Chereads / Menikahi Ceo / Chapter 30 - Kesal denganya

Chapter 30 - Kesal denganya

Alan menikmati makanan yang di masakan khusus untuknya.

"Emm. Enak!" gumam Alan, mencoba mencari alasan. Dan Lia tak mudah percaya begitu saja. Saat melihat ekspresi wajah Alan yang berbeda seakan menyembunyikan sesuatu.

"Yakin?"

"Iya," jawab Alan, mencoba tersenyum. meski di paksakan.

Lia menarik piringnya. "Aku gak percaya." Ia segera makan satu sendok makan yang dia buat.

"Uhuk.. uhuk.. Ini telur apa racun!" decak kesal Lia, mengangkat piringnya. Dia hampir saja muntah di saat lidahnya mulai merasakan asin pada telur itu. Tak hanya gosong, buatan Lia benar-benar sangat asin. Dan jangan di bayangkanngimana rasanya telur gosong plus asin.

"Kamu jangan makan ini lagi." pinta Lia.

"Kenapa?" tanya Alan bingung.

Lia hanya diam dan membuang makanan itu ke tempat sampah. "Lebih baik kita makan masakan Salsa." gerutu Lia, dia mengembalikan piringnya di dapur.

"Kenapa kamu buang?" tanya Alan heran.

"Aku gak mah kamu makan itu. Makanan itu henar-benar racun" jelas Lia. "Tetapi aku heran. Kenapa kamu masih mau makan?" Lia kembali duduk, dengan tangan di atas meja, menyangga dagunya.

"Karena apa ya..."

"Apa?"

"Cinta.."

"Emangnya enak makan cinta aja. udah deh jangan bercanda aku serius."

Selesai masak. Salsa meletakkan semua makanan di atas meja makan. Dan beranjak menghampiri Alan dan Lia. Mencoba memberanikan dirinya bertanya pada mereka di mana David.

"Lia... Em.. Aku boleh tanya?" ucap Salsa gugup, tangannya memutar bajunya, menggulung ujung bajunya di jari telunjuk.

Lia menoleh, mengerutkan keningnya bingung.

"Apa?" tanya Lia.

"Emm... Tapi kamu jawab jujur ya.." gumam Salsa.

"Iya, udah cepetan kamu mau bilang apa?"

"Di mana David?" tanya Salsa membuat Alan yang semula tertunduk, dia mengangkat kepalanya dan menunjuk ke luar pintu. Tanpa membuka mulutnya sama sekali.

"Dia.. keluar?" tanya Salsa memastikan. Dan langsung di jawab anggukan kepala oleh Alan.

"Kemana?"

"Aku gak tahu.. Tapi dia tadi hanya bilang keluar sebentar!" saut Lia tersenyum lebar, membuat ke dua matanya menyipit.

"Oh.. Ya, udah! Makasih."

Salsa beranjak pergi keluar dari rumahnya.

Salsa yang dari tadi belum melihat David sama sekali. Dia memutuskan untuk pergi mencari David keluar. Ke dua matanya berkeliling melihat sekeliling Vila itu. Hingga pandangan matanya tertuju pada sebuah rumah kecil tepat di samping Vila itu. Rumah yang tertutup dengan beberapa bunga warn-warni yang indah. Mengelilinginya. Meski ia sempat takjub melihat bunga itu.

Salsa tak sadar jika di sana, ada rumah kecil. tepat dengan pinggiran pantai. Yang hanya berjalan 10 langkah dari pinggiran pantai itu.

"Apa David ada di sana?" gumam Salsa. Menghela napsnya, membalikkan badannya dan memutar arah. Salsa yang sangat penasaran. Ia mencoba berjalan dengan langkah kaki was-was menuju rumah kecil itu. Dengan pandangan mata menatap ke kanan dan ke kiri bergantian.

"Ini rumah siapa?" gumam Salsa padanya dirinya sendiri. Dia heran sudah dua hari di sana dan baru sadar jika ada rumah di sana.

Sampai di depan pintu. Salsa mencoba mencari jendela di sana. Melihat siapa yang ada di dalam. Ia penasaran rumah itu kosong atau ada masih ada orangnya. Salsa mengintip di balik jendela kaca, melihat sosok David ada di dalam sedang melukis di sana. Begitu banyaknya canfas dan beberapa lukisan yang terpanjang di sana. Dengan nuansa alam. Dan banyaknya lukisan seorang wanita dan gambar yang entah apa itu. Dia tidak bisa melihatnya begitu jelas. Tetapi melihat semua itu sudah membuat matanga terkagum-kagum.

