Sholat Dzuhur di Masjid Ahmed Besiktas pada weekday memang tak pernah ramai sama sekali. Jamaah wanitanya hanya tak sampai 10 orang saat sholat Dzuhur, itu pun sebagian besar adalah pendatang, bukan asli penduduk Turki, menariknya semuanya adalah orang Asia Tenggara, seperti dari Malaysia, Thailand, dan Indonesia sehingga Thalita pun sesekali mengobrol dengan para wanita yang juga bekerja di kompleks perkantoran gedung Osezen tersebut.
Thalita lebih suka sholat Dzuhur di masjid karena sekalian dengan waktu makan siang, meski akan sedikit terlambat namun dia lebih memilih sholat di masjid ketimbang di musholla kantor yang kecil dan adanya di basement dan lantai paling atas gedung.
Thalita selalu sendiri saat melakasanakan sholat dan itu tak membuatnya kaget karena memang budaya sekular Turki yang sudah sangat kental dan banyak orang Turki yang sebagian muslim tak menjalankan sholat wajib.
Thalita pun sudah selesai menunaikan sholat Dzuhur, ia pun bergegas keluar dari masjid Ahmed untuk kembali ke kantornya.
Seorang wanita berjilbab pasmina biru tosca dengan kemeja garis-garis hitam putih melihat ke arahnya dan memandangi dengan seksama.
Thalita pun melemparkan tersenyum kepada wanita tersebut.
Wanita yang kelihatannya masih berusia awal 20 itu melemparkan balik senyumannya. Wanita tersebut melihat name tag Thalita. "Merhaba (halo)!" sapanya sembari mendekati Thalita.
Thalita pun terkejut wanita yang tak dikenalnya tersebut menghampirinya tiba- tiba. Ia pun menyapa balik. "Merhaba!"
"Benim adim Guliza! Guliza Dolugur!"
"Merhaba, Nona Guliza ada apa ya?"
"Nona, boleh kutahu siapa namamu?"
"Benim adim Thalita!"
"Nona Thalita, boleh aku tahu apakah ada lowongan di Perusahaan Halloturk?"
Thalita tentu kaget karena seseorang bertanya secara random mengenai lowongan pekerjaan di Halloturk seperti ini, tentu sangat dia tak tahu menahu. "Saya kurang tahu! Kau bisa lihat di Linkedin untuk lowongan pekerjaan!"
"Nona, saya sudah beberapa kali masukan lamaran di Halloturk namun saya tak pernah dipanggil!" ujar Guliza.
"Maaf Nona, saya kurang tahu... saya harus segera masuk ke kantor karena sudah terlambat sekaranga! Maa ya Nona Guliza!" Thalita pun berjalan cepat meninggalkan Guliza.
**
Akhirnya Thalita pun tiba di ruangannya. Ia pun buru- buru kembali menyalakan komputernya.
Pelin pun menegur Thalita halus. "Thalita, lain kali sholatnya di dalam saja! Atau kau bisa pakai gudang sudut tempat istirahat untuk sholat!"
"Pelin... aku lebih nyaman sholat di masjid!"
"Tapi kau akan terus- terusan terlambat jika seperti itu! Kau masih anak baru disini! Aku tkut tak lulus masa probation!" ujar Pelin memperingati.
"Iya- iya..." jawab Thalita santai.
"Thalita jan setengah tiga ya.... ditunggu di ruangan Zalxar!" ujar Mustafa yang menghampiri Thalita tiba- tiba.
"Baiklah! Sabar Abi aku akan segera kesana!" balas Thalita.
Akhirnya Thalita pun menghadiri meeting di ruangan Zalxar yang mana terdapat investor Korea yang akan bekerja sama dengan Perusahaan Halloturk.
"Anyeonghaseyo!" ujar sang investor dari Perusahaan Cheonsa yang bernama Ji Inwoo.
Thalita melihat sang investor muda tersebut dan melihat wajahnya familiar seperti mirip dengan seseorang, dalam benaknya ia berpikir jika Ji Inwoo masih bersaudara dengan Ji Changwook karena mirip dengan Ji Changwook.
Mereka pun muai berdiskusi mengenai pekerjaan, Thalita sangat fasih dan jelas menjelaskan komunikasi tik tok seperti ini dan membuat semua menjadi clear.
Namun ternyata Furqan sang bos tak semudah itu, ia sangat susah untuk bisa dealing dengan investor Korea tersebut.
"Tuan Inwoo, saya masih belum bisa percaya dengan tawaran anda sejujurnya. Nilai investasi anda masih belum sebanding dengan resiko yang mungkin bisa kita alami saat project kita berjalan..." ujarnnya tak mudah
Thalita pun menterjemahkan ke dalam bahasa Korea apa yang diucapkan Inwoo.
Inwoo pun menanggapinya. Ia meyakinkan lagi Furqan jika investasi yang ia lakukan terhadap Halloturk ini sangatlah worth it dan banyak memberikan benefit bagi Halloturk.
Thalita pun kembali menterjemahkan.
Furqan mengerutkan dahinya. "Tahan dulu..."
