Chereads / Lady in Red (21+) / Chapter 10 - Super Psycho Love (21+)

Chapter 10 - Super Psycho Love (21+)

Super Psycho Love

- Simon Curtis -

.

Sial, jika kau tak ingin aku kembali, kenapa kau harus bertingkah seperti itu?

Ini membingungkan aku sampai ke inti, kar'na aku tau kau menginginkannya

Oh, dan jika kau tidak menginginkannya, sesuatu yang penting bagiku,

Lalu kenapa kau memberikan lagi padaku?

Sayank, aku tau kau menginginkannya

Desak aku ke sudut gelap, dimana semua mata menghindari kita

Katakan padaku bagaimana aku memikatmu, aku mencintaimu dan menghinamu

Kembali ke keramaian dimana kau mengabaikan aku

Sesuatu belakangan ini membuatku gila

Ada hubungannya dengan bagaimana kau membuatku begini

Berjuang untuk mendapatkan perhatianmu

Memanggilmu hanya membawa kekhawatiran

======================

"Layani aku dengan benar, Ru. Seperti biasanya." Tuan Muda Hong bertitah sembari berbaring di ranjang.

Ruby yang baru saja selesai mandi hanya bisa menelan ludah. Dia tak mungkin menolak atau rekaman akan disebarkan Vince. Ia yakin Vince akan melakukannya. Pria itu ternyata kejam, tidak seperti yang disangka. Omong kosong dia penuh kasih sayang pada Ruby.

Sang biduan melepaskan mantel mandinya, kemudian merangkak naik ke ranjang diiringi tatapan puas Vince yang menunggu tenang. Seringai segera tercipta begitu Ruby menaiki perut Vince.

"Nah, bukankah begini lebih enak, humm?" Vince cengkeram dua pinggul Ruby, menggesek-gesekkan kedua kelamin mereka yang sudah tidak tertutup apapun. Ruby mengerang tertahan. "Kalau kau dari awal menerima, tentu tak mungkin kau sampai kuikat dan kucekoki obat segala."

Mata Ruby menyipit dikarenakan deraan libido yang merangkak naik. Tubuhnya mulai panas. Apakah Vince memberi obat lagi saat dia mandi tadi? Sial! Ruby melirik ke gelas yang ia minum usai ia keluar dari kamar mandi. "Hngahh... Viinnhh..."

"Iya, sayank... ayo kita saling memadu asmara."

Vince rundukkan tengkuk Ruby sembari lesakkan penis ke vagina dibarengi erang Ruby. Namun erangan itu dibungkam cumbuan. Setelahnya, hanya ada hentakan dan desah saling berlomba. Mereka bergumul hingga tengah malam. Jeda hanyalah ketika makan saja.

Hari ke-7, Ruby sedang bermalasan di kursi balkon kamar hotel ditemani segelas coklat hangat. Memandang ke langit yang terbentang, kemudian menatap ke arah rumah-rumah dan sekelumit jalanan yang terlihat, ia sempat berpikir, 'Apakah aku terjun saja dari sini? Ahh, andai bunuh diri tidak menyakitkan. Sayang sekali aku pengecut. Harusnya aku mati saja.'.

"Sedang memikirkan apa?" Tiba-tiba Vince sudah berada di sebelahnya, duduk di sandaran tangan kursi tempat Ruby bersantai. Wanita itu hanya menoleh lalu kembali pandangi langit. "Atau... siapa?"

"Humm?" Kali ini Ruby benar-benar menoleh karena bingung akan pertanyaan Vince

"Kau sedang memikirkan siapa?" Sekarang Vince memperjelas pertanyaannya. "Calon suami keparatmu itu?"

Ruby lekas buang pandangan ke bawah. Sungguh tak nyaman. "Memikirkan bunuh diri."

Tepp!

Pergelangan Ruby sudah dicekal erat oleh Vin. "Jangan macam-macam, Ru!" Pria itu mendadak ketakutan jika Ruby benar melaksanakan apa yang diucap. "Hakh!" Ia pun hempas lepas cengkeramannya tadi. "Memangnya kau tak bisa batalkan saja pernikahan keparat itu?"

Sang biduan hela nafas pelan seraya usap pergelangan tangannya. "Aku tak mau mengecewakan dia."

"Tapi kau mengecewakan aku, Ru!"

"Itu karena kau jarang berkabar di London!"

"Lalu apakah itu kau jadikan alasan selingkuh dariku?"

"Kita tak pernah punya status apapun, Vin!"

"Persetan dengan status!" Vince jepit erat pipi Ruby menggunakan dua jari, lalu cumbu paksa dan akhirnya dorong Ruby ke besi palang balkon. "Akan aku bunuh lelaki bangsat itu!"

Kejadian selanjutnya sudah bisa diduga Ruby, Vince kembali memaksakan berahinya.

