Nayla mencari-cari keberadaan sahabatnya yang sudah berjanji untuk menjemputnya di stasiun.
Hampir lima belas menit Nayla menunggu, namun Zanna belum terlihat batang hidungnya.
"Naylaaaa!!" teriak Zanna dari jauh sambil berjalan cepat menghampiri Nayla yang masih berdiri di tempat tunggu stasiun.
"Zanna!!! ini kamu beneran? kamu terlihat cantik sekali." pekik Nayla menatap sahabatnya yang sudah hampir tiga tahun tak pernah bertemu sejak di meninggalkan kota kelahirannya.
"Tidak juga Nayla, malah kamu yang terlihat semakin cantik, kulitmu putih sekali." puji Zanna sambil mengelus kulit lengan Nayla.
"Kamu ada-ada saja Zan, malah kamu yang lebih cantik, rambutmu jadi pendek Zan? oh ya sekarang kamu kerja di mana?" tanya Nayla makin penasaran sama Zanna.
"Nanti aku ceritakan, sekarang ayo ikut aku, kita cari makan dulu." ucap Zanna seraya memeluk pundak Nayla.
Berdua saling memeluk pundak, berjalan ke area parkir mobil di mana mobil Zanna berada.
Mobil Zanna melewati jalan yang pernah mereka lalui bersama dengan sepeda kayuh.
"Kita makan di warung Bu Manaf ya Nay ? sekarang warung semakin besar seperti restoran." jelas Zanna dengan antusias.
"Perubahan yang sangat pesat ya Zan, aku tidak mengira tiga tahun aku tinggalkan desa ini, di saat aku kembali semua sudah berubah." ucap Nayla berdecak kagum.
"Ya Nay, perubahannya sangat pesat ini semua berkat kepala desa kita Pak Ardian, kamu ingat kan Pak Ardian yang pernah menjadi sebagai guru pengganti Pak Seno? ingat tidak kamu Nay?" tanya Zanna seraya memandang Nayla sekilas.
"Aku tidak ingat, yang aku ingat siapa yang paling tampan di kelas kita?" tanya Nayla dengan senyum yang merekah.
"KENZO !!!
Berdua menyebut nama Kenzo secara bersamaan.
Nayla dan Zanna sama-sama tertawa keras.
"Kamu masih mengingatnya ya Nay?" tanya Zanna dengan senyuman penuh arti.
"Tentu saja, siapa yang bisa lupa dengan wajah idola yang paling tampan di kelas kita, benar kan?" tanya Nayla balik.
"Hm, tapi kamu melupakan sosok orang yang menyukaimu dari dulu." gumam Zanna.
"Siapa memang? kamu kan tahu Zan, aku bahkan lupa dengan mantan-mantanku." ucap Nayla yang memang benar-benar sudah melupakan mantan-mantannya.
"Ya bagaimana kamu bisa ingat, jika semua mantanmu tidak ada yang kamu sukai kecuali Kenzo, benar tidak?" tanya Zanna dengan serius.
"Sudah Zan, jangan bahas Kenzo lagi..itu sudah masa lalu, Zan bukannya kita mau ke warung Bu Manaf ya, kok lewat sini?" tanya Nayla sedikit heran.
"Jalan di sana masih di perbaiki, kita bisa lewat rumah kepala desa kita dan itu akan lebih cepat." ucap Zanna fokus pada jalan di depannya.
"Ciiiiiiitttttt"
"Braaakkk"
Seseorang terjerembab karena tertabrak ujung body mobil depan.
"Zanna!!! siapa yang kita tabrak!" pekik Nayla dengan sangat panik.
"Aku tidak tahu, ayo kita lihat!" ucap Zanna seraya keluar dari mobilnya.
Dengan panik Nayla pun ikut keluar dari mobilnya.
"Ya Tuhan!! Pak Ardian!!" teriak Zanna menghampiri Ardian yang tergeletak di tengah jalan.
"Siapa yang tertabrak Zan?" tanya Nayla menghampiri Zanna yang sedang memangku seseorang.
"Pak Ardian Nay, dia pingsan..kita harus membawa masuk ke dalam rumahnya." ucap Zanna seraya menoleh ke kiri ke kanan untuk mencari pertolongan.
"Pak Ardian?" tanya Nayla yang telah lupa dengan Ardian guru penggantinya saat SMA kelas tiga.
"Ayo Nay, bantu aku membawanya, jangan bengong saja." ucap Zanna mengangkat tubuh Ardian yang tinggi besar.
