Matahari sudah menampakkan sinarnya. Menembus kelambu putih yang mebentang di dinding kaca menghiasi kamar tidur Salsa.
Lia berjalan masuk ke kamarnya. menggelengkan kepalanya saat melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 8 pagi. Lia menggelengkan kepalanya ke dua kalinya saat melihat Salsa masih berbaring di ranjangnya dengan selimut yang menutup sekujur tubuhnya. Terbesit dalam pikirannya untuk membangunkan Salsa. Dan Salsa dengan segera bangun, mengusap ke dua matanya.
"Aku ingin bicara dengan dia, kamu pergilah!" ucap David. Yang entah sejak kapan dia datang dan masuk ke dalam kamarnya.
"Baiklah!!" Lia bergegas pergi. Dan David menarik tangan Salsa kasar hingga terjatuh dari atas ranjangnya.
"Aw-- sakit!"
"Sakit, ya?" ucap David, menarik sudut bibirnya tipis.
"David...." teriak Salsa menggelegar, berdengus kesal, ke dua matanya menajam, beranjak berdiri mendorong ke dua bahu David. Kemudian menajamkan matanya lagi, dengan ke dua tangan berkacak pinggang.
"Apa kamu gak bisa lebih romantis dikit."
"Romantis katamu?" David, memincingkan salah satu matanya.
"Kalau gak romantis, setidaknya kamu lebih sopan denganku."
"Kenapa aku haru sopan dengan kamu."
"Karena aku adalah istri kamu"
"Sejak kapan aku jadi suami sah kamu."
Salsa menggeram kesal. "Ih... Kamu bener-bener ya. Entahlah.. Terserah gimana kamu sekarang. Apa katamu. Dan aku tak perduli tentang itu.."
"Jelek!" umpat David menatap kesal ke arah Salsa.
Wanita itu seketika membuka matanya lebar. Menajamkan matanya. Rahangnya menggertak penuh dengan amarahnya. "Apa kamu bilang? Mungkin kata kamu harus di periksa."
"Kenapa? Apa kamu merasa sangat cantik?"
"Emm.. Enggak juga. Tapi setidaknya sedikit cantik gitu." ucap Salsa, dengan ke dua tangan dan wajah mengikuti ucapannya.
"Sedikit? Tapi..." David menatap.setiap sudut wajah Salsa. "Emm.. Tapi sepertinya kamu gak ada sama sekali kata cantik di wajah kamu." ledek David.
"Ih.. Dasar ya, memang laki-laki batu kayak kamu nyebelin. Kamu tahu gak aku itu ingin sekali menarik bibir kamu itu." gerutu Salsa tak ada hentinya.
Sedangkan di balik pintu, Alan dan Lia tak sengaja mendengar perdebatan mereka yang menganggu mereka.
"Lia, kemarilah! Aku punya rencana nanti."
"Apa?" tanya Lia penasaran.
"Kita kunci mereka berdua di dalam. Gara lebih akrab dan tidak terus bertengkar seperti itu." jelas Alan.
Dengan cepat Lia melakukan apa yang ucapkan Alan.
Brakk..
Suara pintu tertutup sangat keras membuat Salsa dan David terkejut. Menatap kom0ak ke arah pintu. Salsa berlari menuju ke pintu. Menggedor pintunya berkali-kali. Dan mencoba membuka pintunya.
"Shitt. di kunci!!" umpat Salsa kesal.
"Lia..Alan...buka pintunya." teriak Salsa, tidak hentinya ke dua tangannya menggedor pintu kamarnya. Entah ini hari sial atau keberuntungan baginya. Bisa berdua di dalam kamar yang terkunci dari luar dengan David.
Dan pandangan mata David, terlihat datar-datar saja tanpa ekspresi. Seakan dia tidak perduli dnegan semua itu. Ke dua tanganya sibuk mencari beberapa koleksi bukunya. Dan mulai mengambilnya, selesai mengambil buku. David berjalan menuju ke sofa, duduk santai tanpa menatap ke arah Salsa sama sekali. Seakan dia memang sengaja tidak menganggapnya.
"Eh.. Kamu gak kepikiran untuk keluar gitu."
"Buat apa?" tanya datar David, jemarinya membolak-balikkan lembaran buku. Tanpa sedikitpun menatap ke arah Salsa. Wanita itu terlihat sangat bingung. Dia berjalan mondar-mandir tidak jelas. Mencoba mencari cara gimana untuk keluar. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah gimana. saat dia nanti mandi, dan gimana kalau ganti baju.
