Chereads / My Deadly Beautiful Queen / Chapter 12 - Kegilaan Sang Putri

Chapter 12 - Kegilaan Sang Putri

Di halaman istana semua selir yang hadir merasa ketakutan. Melihat tingkah sang putri yang semakin menggila, beberpa di antara mereka diam-diam bertekad menyingkirkan putri tersebut.

"Bawa ia kembali ke ruang tahanan" kata sang putri kepada algojo. Semua yang hadir hanya bengong melihat tingkah sang putri.

"Apakah kita di sini hanya untuk melihat kearaoganannya?" tanya salah seorang selir dengan pakaian terbuka kepada selir lain yang lebih tua.

"Jaga perkataanmu, tidakkah kau lihat sendiri? Bahkan Permaisuri pun berani ia lawan."

Mendengar pernyataan tersebut selir dengan pakaian terbuka itu menutup mulutnya. Ia memilih pergi dari pelataran istana untuk kembali ke kamarnya di istana para selir. Ini diikuti oleh beberpa selir yang lain.

Begitu pula dengan semua pejabat penting di istana, satu persatu mereka mohon diri dan kembali ke pekerjaan mereka.

Kini hanya tinggal Putri Siane dan Yang Mulia Kaisar sendiri.

"Kita harus bicara setelah ini" kata Yang Mulia Kaisar. "Temuai aku setelah kau bereskan semua masalah ini."

Mendengar perintah itu, Putri Siane segera pergi di ikuti Jendral Huo.

"Benar-benar merepotkan, cari tahu bagimana cara membunuh Permaisuri dengan aman."

"Aku mengerti Putri" , Huo pun segera pergi dan meninggalkan Putri dengan dua orang pengawal wanitanya.

Ia pergi ke ruangan bawah tanah di mana wanita berwajah Selir Njoo berada.

"Kepala pengawas, keluarka semua orang dari sini!"

Kepala pengawas yang memberi salam kaget seketika.

Apalagi yang ingin orang ini perbuat? Pikirnya dalam hati. Tentu saja ia tidak berani membantah dan hanya menuruti saja.

Merasa semua sudah pergi, Putri mengambil kunci dan membuka sel wanita dengan pakaian kotor penuh darah.

"Tuan Putri, apa yang anda lakukan?"

Putri itu tak menjawab. Ia mendekati wanita yang tampak tak berdaya dan mengoyakkan pakaiannya.

"Dari mana kau mendapatkan kalung ini?"

Wanita di depannya bingung tak bisa menjawab. Melihat ketakutan dan kebingungan yang terpancar, Putri Siane mengertak wanita itu.

"Jika kau tak bisa mengatakannya, aku akan membunuh kalian berdua."

"Hentikan Sian. Jika membunuhnya, Kaisar akan memenggal kepalamu."

Sang Putri menoleh. Ia seperti merasa seseuatu yang janggal terjadi. Hanya ibunya yang berani memanggilanya dengan nama Sian.

"Jadi, kau mau mengatakannya?"

Wanita di depanya menarik nafas. "Asal kau tidak membunuhku saat mendengar ceritaku."

"Tidak ada yang bisa menekanku dalam mengambil keputusan, jika kau tak ingin menceritakn aku akan mencari tahu sendiri."

Wanita di depannya mulai bercerita. Ia menceritakan semuanya. Diam-diam sang Putri merasa geram terhadap wanita bernama Njoo ini. Ia merasa harus segera membunuhnya.

"Begitulah, aku tak memintamu untuk memercai semua ceritaku."

Dalam keheningan, wanita dengan wajah sangat lembut di depan sang putri berharap agar anaknya tidak masuk dalam jebakan yang sudah di rancangkan oleh orang yang sama yang menjebak dirinya. Ia tidak peduli, apakah Putri Siane memercai ceritanya atau tidak. Ia lebih peduli akan nyawa anaknya itu. Ia hanya bisa berharap meskipun ia harus mati saat itu, setidaknya itu akan membuat sang Putri sedikit lebih waspada.

"Apakah ada saksi untuk membuktikan ucapanmu?"

Wanita di depannya menggeleng. "Semua orang mati."

Mendengar kata mati, Sang Putri menjadi semakin mantap untuk membunuh sang permaisuri. Di luar seseorang mengumumkan kedatangan pemabawa pesan bagi sang putri.

"Yang Mulia, kami sudah mengepung istana permaisuri."