"Vin! Ini di balkon! Ini masih siang!"

"Persetan!" Vince rundukkan tubuh Ruby membelakanginya, sementara dia mempersiapkan penisnya. Jubah kamar Ruby disibak bagian bawahnya, lalu sodokkan batang berurat itu dalam-dalam ke liang intim sang biduan.

"Arrghh! Vin, kau kasar!"

"Bukankah kau pernah menyukai yang begitu, heh! Jalang!"

Dua tangan Ruby meremas erat besi palang balkon ketika Vince menghentaki miliknya hingga dia terhuyung maju-mundur. Ia menutup mata, berharap tak ada siapapun memergoki tingkah mereka.

Malamnya ketika Vince memeluk Ruby dalam tidurnya, pria itu bergumam. "Aku tak tau apakah kita masih akan bisa bertemu lagi setelah ini, Ru." Mereka baru saja bergumul beberapa kali (atas paksaan Vince).

Ruby yang membelakangi Vince hanya terdiam, malas menanggapi. Baginya, Vince sudah asing. Vince-nya sudah mati. Vince yang memeluk dia dari belakang adalah Vince yang lain. Vince monster.

"Ru, apakah kau sudah tidur?" tanya Vince seraya meremas kuat-kuat satu payudara Ruby.

"Aghh!" Ruby terpaksa menyuarakan pekikan kecil. "Vin, sakit!"

"Makanya lekas jawab!"

Ruby mendesah sebentar. "Hghh... Apakah kau sayang padaku, Vin?"

"Sangat!" jawab Vince cepat. "Dan kau sudah tau itu."

"Kalau kau sayang, tentu kau takkan melakukan ini padaku. Kau pasti akan turut berbahagia jika aku bahagia." Ruby melanjutkan ucapannya dengan suara bergetar, bisa jadi dia sedang menahan tangis.

Vince terdiam sekian puluh detik. Lantas menyahut, "Sepertinya kau salah memaknai rasa sayangku, Ru."

Kembali sang biduan mendesah. Bibirnya ia gigit ketika Vince memainkan putingnya. "Sayang bukan berarti menyakiti, baik itu perasaan dan raga. Kau harus tau itu, Vin..."

"Kau tidak merasakan yang aku rasakan, Ru. Mungkin karena sedari awal kau memang tidak punya rasa sayang apapun dan secuilpun padaku."

Ruby enggan menjawab. Itu adalah kalimat dilematis baginya. "Hatiku, aku yang tau."

"Ru, benarkah kau tak bisa batalkan pernikahanmu?" Vince mulai lembut.

"Maaf, Vin, tak bisa. Aku sudah terlanjur berjanji, dan aku bukan orang yang mudah ingkar. Itu harga diri untukku."

"Memangnya seperti apa dia? Ayo, ceritakan saja padaku."

"Tidak, Vin. Aku malas membahas tentang ini padamu."

"Besok kau langsung ke dia?"

"Ya."

"Kuantar, yah!"

"Jangan. Aku tak mau ada huru-hara tak perlu."

Vince pun mengusap-usap tengkuk Ruby menggunakan ujung hidung. "Aku terlalu mencintaimu, Ru. Sangat mencintaimu. Bahkan memujamu." Kemudian, tangan yang bermain puting, kini merayap ke bawah, mengelus kewanitaan Ruby hingga wanita itu tak bisa menahan desahnya.

Ruby ingin merutuki dirinya, ingin menampar keras sang mulut yang tak bisa dikontrol. Bagaimana mungkin setelah dia diperkosa siang dan malam berhari-hari, dia masih bisa mendesah sekarang? Bagaimana mungkin dia yang esok sudah akan menikah, bisa mendesah ketika lelaki yang bukan merupakan calon suaminya menyentuh dia? Nyatanya, itu terjadi.

Vin justru senang mendapati Ruby mulai melunak.

"Kita bercinta sekali lagi, yah malam ini. Aku janji akan pelan dan lembut. Akan kuperlakukan kau sebagai ratuku." Vince hadapkan tubuh Ruby ke arahnya, kemudian menciumi wajah Ruby. Lantas, perlahan ia naik ke atas Ruby dan tenggelamkan secara lembut penisnya sehingga Ruby mendesah lebih dan lebih dari sebelumnya.

Vince menepati janjinya. Ia memperlakukan Ruby sangat lembut. Sang biduan terbuai akan permainan Vince. Apakah memang seharusnya dia batalkan saja pernikahan esok? Bukankah Vince telah memberinya semua yang ia butuh?

Tapi...

=========================

Katakan bahwa kau menginginkan aku setiap hari

Bahwa kau menginginkan aku dalam segala hal

Kau membutuhkan aku

Membuatku terjebak pada SUPER PSYCHO LOVE

- Super Psycho Love by Simon Curtis -