Akhirnya setelah dua jam meeting, belum ada hasil kepastian titik temu mengenai investasi dari Perusahaan Cheonsa ini.
Akhirnya rapat pun ditutup.
Thalita hanya geleng- geleng kepala, di dalam benaknya ia heran kok bisa ada bos yang seperti itu... batinnya. Wajah doang gantengnya ga ketulungan, tapi nyebelin parah...
Ia sampai membuat ekspresi mengerucutkan bibir begitu sang bos keluar ruangan lebih dahulu.
Namun tanpa disangkanya, Inwoo memperhatikan gerak- geriknya sedari tadi. "Agashi, kau kenapa?" tanyanya.
Sontak Thalita pun terkejut. Ia pun menggleng. "Animida... nan kwaenchanayo (aku baik- baik saja)! Mohon abaikan saja!" ujarnya.
"Kau bukan orang Turki ya?"
"Loh... keundae... Ibuku orang asli Turki, Ayahku Indonesia-Arab!" jelasanya.
"Aku pernah tinggal di Indonesia bersama keluargaku sewaktu aku masih kecil, kebetulan aku juga punya kembaran yang tinggal di Indonesia!"
"Kembaran?"
"Iya benar, aku punya kembaran!"
Sontak Thalita pun terkejut dan ia pun mengingat dengan siapa Inwoo tersebut mirip di kehidupan nyata. "A... Apakah kau... kembarannya Ji Changwook?" terkanya tanpa pikir panjang.
Inwoo terkekeh. "Animida..."
"Hehehe... saya hanya bercanda... tidak mungkin Ji Changwook tinggal di Indonesia, Orang Korea yang paling saya kenal diIndonesia hanya Tuan Ji Changwi..." Tiba- tiba mimik wajah Thalita berubah kaget, Ia pun melihat kembali ke arah Inwoo.
"Nama kembaran saya Ji Changwi..."
Thalita menghentakkan gigi- giginya, Ia tak percaya jika pria yang ada di hadapannya ini adalah kembaran dari mantan bosnya. Batinnnya. Sial... kenapa gue ketemu duplikatnya mantan bos gue juga disini! Apes bener dah hidup gue!
**
Furqan melemparkan dokumen- dokumen perjanjian dengan investor Korea tersebut ke atas mejanya dengan emosi. Ia mendapati nilai investasi yang diajukan tidak sesuai dengan yang telah didiskusikan sebelumnya, dengan perhitungan benefit yang jauh dari ekspektasinya. Ia duduk sembari berpikir. Apa- apaan ini!
Furqan pun menelpon sekretarisnya. "Melisa, tolong panggilkan Mustafa ke ruangan saya!"
"Baik Tuan!"
Furqan pun menutup teleponnya.
Tak lama Mustafa pun sudah ada di ruangan Furqan.
"Ada apa Furqan Bay?"
"Kau tahu tidak... soal perjanjian ini!" Furqan melirik ke arah dokumen yang ada di mejanya.
Mustafa tertegun sejenak. " Maksud Tuan?"
"Kau baca saja sendiri! Kau buat delaing macam apa di belakangku?!"
"Tuan... Anda curiga padaku?!"
Sudut mata Furqan menyipit. "Kau pikir saja sendiri! Saya sudah percaya denganmu 100 persen, saya harap tak ditusuk dari belakang!"
Mustafa terdiam sejenak. Ia pun kemudian mengambil dokumen yang ada di atas meja Furqan dan kembali membacanya. Batin Mustafa. Sial, kenapa bisa ditulis semua seperti ini! Aku sudah minta Adilla supaya tak membuat orang-orang curiga namun dasar bodoh Adilla!
"Tuan, ini benar saya tidak tahu... "
"Sudahlah saya tak mau dengar alasanmu!" Furqan mempersilahkan Mustafa keluar dari ruangannya secara halus.
**
Mustafa kembali ke ruangannya dan menggebrak mejanya. "SIALAN!" umpatnya.
Semua orang yang ada di sekitarnya pun terkejut. Pelin menghampiri Mustafa. "Mustafa, kau kenapa? Apa lagi?!"
"Furqan Bay itu benar- benar menyebalkan! Kalau bukan karena dia atasan saya, saya sudah membalas berucap kasar di depannya!"
Pelin menepuk- nepuk bahi Mustafa. "Kau seperti baru pertama kali bekerja dengan Furqan Bay saja!"
"Pelin... ini sudah keterlaluan!" ujarnya naik pitam.
"Sudahlah..." Pelin berusaha meredakan amarah Mustafa.
Thalita hanya menggigit jarinya melihat Mustafa marah- marah. Batinnya. Mustafa Abi ini bukannya yang membuat semua dokumen perjanjiannya dengan investor Korea tersebut? DI meeting tadi aku rasa ada misskom antara Mustafa sama Tuan Furqan, sepertinya Tuan Furqan merasa jika nilai investasinya nilainya sudah dikurangi jauh dari yang sudah dididskusikan sebelumnya. Mustafa Abi jelas- jelas mengerti kan jika nilai investasi dari investor Korea itu jauh dikurangi?! Tadi saat meeting, Mustafa Abi menyebut nama Dilla, siapa lagi Dilla?
**