"Bagus, mari kita lihat apa yang bisa ia perbuat sekarang."

Sementara Putri pergi menuju istana permaisuri, di ruang kerja Kaisar, pembawa pesan memberi tahu bahwa pasukan wanita di bawah pimpinan Jenral Huo mengepung istana permaisuri. Mendengar hal itu, Kaisar yang sdang menulis sesuatu segera menghetikan tangannya dan meminta semua orang untuk keluar.

"Panggil Putri Siane menghadap" , perintahnya saat itu juga.

"Baik Yang Mulia" pembawa pesan pun segera pergi. Sementara itu di dalam benak kaisar ia mengetahui betul bahwa putrinya itu tidak akan pernah menuruti perintahnya. Ia memutuskan untuk langsung pergi ke istana permaisuri. Dan benar saja, setibanya di sana ia disuguhkan pemandangan luar biasa. Istana itu dijaga dengan ketat oleh pasukan wanita. Tidak seorang pun boleh memasuki area tersebut.

"Apa yang terjadi di sini Palima Yin?" tanya kaisar pada salah seorang pemimpin para pasukan.

"Yang Mulia, Tuan Putri memirantah kami untuk mengisolasi tempat ini. Kami tidak bisa membiarakan siapa pun lewat tanpa izin dari Tuan Putri. Kami juga tidak berhak membiarkan siapa saja keluar dari tempat ini."

Mendengar ucapan panglima Yin, Kaisar naik pitam. Ia hampir-hampir menampar wanita itu. Beruntung, sang penasehat kerajaan menghentikannya.

"Apa kau tahu siapa aku?"

Panglima Yin bersujud tapi tetap tidak memberikan izin padanya untuk lewat. Memang pasukan wanita di bawah pimpinan Putri Siane terkenal sangat loyal dan mematikan.

"Sudahlah Yang Mulia, Mohon Yang Mulia bersabar" kata penasehat kerajaan. Ia adalah pria yang sangat tua namun terlihat bijak. "Panglima Yin, di mana Tuan Putri. Kami ingin menemui Tuan Putri."

Panglima Yun segera bangkit dan memberitakan hal ini pada Tuan Putri. Sementara Kaisar menunggu di luar, hatinya berdebar-debar. Sejak kapan Permaisuri kembali ke istananya? Bukankah wanita itu seharusnya takut dan mengalami trauma berat setelah peristiwa pembantaian dirinya?

"Penasihat, aku ingin bertemu selir Njoo. Sampaikan kabar ini pada algojo sekarang juga."

"Tapi Yang Mulia…" protes penasihat kerajaan.

"Penasihat, pergi dan olong turuti permintaanku kali ini."

Mendengar penjelasan tersebut, penashihat kerajaan tak berani membantah lagi. Ia segera pergi meninggalkan istana Permaisuri.

Setelah pensihat sudah cukup jauh, Kaisar melangkah masuk ke istana tersebut. Penjaga mencoba menghentikannya, namun hanya dengan satu tatapan saja mereka mengerti bahwa mereka harus membiarakannya masuk.

"Yang Mulia, bukankah aku sudah meminta semua orang mengisolasi istana ini?" tanya Putri Siane saat mengetahui Sang Kaisar memasuki istana tersebut.

"Hmmm, Siane kau harus jelaskan padaku. Kau bisa se-enaknya pada semua orang! Tapi tidak dengan ayahmu!"

Putri Siane tak menjawab Sang Kaisar, di belakangnya berdiri Jendral Huo. Seorang jendral yang terlihat elegant dan begitu dingin.

"Begitukah caramu menyambut Kaisar?" bentak ayah kandung dari sang Putri. "Kau sudah keterlaluan Siane."

"Aku? kita lihat saja siapa yang keterlaluan."

Melihat Sang Putri Melenggang acuh tak acuh, Kaisar segera menarik tangan putri semata wayangnya.

"Apa yang akan kau lakukan?" melihat sang ayah menahan tangannya, ia segera berhenti. ia membalikkan badan. Dengan sangat dingin, ia meminta Huo pergi terlebih dahulu. Saat ia yakin keaadaan sudah aman, ia membisikan rencananya.

"Kau?" kata Kaisar dengan sangat tidak percaya. "Kau harus bisa membuktikan dugaanmu sebelum mengeksekusi."

"Begitukah? Bagimana, jika kita memaksanya bicara?"