"Eh.. Buat apa katamu? Emangnya kamu mau tetap di sini sampai beberapa hari."
Wajah David masih tetap tenang. Dia tahu jika Alan hanya mencoba mendekatkan dirinya dengan Salsa. Rencana anak kecil baginya tidak mempan. Bagaimanapun juga hatinya tetap satu yaitu Dea.
Hampir lima menit berlalu. Salsa tidak hentinya terus mondar-mandir di depannya.
David menghela napasnya. Mengangkat kepalanya menatap Salsa.
"Udah diam duduk, aku pusing melihat kamu mondar-mandir gak jelas."
Dan Salsa hanya menatap ke arah David dengan pandangan bingung.
"Apa kamu gak bisa duduk diam" ucapnya lagi.
"Aku bingung gimana cara kita keluar." ucap Salsa dengan tangan dan kaki bergerak mengikuti ekpresi wajahnya. "Kamu juga vantu aku mikir. Atau kamu dobrak ointumya."
"Emang bisa pintu di dobrak dari dalam. Bisa-bisa lengannya yang memar, memangnya kamu mau tanggung jawab."
Salsa memutar matanya malas. Menghentakkan kakinya, dan tangan bersedekap. Ia menarik ujung bibirnya sinis sembari mencibir pelan.
"Emang dia hamil tanggung jawab. Dasar lebay.. bilang saja kalau dia lembek gak kuat."
"Apa katamu?" tanya David, menarik ke dua alisnya bersamaan ke atas. Pandangan matanya menyipit.
"Biasa saja kalau melihatku, nanti kalau kamu jatuh cinta padaku, gimana?" sindir Salsa memutar matanya acuh.
David hanya diam, menghela napasnya mencoba untuk tetap sabar. Dia menundukkan kepalanya lagi, dan mulai membaca buku yang masih terbuka di tangannya.
Tuh orang bener-bener, ya. Apa memang dia itu sengaja berdua dnegan aku di aini. Atau jangan... jangan..
"Apa kamu yang meminta Alan mengunci kita di dalam?"
David tetap pada pendiriannya. Dia menutup mulutnya rapat-rapat. Tak mau ikut campur lagi, tau memikirkan Salsa.
"David, kamu dengar gak?" ucap Salsa meninggikan suaranya. Dan David masih tetap saja datar, memasukan jarinya ke telinga, dengan sikap acuh tak acuh padanya.
"Entah gimana aku bisa bicara denganmu." Salsa menggeram kesal, hatinya sesudah ingin sekali mencabik tuh bibirnya biar bisa terbuka lebar. Lagian punya mulut tak di gunakan dengan baik.
"Jangan membicarakanku dalam hati," ucap David, ke dua matanya masih fokus membaca setiap tulisan kecil di buku itu. Salsa menoleh, menarik ujung bibirnya tipis. Saat melihat David masih tak berkutik sama sekali dari tempatnya.
"Siapa juga hang membicarakanmu. Dia benar-benar kepedean banget, sih!" ucap Salsa, menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari tempat duduk yang pas untuknya. Kakinya terasa nyeri terlalu lama berdiri mondar-mandiri sendiri. Dari pada capek di buat sendiri. Lebih baik cari akan duduk tenang seperti David.
"Nah, gitu tanang! Gak banyak bergerak. Bikir repit orang saja."
"Lagian kenapa juga kamu yang repot."
"Karena kamu berdiri di depan mataku." jawab David, mengangkat kepalanya kesekian detik. Kembali lagi fokus pada bukunya.
"Kalau kamu mau tidak di ganggu, lebih baik kamu masuk saja ke kamar mandi. Dan berdiri di sana, terserah mau jungkir balik. Atau salto, atau bahkan atraksi di dalam aku tak perduli." jelas David, bangkit dari duduknya. Melangkahkan kakinya berjalan menuju ke ranjangnya. Membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lelah.
Salsa hanya menatap ke arahnya tajam. Dia mengerutkan keningnya. Dengan mata kesal, dan bibir manyun beberapa senti.
Ah.. Terserah dia lah. Aku capek ladeni dia. Lagian dia laki-laki aneh yang pertama kali aku kenal.
Salsa menghela napasnya, menyandarkan punggungnya di sofa, dan kepala di atas, dan ke dua tangan terlentang. Ia merasa tenang saat otot-ototnya perlahan mualai istirahat, sedikit tertarik.