"Cukup!" teriak permaisuri. "Tidak ada yang boleh menyentuhku seujung jari pun. Apa kalian lupa? Aku adalah Permaisuri. Ibu negara. Berani menyentuhku maka kau akan mati!"
Rendra diam dan Siane masih menunggu, kebodohan Permaisuri membuatnya terjatuh malam ini.
"Kau! Aku akan membuatmu menyesal melakukan semua ini." Bentak Permaisuri pada Rendra lalu segera pergi.
Setelah orang terakhir keluar, pelayan menutup kembali pintu kamar Yang Mulia Raja. Kini hanya ada Siane yang berlutut dan Baginda Raja di kamar besar itu.
"Ini semua ulahmu?"
Siane tersenyum. "Aku menolongmu tapi kau malah mengacaukannya"
"Menolongku? Katakan, bagimana caranya ini bisa menolongku?"
Siane beranjak berdiri. Ia tak mengira Rendra masih bertanya hal se-simple itu.
"Mudah saja, pakai pakaian Yang Mulia dan keluarlah ke pelataran, hakimi mereka menurut keadilan anda. Dengan semua bukti dan saksi, ini akan jauh lebih mudah dibanding menghukum orang yang belum tentu benar keterlibatannya dalam suatu pembunuhan."
"Apa benar begitu? Kau merenacanakan seperti ini?"
"Sebenarnya tidak. Aku berharap kau bisa pura-pura pingsan meski sudah terbangun. Aku ingin Permaisuri itu mengejarku hingga jatuh dan terbentur. Ia memakai pakaian yang rumit yang membuatnya tidak mudah untuk bergerak. Jika kepalanya terbentur, mungkin ia akan jadi gila. Tapi kau malah mengacaukannya"
"Hmmm, aku tak bisa melihatmu dihancurkan oleh Permaisuri" kata Rendra. "Sudahlah, toh sudah terjadi. Kemarilah dahulu. Aku sudah terlanjur seperti ini. Jangan pergi begitu saja. Aku ingin kau membuatku senang sebelum aku membuat keputusan untuk mereka semua mala mini."
Rendra menarik Siane.
"Mereka sudah menunggu di pelataran, butuh waktu berapa lama untuk berpakaian?"
"Biarkan saja, aku adalah Rajanya."
Dipelataran istana, semua tersangka berlutut dalam ketakutan. Permaisuri berdiri dalam keangkuhan dengan pengawal yang mengelilinginya.
"Kita akan mati. Kita akan mati" kata seorang dayang yang berlutut dengan wajah menghadap ke tanah.
"Mati ya mati saja. Ini bukan salah kita. Kita hanya mengikuti Yang Mulia Permaisuri."
Mendengar pelayan itu, Permaisuri menoleh dan membentak.
"Jadi ini semua salahku! Pengawal, seret dua orang ini dan langsung penggal tanpa perlu menunggu Yang Mulia!"
"Ampun Yang Mulia Ratu, maafkan saya. Seumur hidup saya hanya mengapdi pada Yang Mulia Ratu. Mohon ampuni nyawa saya!"
Tak lama setelah keributan itu, Yang Mulia Raja dan rombongannya datang. Siane mengikuti dari belakangnya tiba-tiba bergabung berlutut di samping Permaisuri. Ini membuat permaisuri semakin geram dan para dayang tercengang.
"Perempuan jahat, mengapa kau berlutut di sampingku juga!", teriak Permaisuri.
"Karena hamba juga melihat Yang Mulia yang sedang tertidur sama seperti kalian semua."
"Kau!" teriak Permaisuri lagi.
Rendra yang melihat pertengkaran ini segera menyuruh semua orang diam. Rendra mengamati sekitar, sepertinya semua orang sudah berkumpul. Para selir, para menteri dan beberapa pejabat yang tinggal di istana pun juga ada. Mereka memerhatikan kumpulan dayang yang berlutut, Permaisuri dan tentu saja Selir Siane yang baru datang siang ini.
"Siane bangun dan kemarilah. Jangan membantahku atau aku tidak akan pernah membebaskanmu sama sekali sebagai tawananku."
Siane menghela nafas dan berdiri. Ia berjalan menuju arah Baginda Raja. Permaisuri merasa semakin hina melihat kejadian itu. Mengapa bukan dia yang dibebaskan pertama kali. Mengapa harus Siane? Wanita yang bahkan tidak diketahui asal usulnya.
