Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Lintas Alam

🇮🇩bayukuncoro
--
chs / week
--
NOT RATINGS
19k
Views
Synopsis
Tejo dan Earvin, dua manusia dari Alam yang berbeda, memutuskan bertualang bersama. Menjelajahi banyak Alam. Bertumbuh menjadi kuat dan tak terkalahkan. Bukan demi keadilan, bukan juga kebaikan. Hanya berdiri di atas kaki mereka. Melihat dunia yang begitu luas. Tak lupa mengagumi kecantikan. Bertualang tanpa wanita sungguh menyiksa.
VIEW MORE

Chapter 1 - Retakan Dimensi

Malam itu Tejo sedang duduk di teras rumahnya. Bersantai dengan kopi panas sambil memandang bintang - bintang.

Tinggal sendiri di sudut desa membuat tetangga terdekatnya berjarak cukup jauh. Sekeliling rumahnya hampir seperti hutan dan memang rumahnya sudah dekat dengan Hutan Karang Duwur.

Di sebelah rumah Tejo, berdiri sebuah pohon tua. Entah sudah berapa lama pohon itu di sana. Bahkan sejak awal ingatan hidup Tejo, pohon itu sudah kokoh berdiri.

Sambil memikirkan kehidupan nya yang membosankan, Tejo tidak sadar jika di halaman rumahnya saat ini muncul retakan kecil di udara yang tipis.

Retakan itu perlahan membesar dan dari celahnya terlihat bayangan hitam. Bukan salahnya memang, karena kondisi gelap, siapapun tidak akan memperhatikan fenomena aneh ini.

Setelah beberapa lama, retakan itu pun pecah. Dari dalam nya sesosok putih terlempar dan melesat seperti anak panah.

Sosok itu pun berhenti setelah menabrak pohon besar tua dan menimbulkan suara seperti ledakan.

"Sialan, apa setan sekarang punya bahan peledak?" umpat Tejo.

Tejo yang penasaran menghampiri ke arah pohon besar tua.

Walau kondisi cahaya sangat minim, tapi Tejo masih bisa tahu kalau sosok itu adalah seorang pria mengenakan setelan jas putih.

Kondisinya terlihat tidak baik. Dia terluka dan tak sadarkan diri.

Tejo yang bingung dengan peristiwa yang terjadi menjadi terdiam. Setelah berfikir sejenak, dia memutuskan untuk membawa pria itu kedalam rumah nya.

...

Di pagi hari, seorang pria yang babak belur sedang terbaring di sebuah kamar.

Sinar matahari yang masuk lewat jendela perlahan mengganggu tidur nyenyak nya.

Perlahan dia membuka mata dan terlihat mengamati sekitar.

"Sepertinya aku selamat, tapi dimana tepatnya ini?"

"Rupanya kamu sudah bangun yah, tukang tidur!" Tejo beridiri di depan pintu sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman.

"Makan lah dulu, dan jangan lupa bayar biaya menginap dan layanan kamar nanti. hahaha" canda Tejo.

Pria itu agak ragu dan akhirnya memutuskan untuk makan.

Setelah dilihat, pria ini seperti pria muda berumur 25th. Namun terdapat fitur unik yang cukup mencolok. Rambutnya berwarna putih dan tinggi nya sekitar 170cm.

Setelah menyelesaikan makan, pria itu pun menatap Tejo dan bertanya.

"Dimana ini?"

"Ini rumah ku. Semalam aku menemukan mu dalam kondisi yang menyedihkan. Sebagai pria baik, tentu aku menolong mu dan memberimu makan." jawab Tejo.

"Jadi begitu, kalau begitu terimakasih. Aku pasti membayarmu dengan layak."

"Lupakan gurauan ku tadi, aku hanya bercanda. Saat orang tuaku masih ada, mereka bahkan membawa orang kerumah setiap hari dan semuanya adalah orang-orang terlantar. Mereka tidak mengharap apapun sebagai balasan. Dan aku mengagumi mereka dari lubuk hatiku." jelas Tejo dengan wajah tersenyum.

"Sepertinya kamu memang orang baik, tapi seharusnya kamu lebih waspada. Tidak semua orang di dunia ini dari jenismu*. Mereka tidak akan ragu menusuk orang yang bahkan telah menyelamatkan mereka."

*jenismu maksudnya orang baik seperti Tejo.

Saat mendengar jawaban pemuda ini, Tejo tertegun sejenak dan berfikir bahwa pengalaman hidup pemuda ini pasti tidak menyenangkan. Namun ekspresi Tejo menjadi datar dan memancarkan aura dingin.

"Jika aku bertemu orang jenis itu, maka sudah pasti dia tidak akan melihat matahari lagi."

Pria muda itu bisa merasakan aura yang mengintimidasi dari ucapan nya. Dia tahu Tejo tidak main-main dan mampu melakukan itu.

Akhirnya pemuda itu tersenyum dan berkata "Yah, kau memang orang yang menarik."

Menyadari raut muka Tejo menjadi jijik padanya. Dia buru-buru mengoreksi kata-katanya. "He..hei, aku normal, jangan salah sangka!"

Tejo mengabaikan nya dan bertanya "Ngomong - ngomong siapa namamu?"

Mendengar pertanyaan Tejo, pemuda ini pun berdiri. "Oh iya, ijinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Earvin Von Miller, dari kekaisaran Ever Spring. Dan sebagai balas budiku, aku akan memberikan ini padamu. Aku tahu kamu ikhlas menolong ku, tapi setidaknya kau dapat menggunakan ini untuk membantu lebih bayak orang." jelas Earvin sambil menaruh sebuah kantung ke atas meja.

