(Kembali ke masa lalu)
Seorang kasim berlari ketakutan dan mencari permaisuri.
"Katakan di mana permaisuri sekarang?" tanya pria itu kepada seorang pelayan wanita.
"Dia ada di taman teratai. Mengapa kau terlihat buru-buru?"
Kasim itu tidak menjawab dan segera pergi tanpa menoleh sedikitpun.
"Dasar tidak sopan" , bisik pelayan wanita itu kepada dirinya sendiri. Baru saja ia ingin melanjutkan pekerjaannya membersihkan lantai hatinya kembali di kejutkan oleh kehadiran selir berparas cantik.
"Yang Mulia", ia segera berlutut menyapa selir tersebut.
Wanita itu tak bergerak. Ia hanya menatap dingin pelayan itu. Dengan cepat ia mengangkat tangan dan menggores pipi pelayan yang berlutut adengan kuku panjangnya.
"Ampun yang Mulia, maafkan saya"
Dalam kesakitan pelayan itu berusaha lari. Namun lari bukanlah kata yang tepat. Selir yang baru saja diperkenalkan kepada se-isi istana satu bulan yang lalu itu berhasil mendapatkannya dan mencakar-cakar pelayan lemah itu.
Setelah pelayan itu tak berdaya dan tak mampu bergerak, selir itu pergi meninggalkannya.
Di halaman belakang kolam teratai, seorang kasim tiba-tiba berteriak-teriak memanggil-manggil pemaisuri. Ia berlari dan hampir-hampir terjatuh.
"Kasim tenanglah, ada apa?" kata seorang pelayan membantunya berdiri.
Kasim itu terlihat tidak memerdulikan dirinya. "Permaisuri, permaisuri harus segera lari. Selir itu gila. Ia ingin membunuh anda!"
"Apa maksudmu?" kata seorang pelayan yang membantu permaisuri.
"Benar jangan bicara sembarangan di istana." Tegur pelayan yang membantu kasim itu berdiri.
"Er Sho, aku tidak bicara sembarangan." Kata kasim itu membela diri. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, ia melukai semua penjaga dan mencari Anda Yang Mulia. Anda harus segera pergi dari sini, sebelum ia menemukan dan membunuh Anda"
Belum selesai selir itu bicara, seorang pelayan berlari dan berteriak-teriak. Ia berlari sangat ketakutan.
"Yang Mulia, Yang Mulia tolong yang Mulia, Li Er terluka, Selir ...melukainya."
Belum selesai pelayan itu bicara. Tiba-tiba pelayan itu tumbang ke lantai. Di punggungnya mengucur darah segar.
"Astaga, ada pisau di punggungnya"
Semua orang ketakutan. Dari arah lorong, muncul seorang wanita dengan pakaian indah berwarna hijua tua yang cantik. Berkulit putih namun kuku indahnya berlumur darah.
"Selir Njoo, apa yang Anda lakukan?" ,tanya permaisuri.
Ia tak menjawab sama sekali. Wajahnya yang tenang membuat bulu kudu setiap orang merinding. Ia berjalan perlahan seperti sesesok mayat hidup. Tatapan matanya begitu membunuh dan tampak haus darah.
Perlahan-lahan wanita itu menganngkat tangannya, ia ingin mencengkeram seseorang.
"Selir Njoo, ku mohon berhentilah."
Tanpa keraguan sedikit pun sang selir terus maju. Ia mencoba mendekati permaisuri. Ya, tujuan utamanya adalah permaisuri.
"Rasakan ini" , kata kasim mencoba mencekek leher selir untuk mencegahnya mendatangi permaisuri. Di luar dugaan. Selir berambut panjang hitam pekat dengan bibir merah darah itu mencekiknya kembali hingga ia tewas tak bisa bernafas. Tersungkur ke tanah dan membuat semua pelayan menjerit.
Seperti seorang iblis yang haus darah, selir Njoo terus mendekati mereka. Satu persatu pelayan ia lukai dengan cakar di kanannya. Darah mengalir membanjiri tanah dan kolam. Satu persatu pelayan kehilangannya nyawa mereka.
"Permaisuri!!!" teriak seseorang dari arah belakang.
