa masalahnya? Sudah banyak bukan Selir di Istana kita? Ini hanya satu selir bodoh." Bujuk Larasati.

"Ini, bukan masalah Selir. Apa kau tau, siapa yang ia bawa?" kata Laksamana pada kekasihnya Larasati.

Wanita itu menggeleng.

"Ia adalah Putri Siane Yang, dia adalah buronana negara ini. Membawanya, akan membuat masalah antara dua kerajaan. Ditambah, wanita ini terkenal kejam bahakan beberpa hari lalu, ia membunuh Permaisuri dan Putra Mahkota. Bisakah kau bayangkan, wanita licik seperti itu masuk ke istana?"

Larasati terdiam sejenak. Jika saja kekasihnya memergokinya membunuh Rawuni, pasti ia juga akan membencinya saat ini.

"Kakanda, biarkan saja. Aku yakin, wanita itu sekarang sedang putus asa. Kita akan bisa membunuhnya, selama perjalanan bukan? Yang terpenting, mari kita tinggalkan tempat ini secepatnya."

Laksamana Muda Pangeran Lintang tak punya pilihan, ia akhirnya menyetujui Yang Mulia Raja Artha Pura, Rendra. Secara diam-diam ia meminta Lintang mengatur rancana pembunuhan saat tiba di laut lepas nanti.

Semua terlihat lancar. Siane ditempatkan di kamar Rendra. Ming memeriksa bagian luka Siane. Ia terkejut melihat luka-luka yang mengering dengan cepat. Namun, tentu saja ia tak berani bertanya dan hanya mengucapkan selamat atas kesembuhan itu.

"Aku akan mencarikanmu pelayan terbaik." Kata Rendra pada Siane. "Kita tunggu, sampai kau tiba dikerajaanku. Ada banyak pelayan yang loyal. Sementara, Ming dan aku yang akan membantumu."

"Kalian bisa meninggalkanku. Aku lelah" kata Siane.

Rendara tak bisa menolak keinginan Siane. Ia ingat benar, belakangan ini, kejadian buruk terus menimpanya. Terlalu banyak yang menginginkan nyawanya. Akan lebih baik memberinya ruang untuk sendiri. Maka, Ming dan Rendra pun keluar.

"Apa yang kau katakan pada budak itu?" tanya Rendra pada Ming.

"Yang Mulia" jawab Ming memulai ceritanya. Kini ia tahu, bahwa Rendra adalah Raja dari negeri lain. "Hamba meminta wanita itu pergi. Hamba memberikannya uang. Hamba meminta agar ia mengatakan, bahwa ia kabur dari perjodohan oleh orang taunya."

"Apa budak itu memiliki rumah?"

"Sepertinya begitu. Tapi, ia mengatakan keluarganya sangat miskin, oleh karena itu ia tak ingin kembali. Aku merekomdasikannya bekerja di tempat penginapan tempat kita bersembunyi kemarin"

"Aku mengerti, ia takut kembali dijual oleh keluarganya. Jika saja ada cara, mungkin saja ia bisa menjadi pelayan untuk Siane."