Vacation
- The Go-Go's -
===========
"Pa, Bu, aku akan pergi berlibur dengan Feifei selama sebulan," cetus Vince.
"Hah?!" seru Ruby sambil jatuhkan baju di tangannya.
"Liburan ke mana, Nak?" Benetton justru menyikapi dengan tenang.
"Ke Bali dan sekitarnya. Sudah lama aku tidak ke sana. Terakhir, dengan Papa dan Mama waktu aku masih kecil, kan?" Vince menikmati perubahan air muka Ruby. Bahkan ia menangkap dengan sudut matanya sewaktu Ruby meremas erat baju pemberiannya. Geram, kah? Cemburu?
"Tidak boleh!" tegas Ruby.
"Kenapa, Bu?" Vince berlagak kecewa.
"Karena... karena Ying'er pasti ada kuliah besok Senin! Ya, kan Ying'er? Kau tidak bermaksud membuang-buang uang kuliahmu, kan?" Ruby tatap tajam keponakan yang ciut di kursinya.
"Sudah, sudah, Xuehua, biarkan mereka main-main sebentar di Bali. Toh cuma sebulan. Nanti akan aku bantu biaya kuliah Ying'er." Benetton menengahi.
"Ben, sebulan itu tidak sebentar, loh! Kalau Ying'er dikeluarkan-"
"Nanti Feifei akan membuat surat cuti pendek kuliah. Hal yang wajar, kan?" kilah Vince, tak mau kalah. "Ini hanyalah hal yang sederhana, Bu. Tidak perlu bereaksi sekeras itu! Atau... Ibu ingin ikut?"
Ruby terdiam, tau bahwa dia kalah suara. Bahkan bisa-bisanya Vince menyindir dia! Ia tatap kesal Vince. "Ini pasti usulmu, kan?"
Vince angkat alisnya. "Tentu saja. Melihat Feifei jarang bepergian dan terlalu habiskan waktu untuk studi, itu sangat membuat aku iba, Bu. Apa Ibu tidak iba? Feifei butuh hiburan. Apa salahnya biarkan dia refreshing sejenak?"
"Sudahlah, Xuehua. Biarkan sesekali Feiying merasakan berlibur." Benetton ikut menambahkan suara persetujuan.
Ya, Ruby kalah telak kali ini. Apalagi ketika dia melihat raut muka keponakan dia yang terlihat penuh harap bisa pergi berlibur keluar negeri.
"Ya sudah, pergilah liburan. Biar kulit pucatmu itu sedikit coklat, Ying'er." Ruby terpaksa katakan itu disertai senyum canggung sambil belai kepala sang ponakan.
Tuan Besar Hong manggut-manggut senang, perdebatan sengit berhasil dielakkan. "Bersenang-senanglah kalian di sana nantinya. Dan Vin, kau benar-benar harus jaga Ying'er. Ingat pesan Papa ini."
"Jangan kuatir, Pa. Dia kan orang tersayangku." Vince peluk Feiying. Ruby memandang masygul, lalu alihkan mata ke tempat lain.
Hati Vince bersorak riang.
Karena ini sudah masuk summer, alhasil harus menunggu 2 hari agar mendapat tiket ke Bali dan memesan dahulu resor paling bagus di sana.
-0-0-0-0-
"Ingat, kau harus jaga baik-baik Ying'er. Jangan lengah." Tuan Benetton berikan nasehat sebelum Vince masuk ke mobil yang akan membawanya ke Bandara.
"Kalian tenang saja. Feifei pasti aman bersamaku." Vince senyum simpul meyakinkan sepasang pengantin baru di depannya.
Kemudian, dua muda-mudi itu pun masuk mobil dan melaju ke Chek Lap Kok.
Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk sampai di Bandara Ngurah Rai.
Mobil sewaan sudah dipesan kemarin, dan sudah tersedia di depan bandara, diantarkan oleh sopir agen travel. Namun Vince berubah pikiran, dia ingin ada sopir yang akan mengantar kemana pun mereka pergi.