Gak nyangka aku. Kalau di balik sifat kasar laki-laki itu menyimpan hal manis juga. Bukanya melukis juga butuh kesabaran. Gumam Salsa, mencoba bersandar panda pintu. Sontak membuat tubuhnya terpental ke belakang. Saat pintu tak terkunci itu terbuka lebar.

David yang terkejut menatap ke arahnya. Dengan pandangan mata tajam seakan tak suka jika dirinya masuk ke dalam rumah itu.

"Kenapa kami di sini?" tanya David kesal.

"Memangnya aku gak boleh di sini? lagian ini tempat umum."

"Ini vila milikku. Jadi setiap ruangan di sini semua hanyalah milikiku. Bukan tempat umum." David menajamkan pandangan matanya.

"Tetapi aku istri kamu." pangan mata Salsa liar, menatap canfas yang baru saja di lukis oleh suaminya. Sosok wanita, belum begitu jelas David menutup lukisan itu.

"Jangan lihat-lihat," pekik David. "Jaga mata kamu. Jangan sembarangan melihat privasi orang."

"Kenapa kamu menyembunyikan semuanya dari istri kamu." ucap Salsa mencoba membela diri.

"Aku itu hanya ingin menjadi istri yang..."

"Istri hanya di atas kertas. Ingat itu!" potong cepat David tanpa memberi celah Salsa untuk bicara.

"Udah sana pergi. Nanti jika aku membutuhkanmu kalau akan segera cari kamu."

"Kalau aku gak mau," gumam Salsa menguntupkan bibirnya kesal.

"Kalau gak mau ya, terserah kamu." David memalingkan wajahnya acuh.

"Kenapa kamu nyolot gitu." ucap kesal Salsa.

"Siapa yang nyolot. Lagian udah malam kamu tidur sana." pinta David.

Salsa menguntupkan bibirnya kesal. beranjak pergi dari tempat dia berdiri.

"Aku ke sini hanya penasaran di kana kamu. Dan sekaligus meminta kamu makan."

"Aku gak lapar!"

"Ya, udah! Bye.." Salsa seketika pergi. Tanpa banyak tanya lagi. Hatinya benar-benar sudah sangat kecewa dengan ucapan David. Dia sudah capek-capek masak untuknya dan sekarang sama sekali tidak di hargai.

Ternyata aku salah. Aku yang terlalu berharap hubunganku bisa seperti Alan dan Lia. Dan itu semua percuma. Dari lukisan tadi saja aku sudah paham. Jika dia suka wanita. Dan mungkin itu pacarnya, Dea. Gumam kesal Salsa, tidak hentinya terus menggerutu masuk ke dalam kamarnya. Menjatuhkan dirinya tepat di atas ranjangnya. Tidak hentinya ke dua tanganya memukul keras ranjang miliknya.

"Dasar nyebelin, baru saja lihat sekilas tidak boleh!" decak kesal Salsa.

***

Sedangkan David, mulai membereskan semua peralatan melukisnya. Dia bergegas pergi. Berjalan keluar menuju ke pinggiran pantai. Merasakan desiran angin malam pantai yang menusuk ke dalam sum-sum tulangnya.

"Ah... udara hang benar-benar dingin." gumamnya, duduk tepat di atas pasir putih. Yang tak terlihat putih di tengah gelapanya malam. Di duduk di bawah ribuan bintang, dan satu cahaya bulan purnama yang tepat di atasnya. Suara desiran ombak laut menghantam karang terdengar begitu merdu di telinganya.

Pikiran David melayang membayangkan wajah kecewa Salsa tadi.

"Maaf! Salsa bukanya aku tidak mau kamu masak untukku. Tapi aku ingin kamu sadar suatu hal.."

Merasa sangat lelah haru ini. David membaringkan tubuhnya di pinggiran pantai. Menatap ke langit, entah dari mana datangnya bayangan wajah Salsa yang tiba-tiba melintas di kepalanya.

Sedangkan Salsa berdiri di atas balkon. Dengan pandangan tertuju ke arah David.