Di bantu beberapa warga yang lewat, tubuh Ardian di angkat ramai-ramai ke dalam rumahnya, yang memang berada di depan tempat kejadian tabrakan.
Nayla hanya terpaku, melihat orang-orang yang membawa tubuh Ardian masuk ke dalam rumah yang sangat besar, dan paling besar di antara rumah lainnya.
Dengan halaman yang sangat luas, membuat orang-orang harus mengeluarkan tenaga ekstra karena harus berjalan agak jauh untuk sampai ke dalam rumah.
Sampai di dalam rumah, hanya ada satu perempuan tua yang menyambut di depan rumah.
"Kenapa Den Ardian mas?" tanya perempuan tua itu pada Mas-mas yang membantu mengangkat Ardian.
"Pak Ardian tertabrak mobil mbk Zanna Bik Umma." jawab salah satu warga itu.
"Ayo Mas, bawa Den Ardian ke kamarnya." ucap perempuan itu yang ternyata bernama Bik Umma.
Zanna dan Nayla hanya bisa terdiam dan mengikuti warga yang membawa Ardian masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar Ardian di baringkan, ada luka berdarah yang sudah mengering pada kening Ardian.
"Bik Umma, kita pamit dulu ya, kita akan panggil dokter Sinta agar bisa merawat Pak Ardian." ucap salah satu warga itu seraya pergi meninggalkan kamar Ardian.
"Bik Umma, biar kami yang akan merawat Pak Ardian." ucap Zanna pada Bik Umma.
"Baik Non Zanna." ucap Bik Umma.
"Oh ya Bik, bisa bantu mengambilkan sebaskom air sama handuk kecil?" tanya Zanna.
"Baiklah Non, akan saya ambilkan." ucap Bik Umma seraya keluar dari kamar Ardian.
"Nayla, kenapa kamu masih bengong di sana, ayo cepat bantu aku, kamu bisa merawat Pak Ardian kan?" tanya Zanna dengan memelas.
"Kok aku? bukannya tadi kamu yang bilang mau merawatnya, kenapa sekarang kamu menyuruhku?" tanya Nayla tak mengerti.
"Nay, kamu kan tahu kalau aku takut darah, ayolah Nay..bantu aku, please!!." pinta Zanna dengan wajah memelas.
"Aku tidak bisa melakukannya, aku agak risih menyentuh orang yang tidak aku kenal." ucap Nayla seraya mengambil tasnya.
"Aku mau pergi, aku pasti sudah di tunggu Bunda." ucap Nayla.
"Nayla, tunggu!! lihatlah dia Nay..dia pingsan, kepalanya berdarah, apa kamu tidak kasihan padanya?" ucap Zanna mencekal lengan Nayla agar mau melihat wajah Ardian yang mulai pucat.
"Lihat Nay, wajahnya semakin pucat..apa kamu tega?" tanya Zanna dengan wajah penuh harap.
"Zanna, ini tidak ada urusannya denganku, dan bukannya kamu sanggup merawatnya?" jawab Nayla dengan hati yang mulai kesal.
"Nayla, please..aku mohon kali ini saja bantu aku, aku janji aku akan mentraktir apa saja yang kamu minta nanti." rayu Zanna.
Nayla menghela nafas panjang.
Hari ini hari penderitaannya.
"Baiklah kamu menang, mana baskom dan handuknya?" tanya Nayla dengan hati yang berat.
"Akan aku tanyakan pada Bik Umma, tunggu sebentar ya." ucap Zanna seraya pergi menyusul Bik Umma yang belum kembali.
Nayla melihat ke sekeliling kamar Ardian, kamarnya sangat besar, dengan perpaduan warna dinding yang bisa menenangkan hati.
Berlahan Nayla mendekati Ardian yang terbaring di ranjang.
Di amatinya wajah Ardian, seseorang yang hampir berumur setengah abad seperti yang Zanna bilang usia Ardian sekitar 40 th, dengan rambut tebal yang ikal dan wajah yang sedikit kerutan di ujung matanya. Kulitnya pun juga tidak terlalu putih lebih cenderung ke kuning langsat, alisnya tebal memanjang, dengan hidungnya yang sangat mancung, bibirnya tipis sedikit kecoklatan, namun secara keseluruhan Nayla bisa bilang di masa mudanya pasti Ardian seorang yang sangat tampan.
"Nay, ini air dan handuknya." ucap Zanna sambil membawa sebaskom air dan handuk kecil di tangannya.
"Webnovel kontrak"