Sampai di rumah. Salsa benar-benar sudah cepek. Perjalanan jauh yang memakan waktu beberapa jam itu membuat tubuhnya lemas tak berdaya. Meski dia naik mobil tapi beda lagi sekarang. Laki-laki itu benar-benar membuatnya kesal. Setiap perjalanan hanya diam tanpa suara. Bahkan meliriknya saja tak mau. Entah dia jijik atau gimana dengannya. Rasanya henar-benar membuatnya sangat geram dengan sifat acuh tak acuh dia.
"Jangan tidur!" pekik David, berjalan masuk ke dalam rumah dengan santainya, membuka kaca mata hitam di matanya. Lalu melemparnya tepat di tangkapan Salsa.
"Apa maksudnya ini?" tanya Salsa heran.
"Itu taruh di kamarku," ucap David, beranjak duduk di sofa. Dengan kaki kiri diatas paha kaki kanan. Tangan kanannya menyangga tubuhnya diatas sofa, dan pandangan matanya tak lepas melihat Salsa tak hentinya berdecak kesal saat melihatnya.
"Kenapa melihatku?" tanya David.
"Siapa yang melihatmu?"
"Itu tadi?"
"Jangan pikir kamu laki-laki paling tampan. Terus aku melihat kamu kagum gitu," Salsa menarik bersamaan pundaknya ke atas. Dengan ekspresi wajah jijiknya.
"Enggak akan!"
"Apalagi aku, gak akan suka dengan kami." pekik David dengan santainya.
"Kalau gak suka jangan perhatian denganku,"
"Memangnya kenapa?"
"Kalau kamu perhatian padaku tanpa status. Sama saja kamu memberiku harapan palsu." tegas Salsa memalingkan wajahnya acuh.
David tersenyum samar. "Jadj kamu minta status?" tanya David memastikan.
Salsa menggerakkan bibirnya ke kanan dan ke kiri bergantian. Memutar matanya mencoba mencari jawaban apa yang akan di berikan pada David.
"Bilang saja kalau kamu itu berharap banyak padaku." ucap David, mendekatkan wajahnya. Membuat ke dua kata mereka saling tertuju dalam diam, hembusan napas mereka saling berpacu cepat.
Salsa berdengus kesal, mendorong tubuh david menjauh arinya.
"Jangaj pernah sekalipun menatapku seperti itu. Aku sudah bilang padamu. Jangan beri aku harapan palsu." ucap Salsa, memberikan kaca mata hitam David, tepat di atas dadanya. Lalu berlari pergi meninggalkan laki-laki itu. Entah sejak kapan air mata perlahan mulai menetes semakin. kuat dia berlari, semakin derasnya air akta itu mengalir membasahi pipinya.
"Dasar laki-laki nyebelin!" Salsa menjatuhkan tubuhnya di atas ranhang, meraih bantal warna pink miliknya. Menyembunyikan wajahnya di balik bantal
Sembari terus berbicara tak jelas di dalamnya.
"Aku benci David, aku benci. Dan paling aku benci juga adalah diriku sendiri. Kenapa bisa aku bisa suka dengan David. Harusnya aku tidak boleh suka dengannya.." gumam Salsa menangis semakin menjadi-jadi.
Tok.. Tok... Tok..
"Siapa?" teriak Salsa, yang masih menangis tersedu-sedu. Devian berjalan masuk ke dalam kamarnya yang setengah terbuka. Dia melihat Salsa nangis membuat dia penasaran, dan berusaha bertanya padanya.
"Salsa? kamu kenapa?" tanya Devian, duduk di atas ranjang Slasa, sontak wanita itu bangkit dari ranjangnya. Duduk di samping Devian, memeluk erat tubuhnya. Tubuh mereka semakin menempel, Salsa mengusap punggung Devian, menangis tersedu-sedu dalam dekapan tubuhnya.
"Apa cinta sesakit ini?" tanya Salsa.
Devian mengangkat tanganya, dua merasa ragu ingin mengusap rambutnya. Laku menurunkan tangannya lagi. Memegang bahu Salsa, melepaskan pelukannya.
"Ada apa?" Cerita padaku, siapa tahu aku bisa bantu kamu." gumam Devian, menghapus air mata yang membasahi pipi Salsa dnegan jemari-jemarinya. Membuat wanita itu terdiam. Kelembutan Devian masih tetap sama. Wajahnya yang tamoan, dan sebutannya membuat kesedihan itu perlahan pudar. Sejak kapan kedatangan dirinya membuat dia merasa sangat tenang.