Ia pun menyebut sebuah resor eksklusif. Sang sopir mengangguk paham, dan jalankan mobil, sementara Vince dan Feiying bisa duduk bersantai di jok belakang.
Sesampai di resor, semua sudah siap karena memesan lewat jalur khusus. Tak ada yang sulit bagi anak dari Benetton Hong, pemilik grup Jinlong.
Membuka pintu resor pribadi, mata Feiying berbinar takjub. "Waahh... luar biasa ruangannya! Eksotis sekaligus eksklusif!"
Vince merangkul pundak Feiying. "Apapun untukmu, sayank."
Gadis itu menoleh haru ke Vince. "Terimakasih, Vin! Kau yang terbaik!"
Srett!
Vince tarik pinggang Feiying. Dekatkan bibir ke telinga gadis itu, berbisik nakal, "Bagaimana kalau aku ingin berterimakasihnya dengan cara yang lain?"
Feiying tersipu, memukul ringan dada pria yang mendekapnya. "Vin, kau ini..."
Tak sampai 15 menit, keduanya sudah bergumul di atas ranjang luas kamar mereka yang menghadap laut.
"Kyaaghh... aanghh... Viinn..." desah Feiying, tak lagi malu-malu ketika dia diposisikan woman on top oleh Vince. Ia menggeliat binal. Hidup bersama Vince membuat Feiying jadi mengerti bertingkah binal menggoda.
Vince menyodokkan penisnya dari bawah sembari dua tangan meremas-remas payudara Feiying yang terayun-ayun erotis.
Tak perlu waktu lama agar sang gadis menyerah lunglai. Namun Vince belum.
Oleh karenanya, posisi diubah. Vince kini di atas, dua kaki Feiying diletakkan ke pundak dan hujaman diberikan kuat-kuat.
Feiying terbaring lemas, membiarkan tubuhnya dikuasai Vince. Tapi, saat ujung penis Vince menohok sebuah bagian di dalam sana, ia tak bisa lagi berlagak lemas. Melenguh keras memanggil-manggil nama Vince sambil bergerak gelisah di bawah.
Toh, Feiying menyerah lagi.
Vince belum.
Tuan muda Hong pun balikkan tubuh Feiying hingga menungging. Lantas, Vince kembali tenggelamkan miliknya ke liang intim di depan, kemudian beringas memacu.
"Akh! Akh! Hakh! Vinh! Vinh!" Tubuh Feiying terguncang-guncang akibat sodokan Vince. Kian lama kian kencang.
"Horgh! Orgh! Feeii! Ogghh!" deram Vince sebelum ia menembakkan peluru cair hangatnya memenuhi rongga Feiying.
Vince memutuskan mereka mandi dan makan malam.
Kegiatan mereka di Pulau Bali dan Pulau Lombok hanya berkisar pada have fun and sex. Tidak terhitung berapa puluh kali seks yang mereka lakukan selama sebulan itu.
Sepulang dari Bali, Vince membagikan banyak oleh-oleh suvenir ke para pegawai mansion dan kantor tempat dia bekerja.
"Ini untuk Papa." Ia sodorkan patung dewa Wisnu menaiki Garuda ke sang ayah yang sukacita menerima.
"Terimakasih, Nak. Ini keren sekali. Sangat gagah, bukan?" Benetton mengelus patung setinggi setengah meter lebih tersebut.
"Iya, segagah Papa," seloroh Vin. Dua pria itu pun terbahak bersama. "Itu pasti keren jika dipajang di meja kantor Papa."
"Ahh~ kau benar, Vin! Apa kau tidak belikan sesuatu untuk ibumu?" tanya Benetton.
"Tentu saja aku takkan melupakan oleh-oleh untuk Ibu. Mana mungkin aku lupa tentang itu?" Vince lekas mengambil sebuah kotak kayu dan berikan ke Ruby yang juga ikut duduk di ruang tengah.