Di sebuah ruangan, seorang wanita yang pura-pura lemah tersungkur di lantai. Di hadapannya ada seorang pelayan setia yang terus mengabdi padanya. Sementara itu, seorang wanita dengan pakian perang lengkap siap mengayunkan pedang mengeksekusi wanita yang berpura-pura lemah itu.
"Jenderal, pasti ada kesalahan. Aku tidak melakukan apapun!" rengeknya. "Tuan Putri, tidakkah kau ingat aku ibumu? Jika kau membunuhku, Kaisar akan membunuhmu. Lagi pula atas dasar apa kau ingin membunuh ibumu sendiri?"
Muak dengan ocehan tak berguna yang ia katakan, Putri Siane Yang menyuruh Huo mengayunkan pedang ke leher wanita itu.
Hanya beberapa centimeter saat akan menembus leher, tiba-tiba wanita yang tersungkur itu bangkit. Ia menahan pedang sang jenderal dengan sempurna layaknya memengang sebuah sumpit.
"Ha ha ha ah" tawa wanita itu mulai keluar. Ia tiba-tiba menjadi berwajah beringas. Wajah lembutnya hilang seketika.
Ia perlahan menekan pedang Jenderal Huo sampai patah. I melemparkan serpihan pedang ke tanah.
"Muak dengan berpura-pura Permaisuri Yang? Atau lebih tepatnya aku panggil kau Selir Njoo?"
Wanita yang berwajah seperti permaisuri itu bangkit dan tertawa. Ia perlahan mendekati Putri Siane.
"Jadi kau sudah tahu nak? Tidak ada gunanya lagi aku berpura-pura" ,katanya dengan mantap.
Melihat gerakan agresif musuh di depan mereka, Jenderal Huo melemparkan pisau terbang yang ia sembunyikan di lengan bajunya. Dengan sigap wanita yang mengubah wajahnya menjadi sang permaisuri itu dapat menangkisnya.
"Katakan! Apa kalian cukup bodoh menganggapku akan mati dengan ini?" tanyanya. Suasana kamar itu menjadi mencekam.
"Maka aku yakin kau tidak begitu bodoh untuk membunuh Tuan Putri!" kata Jenderal Huo yang menghadang wanita itu.
Wanita itu tertawa. Baginya membunuh mereka adalah hal mudah. Yang ia inginkan saat ini lebih kepada kepuasan batin menjadi seorang yang ditakuti.
"Kau lihat? Jika wajah ibumu saja aku bisa tirukan. Maka mudah bagiku untuk membuat seseorang berwajah sepertimu Putri Siane Yang."
Selir Njoo berwajah permaisuro, seketika itu menyuruh pelayan setianya untuk bangkit. Akan tetapi, Jenderal Huo memarang leher wanita itu dengan pisau terbang lain yang ia sembunyikan di lengan kirinya.
"Kau?" kata Selir Njoo dengan kesal melihat pelayan setianya tersungkur ke tanah dengan darh mengalir dari leher. Ia segera mengeluarkan pedang dari telapak tangannya. Sebuah pedang berwarna merah. Ia mengayunkan ke arah Jendera besar Huo. Tentu saja ini bukan perkara sepele. Jika biasanya ia bisa membunuh seseorang hanya dalam hitungan menit. Jenderal Huo bukan orang yang selemah itu.
Putri Siane Yang yang berada di ruangan itu diam-diam mengambil biji-biji besi berukuran kurang dari satu centimeter. Ia menyembunyikannya di sela-sela jemarii lentiknya. Ia terlihat begitu tenang. Dalam hatinya, ia tahu jika sampai Huo tumbang, maka ialah tugasnya, menyelamatkan sang Jenderal.
Secara tehnik, mereka berkelahi di sebuah kamar besar. Tepat di sebelah kamar itu, bersembunyi sosok besar yang sedang gundah gaulana. Ya, sosok itu adalah Kaisar Yang. Dalam persembunyiannya, kaisar ingin sekali keluar dan membawa sang putri keluar. Ia tak ingin putri semata wayangnya terluka. Namuan apa daya. Ia sudah terlanjur berjanji kepada putrinya, bahwa ia hanya akan diam dan melihat saja.
Siane , kau harus membunuh wanita itu. Jika tidak, maka aku akan membunuhnya sendiri.