"Jangan buang-buang air mata kamu apda lakiaki yang sama.sekali tidak mencintai kamu. Simpan air mata ini untuk kebahagiaanmu nanti." Devian mengembangkan bibirnya, memyentuj sebuah senyuman. Dengan tangan mengusap lembut ujung rambut Salsa. Semakin membuat gadis cantik itu tersipu malu.
Salsa mengerutkan keningnya. "Maksud kamu apa?" tanya Salsa.
"Biarkan air mata kamu menjadi air mata bahagia kelak nanti. Jangan buang-buang air mata kamu untuk hal yang tak penting."
"Tapi dia penting bagi hidupku."
"Sekarang aku tanya kamu," Devian meraih dagu Salsa menarik ya, sedikit ke ata menatap ke dua matanya.
"Akah dia perduli dengan hidup kamu? Pasti tidak, kan. Karena semua sama saja. Dia acuh tak acuh padami, lebih baik bukalah lembara batu lagi sekarang." jelas Devian panjang lebat.
"Makasih, kak." ucap Salsa, tersenyum tipis menatap Devian.
"Dev, kemari!" panggil Devid, yang entah sejak kapan dia sudah berdiri di depan pintu. Menyandarkan punggungnya menatap ke arah Selsa dan Devian.
"Sejak kapan dia di situ?" tanya Salsa.
"Entahlah! Aku pergi dulu," ucap Deviab, bangkit dari duduknya. Dengan cepat Salsa memegang tangan Devian dengan ke dua tangannya.
" Jangan pergi!" ucap Salsa merengek.
"Maaf! Aku masih ada kepentingan." jawab Devian brralsan, dia menarik tanahnya dan bergegas pergi. Melangkahkan kakinya keluar. Sampai di depan ointu, David menepuk pundaknya.
"Makasih! Udah menenangkan dia," ucap David. Di balas dengan senyuman tipis oleh Devian.
"Iya, kak!" jawabnya. Lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan kamar Salsa.
David, berjalan mendekati Salsa. Pandangan matanya lurus, menatap tepat ke arah Salsa yang tertunduk keaal
"Ngapain lagi kamu di sini," ucap Salsa,
"Aku di sini hanya ingin menemui kamu," jawab David, duduk di samping Salsa. Dengan cepat Salsa menarik pinggulnya ke menjauh darinya. Dan David terus berusaha mendekatinya. Salsa juga terus menghindar.
"Bisa gak, kalau kamu jangan dekat-dekat fenganku?" tanya Salsa kesal.
David menyentuh dagu Salsa. Menariknya sedikit ke atas. "Apa katamu, ini kamarku. Jadi tidak ada yang bisa melarangki ke sini atau kemanapun." Jelas David, melepaskan dagu Salsa. Kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang, merentangkan ke dua tangannya, sesekali dia melirik ke arah Salsa yang acuh tak acuh padanya.
Kenapa dia ada di sini.. Aku malas sekali berada di sini dengan dia. apalagi kalau aku udah tahu yang sebenarnya tentang dia.. Tambah kesal, iya. Gumam Salsa, berdengus kesal. Pandangan David tak lepas dari wajah Salsa yang terus mengumpat dalam hatinya. Dia tahu jika Salsa kesal dengannya.
David tersenyum tipis, menarik tangan Salsa hingga terjatuh tepat di dada bidangnya. Ke dua tangannya menyentuh dada David, dan kepala tepat di wajahnya. Ke dua mata mereka saling bertemu dalam diam.
Aku merasakan detak jantungnya lagi. Kenapa aku merasa dia sangat gugup saat bersamaku. Kenapa? Perasaan dia sepertinya berbeda denganku.
Salsa menelan ludahnya, saat ke dua nata David sangat dekat dengannya wajahnya hanya berjarak dua telunjuk jari darinya. Hembusan napas mereka saling berpacu.
"Apa kamu sudah ingin melihatku," ucap David, menarik tangannya semakin dekat. Membuat bibir Salsa mendarat tepat di bibir David. Salsa mengerjapkan matanya.
Apa aku menciumnya. Dan detak jantungku. Aku kenapa, merasa sangat gugup seperti ini.