Seakan tidak percaya, mata Tejo terbelalak melihat adegan ini. Bagaimana tidak, sebuah kantung tiba-tiba muncul dari udara tipis. Dan kejutan nya bahkan belum berakhir. Didalam kantong itu terdapat koin emas dalam jumlah banyak. Mungkin jika dihitung terdapat sekitar 100 buah koin emas.

Di bagian mana di Bumi ini yang masih menggunakan koin emas sebagai mata uang? Dan tempat apa sebenarnya Kekaisaran Ever Spring itu?

Setelah tertegun agak lama, Tejo kembali mengumpulkan ketenangan nya. Dan mulai menatap lekat pada pemuda itu.

"Kau bukan dari dunia ini kan?" tanya Tejo.

Walau dugaan ini masih diragukan, tapi hanya ini penjelasan yang mampu dihasilkan kepala Tejo saat ini. Dunia lain? Hal konyol macam apa itu. Tetapi sekonyol apapun dugaan nya, satu-satunya hal yang bisa menjelaskan ini semua adalah itu.

"Mengingat kau secerdas ini, rasanya tidak akan sulit melanjutkan obrolan ini. Itu benar, jika dilihat dari sudut pandang mu, aku adalah orang dari dunia lain. Tapi sebenarnya, di sini juga merupakan dunia lain bagiku." Balas Earvin sambil menggelengkan kepalanya.

"Di dunia ini ada banyak sekali dunia yang berdiri secara paralel. Aku menyebutnya sebagai Alam. Secara normal tidak mungkin untuk berhubungan antar Alam apalagi melintasinya. Mengingat kau yang menebak asalku dengan begitu cepat, apakah orang-orang di Alam ini akrab dengan konsep ini?"

Tejo berusaha mencerna uraian Earvin dan tampak berfikir dalam. "Sebenarnya di dunia ini atau Alam seperti yang kau sebut, kami juga punya konsep yang mirip dengan itu. Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu, di dalam banyak agama menyebutkan berbagai Alam dalam ajaran nya masing - masing. Tapi sampai saat ini ilmu sains belum bisa membuktikan kebenaran hal tersebut."

"Benarkah? Luar biasa bahkan di Alam tempatku berasal pengetahuan ini baru berumur kurang dari 1000 tahun. Tapi, sepertinya waktu ngobrol kita harus berakhir untuk saat ini. Lagipula aku harus membantumu menyambut tamu brengsek tak diundang di depan rumah itu."

Tiba-tiba dari arah luar, terdengar suara berat dan nyaring.

"Seperti yang diharapkan dari pangeran kekaisaran Ever Spring. Persepsimu benar-benar sesuatu"

Saat suara itu berbicara, seluruh rumah Tejo bergetar dan ambruk seketika. Earvin meraih Tejo dan secepat kilat keluar dari sana.

Tejo yang menutup mata saat kejadian itu kini perlahan membuka mata nya dan melihat sesosok mahluk humanoid monster berdiri dengan pedang besar di tangan. Tubuhnya berwarna coklat dan bergigi runcing. Mungkin lebih tepat jika dia disebut iblis.

"Biar aku yang urus dia, mahluk rendahan ini tidak lebih dari kutu di mataku." kata-kata Earvin menyulut amarah iblis itu.

"Omong besar seperti biasanya. Dalam kondisi normal memang kau begitu kuat, tapi Tuan ku telah melukaimu dan kau bahkan kabur dalam keadaan menyedihkan bergantung pada seutas benang keberuntungan." Iblis itu menjawab ejekan Earvin dan langsung melesat menyerang.

Namun pemandangan berikutnya tak dapat dipercaya. Dengan tangan kosong Earvin memenggal kepala iblis itu. Pemandangan kepala yang meninggal kan badan itu membuat Tejo tidak bisa percaya. Dalam hati, dia bertanya, "Apakah ini mimpi?". Namun semua ini begitu nyata hingga tidak mungkin ini mimpi.

"Ba..bagaimana bisa? Harusnya kau terluka parah.." Saat terakhir iblis itu dipenuhi penyesalan. Mata nya dipenuhi keputusasaan tak berujung.

Earvin berdiri disana tanpa ekspresi. Lalu pergi menghampiri Tejo. Sambil tersenyum Earvin bertanya pada Tejo, "Bagaimana penampilan ku?"

Dengan berpura-pura tetap tenang, Tejo menjawab "Yah, lumayan setidaknya tidak membuat malu."

Mendengar ini, saraf Earvin seperti berkedut, dalam hati dia mengutuk Tejo. Namun dia memilih mengabaikan nya dan bertanya "Oh iya, aku bahkan belum tau namamu. Bagaimana aku harus memanggilmu?"

"Panggil saja Tejo."

"Baiklah aku akan memanggilmu Teo."

"Bukan Teo tapi Tejo." jawab Tejo mengoreksi.

"Maaf aku tidak biasa menyebut nama kampungan seperti itu, jadi lebih baik kau kupanggil Teo saja, oke?"

"Terserah kau saja." umpat Tejo. "Apa dia mencoba membalas ku? Kekanakan sekali." gumam Tejo dalam hati.

"Baiklah Teo, apa kau mau ikut dengan ku menjelajahi Alam lain?"