"Kalian semua keterlaluan! Masuk ke istanaku tanpa izin dan bahkan berani membuka kamar secara paksa. Kalian kira kalian ini siapa?"
Semua yang berlutut baik dayang, abdi dalem maupun pengawal pribadi Ratu diam tanpa berani menjawab.
"Kalian melihat hal yang harusnya tak kalian lihat. Kalian pantas dihukum!"
"Apa kau lupa? Akulah yang membawa mereka. Aku memiliki kekuasaan penuh atas istana. Aku adalah Ratu di sini. Jangan lupa siapa aku!"
"Aku tak pernah melupakan siapa kau. Hanya saja, kau lah yang lupa batasan sebagai seorang Ratu. Sebagai ibu negara, harusnya kau bisa memberi contoh yang baik. Bukan malah menerobos masuk ke kamar orang lain tanpa permisi."
"Kamar mu adalah kamarku juga. Mengapa aku perlu izin. Bahkan jika aku ingin membunuh para selirmu, itu juga bukan hal yang salah!"
Rendra semakin geram. Ia tak suka dibantah. Semua yang Ratu katakan mengisyaratkan bahwa ia harus lebih menurut padaya. Pada Ratu Arogan yang menyebalkan ini.
"Cukup! Aku ingin kalian semua dihukum!" Kata Rendra.
"Katakan, apa hukuman yang pantas untuk mereka penasehat kerajaan?"
Madra mendekati Raja dan memberi hormat.
"Ampun Yang Mulia. Apa mereka benar-benar melihat Yang Mulia.."
"Tidak, mereka membuka pintu saat kami tertidur" kata Siane menjawab. "Bahkan Yang Mulia masih belum menyadari sampai Permaisuri ingin menyeretku"
Semua yang datang gempar dan saling berbisik satu sama lain. Penasehat kerajaan merasa bingung. Jika orang biasa, mereka cukup dipenggal saja. Tapi Permaisuri? Memenggalnya akan membuat Raja Tawang Cakra menyerang kerajaan ini.
"Yang Mulia, hamba tidak berani menentukan hukuman bagi mereka" kata Madra lari dari tanggung jawab.
"Penggal mereka." kata Rendra enteng. Semua orang tercengang.
"Aku bilang penggal mereka semua. Besuk pagi, Ken Darsi akan dipenggal dihadapan Rakyat karena korupsi. Mereka akan dipenggal akibat ketidak warasan melawan raja."
"Tapi, Permaisuri…" kata seorang Patih atau wakil Raja.
"Oh, untuk Permaisuri. Ia akan aku hukum menyalin seluruh kitab di istananya. Ia tidak boleh keluar istana selama dua bulan. Ia kan menjadi tahanan rumah sama Selir Siane. Karena kecerobohannya membuat aib pada keluarga kerajaan, maka permaisuri sekarang berstatus tahanan."
"Inikah yang Kau sebut keadilan?" tanya Permaisuri.
"Ingat, aku adalah Putri Mahkota Kerajaan Tawang Cakra. Kau, hanyalah anak dari seorang putri Artha Pura Kencana yang menikah dengan bangsawan rendahan dari Eropa. Kau bukan bangsawan berdarah biru sepertiku. Jika bukan karena menikahiku, Kau tidak akan pernah bisa menjadi Raja Artha Pura. Jika bukan karena Kakak dari ibumu meninggal dalam perang, Kau tidak akan pernah bisa kembali ke Artha Pura dan menjadi Raja.
Lihat dirimu. Begitu menyedihkan. Tentu saja, kau sama seperti ibumu. Menyukai wanita asing yang bahkan tidak jelas apakah kaum bangsawan atau kaum budak. Hanya karena parasnya yang cantik, maka kau membawanya ke istana.
Kau akan menyesali perbuatanmu. Dengan ini, aku akan mencabut gelarmu sebagai Raja!"
Semua yang hadir semakin takjub. Selama ini, tidak pernah Yang Mulia dan Permaisrui berdebat sampai segila ini. Kali ini, ia tidak hanya berdebat bahkan membeberkan fakta yang sebenarnya. Menyedikan.
"Pengawal seret Rendra dan wanita asing ini ke penjara. Mulai hari ini, akulah Raja kalian! Dan aku bergelar Raja Kanjeng Gusti Roro Cokro Astarana Lintang Ajeng penguasa Kerajaan Artha Pura Kencana sekaligus Putri dari Kerajaan Tawang Cakra"