Seorang pelayan datang dan mencoba mendekat. "Berhenti! jangan mendekat! Ia akan membunuhmu juga." Teriak permaisuri.
Dengan takut pelayan itu mengamati sekelilingnya. Banyak mayat di sana sini. "Tapi"
Tak ingin membuang waktu permaisuri memintanya lari dan mencari bantuan. Merasa tak berdaya, pelayan itu lari secepat yang ia bisa.
Cari bantuan dan selamatkan permaisuri. Hanya itu yang ada di benaknya.
Sementara itu, Selir Njoo kini berhadapan langsung dengan permaisuri.
"Selir Njoo, hentikan. Jika kau membunuhku. Maka, kaisar akan mengusirmu!" kata permaisuri membujuk Selir di depannya.
Selir itu tertawa, "Memang itulah tujuanku."
"Apa?" permaisuri kehilangan akalnya.
"Apa kau lupa aku sudah memberimu kutukan?", Selir itu meraih tangan kanan permaisuri. Ada bekas goresan yang tak akan bisa hilang seumur hidupnya.
"Dengan ini kutukanku di mulai." Teriaknya. Ia kembali menggores luka itu dan luka itu mengeluarkan darah yang banyak.
Permaisuri kebingungan dan mencoba menghentikan darah dengan tangan lainnya. Namun darah yang keluar membanjiri pakaiannya.
"Cukup!!!" teriak seseorang. "Selir Njoo! Kau di tangkap karena telah mencoba membunuh permaisuri!"
Selir Njoo dan permaisuri menoleh. Tiba-tiba saja tempat tersebut dipenuhi banyak prajurit.
Tepat waktu sekali
"Tangkap selir Njoo."
Semua prajurit mendekat. Dan ia menambawa wanita berbaju putih denga tangan yang penuh luka.
"Permaisuri, apa anda baik-baik saja?" tanya jenderal yang memimpin penyergapan itu.
Wanita berambut panjang dengan pakaian hijau itu menoleh dan tersenyum. Wajahnya tidak lagi menunjukkan kegarangan melainkan kelembutan. Air mata jatuh dari mata indahnya.
"Jenderal. Anda datang tepat waktu. Aku tak tahu harus berkata apa jika. Selir Njoo, ingin membunuhku."
Melihat tangisan wanita berbaju hijau itu, sang jenderal segera memerintahkan wanita berbaju putih penuh darah itu untuk segera ditangkap.
"Hentikan, apa yang kalian lakukan. Wanita itu ingin membunuhku!"
Mendengar ucapannya. Sang jendaral naik pitam dan menampar wanita itu. Ia terjatuh seketika. Wajahnya menghadap ke air kolam. Ia begitu terkejut, melihat wajahnya sudah berubah.
"Apa? Tidak mungkin." kata wanita berbaju putih itu.
"Apa yang tidak mungkin?" seorang pria menyeretnya. "Yang Mulia kaisar?"
"Kau!" kata kaisar itu. "Kau ingin membunuh permaisuri berani sekali!" katanya. Tamparan hampir saja mendarat di pipi wanita berbaju putih.
Dengan sangat ketakutan, wanita yang wajahnya telah berubah itu berusaha melindungi wajahnya. Melihat reaksi wanita itu, kaisar mengentikan tindakannya. Ia merasa ada yang aneh dengan selir Njoo. Entah apa, ia merasa selir Njoo berbeda.
Bingung dengan perasaan itu, kaisar akhirnya memirintahkan agar selir itu di tangkap dan di masukkan ke penjara bawah tanah.
"Yang Mulia, terima kasih sudah menolongku." Kata wanita berpakaian hijua tua. Kaisar menoleh ke arahnya. Ia duduk berlutut dengan air mata yang membanjirinya pipinya yang putih.
"Bangunlah, kau aman sekarang."
Tanpa banyak bicara lagi, kaisar meninggalkan tempat itu. Sementara para prajurit membersihkan mayat-mayat para pelayan, permaisuri tersenyum di dalam hatinya.
"Nyonya", seorang kepala pelayan tua mendekati permaisuri. "Sementara Anda bisa tinggal di istana selir Njoo."