"Cukup!" teriak Sang Putri. Ini membuat Huo berhenti menggores lengan wanita penyihir di hadapannya.
"Kita masih membutuhkannya, untuk mengembalikan wajah Permaisuri Yang"
Tanpa banyak bicara, Huo bangkit dan meninggalkan penyihir wanita yang ada di depannya.
"Ibumu, tak akan pernah berubah wajahnya!" kata wanita itu. Ia perlahan bangkit. Beberapa goresan mengeluarkan tetes-tetes darah.
"Aku telah mengutuknya. Makin hari, tubuhku akan makin mirip dengannya, sedangkan ibumu makin hari akan makin nampak seperti seorang wanita siluman."
"Jenderal bunuh wanita ini!"
Hampir saja pisau kecil menancap, wanita penyihir itu membuka mulutnya. "Jika kau membunuhku, maka kau juga membunuh ibumu!"
Kata-katanya berhasil membuat Jenderal Huo berhenti menikam. Ia menunggu keputusan Tuan Putri Siane.
"Kau punya, tiga puluh detik sebelum pisau ini sampai ke lehermu."
Dengan percaya diri wanita penyihir itu tertaw. "Mengapa Tuan Putri tak menyuruh orang untuk membawa permaisuri?"
Belum selesai wanita pentihi itu menutp mulutnya, pembawa pesan dengan terengah-engah tiba di pintu luar.
"Yang Mulia, Tuan Putri. Selir Njoo, tiba-tiba saja terluka tanpa sebab."
Mendengar hal itu, wanita penyihir yang nyawanya sudah di ujung tanduk tertawa sini. Ia tahu mereka tak mungkin membunuhnya saat ini.
"Bawa selir Njoo ke istana dan suruh tabib Liong untuk mengobatinya." Perintah Sang Putri.
Seketika itu, Jenderal Huo pun melepaskan cengkeramannya. Selir pun tersungkur ke lantai.
"Kau harus bertanggung jawab. Aku tak peduli bagaimana pun juga kau harus membuat wajah kalian kembali tertukar."
Wanita yang tersungkur itu diam-diam tersenyum.
Wajahmulah yang berikutnya aku tukar dasar wanita bodoh. Bisiknya dalam hati.
"Jika kau membunuhku, maka ibumu juga akan mati. Tidak akan pernah ada yang bisa menolongnya. Jika kau membunuhku pun, kaisar dan rakyat akan mengejar dan membunuhmu. Selanjutnya, aku akan dengan mudah mendapatkan kerajaan ini ini. Bagimana menurutmu?"
Mendengar perkataan itu, Putri Siane diam-diam memiringkan wajahnya. Ia seperti menatap kosong diding dan langit-langit. Sebenarnya, yang ia tatap adalah bagian belakang di mana sang Kaisar bersembunyi.
Kau dengar itu ayah? Kita semua masuk perangkap.
"Jika kau memang cerdas, biarkan aku tatap memiliki wajah ini. Jangan biarkan satu orang pun tahu kecuali kalian. Aku berjanji, akan membiarkan ibumu tetap hidup."
Kegusaran hati kaisar yang tersembunyi tiba-tiba melonjak. Ia ingin keluar dan menghabisi wanita itu. Mendengar wanita itu terhubung dengan Permaisuri membuatnya mampu menahan diri.
"Yang Mulia Tuan Putri, Gawat!" teriak pembawa pesan lain yang baru saja datang dan berlutut di pintu depan.
"Sekelompok orang membawa Selir Njoo pergi, kami tak bisa mengejarnya, mereka seperti monster. Rupa mereka buruk, pengawl istana tak mampu menandingi mereka. mereka adalah iblis."
Medengar hal itu, mata indah permaisuri palsu menjadi menggelap. Ia terlihat seperti dirasuki setan. Aura jahat keluar dari tubuhnya. Membuat siapapun setuju bahwa wanita itu adalah sesosok jelmaan.
"Hanya aku yang tahu di mana ia berada."
Putri Siane memerintahkan pergi pembawa pesan. Ia duduk berlutut mendekati penyihir wanita yang tampak kesetanan.
"Katakan, di mana ibuku?"
"Hmmm" suaranya mengejek. "Bahkan seorang Putri yang dingin tak punya hati juga masih memikirkan nasib ibunya?"
"Maka mari kita buat kesepakatan."