"Mengapa kau lama sekali membuka pintu, Elise?" ucap sosok asing itu. Wanita yang di hadapan Elena mendengus kesal.
Elise? Kening Elena mengerut saat wanita cantik yang ada di hadapannya memanggil namanya Elise. Berarti wanita itu mengenal Elise. Tapi siapa dia? Elena tak mungkin menanyakan hal itu. Tak ada yang tau tentang dirinya selain Brian, Elise dan pekerja yang bekerja di mansion ini.
"Ada perlu apa kemari?" Hanya itu yang bisa Elena ucapkan. Dia harus menjaga perkataannya. Dia tak ingin kesalahan dan membuat masalah. Brian dan Elise sudah menekankan bahwa kesepakatan mereka tak boleh diketahui orang lain.
Wanita cantik itu mengabaikan Elena dan masuk ke dalam mansion. Dia bahkan menabrak pundak Elena hingga wanita itu hampir terjatuh jika tangannya tak memegang gagang pintu dengan erat.
Elena berbalik dan hendak marah, namun dia menekan hal itu. Mengepalkan tangannya erat.
"Aku kemari ingin memperingatimu, bahwa aku tak akan melepaskan Brian begitu saja."
Elena mencoba untuk tetap tenang, mencoba mengerti dan memahami maksud wanita di hadapannya ini.
Wanita itu mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasnya dan melemparkan ke atas meja ruang tamu. Elena terkejut lalu mengambil amplop itu. Mata wanita asing itu menatap Elena tajam seakan menantang Elena untuk melihat isi di dalam amplop itu.
Elena membuka dan mengeluarkan kertas yang ada di dalam amplop itu. Ada beberapa lembar kertas disana. Mata Elena membesar saat menyadari bahwa yang ada di tangannya saat ini adalah rekap medis Elise. Namun dua rekap medis ini berbeda. Ada beberapa kesamaan seperti golongan darah namun terdapat perbedaan yang terlihat jelas dalam rekap medis kesuburan sel telur.
"Kau pikir aku tak akan tau hal ini, hah? Aku yakin kau tidak hamil. Dari rekap medis pertamamu terlihat jelas bahwa kau itu mandul dan tak bisa memiliki anak, lalu mengapa sekarang rekap medismu baik-baik saja dan sel telurmu sangat bagus. Kau pikir bisa membodohiku."
Elena tertegun tak percaya. Dia masih tak tau siapa gadis muda cantik dan tinggi di hadapannya ini. Tapi kini Elena tau, bahwa wanita itu sangat tidak suka pada Elise. Mungkin dia rival adiknya.
"Aku pasti akan menemukan rahasiamu. Dan mengungkapkannya pada tante Rena. Setelah itu aku pastikan Brian akan menceraikanmu dan menikah denganku. Camkan itu baik-baik, Elise."
Setelah mengatakan itu wanita yang tak lain adalah Tiara merampas kertas dan amplop di tangan Elena dan pergi keluar dari mansion begitu saja. Tak memperdulikan Elena yang belum membalas ucapannya. Elena masih mematung di tempatnya berdiri.
Wanita itu bilang dia akan mengungkap rahasia Elise dan mengatakan pada Rena agar Brian menceraikan Elise. Elena mengepalkan tangannya. Wanita itu pasti rival Elise dan Elena tak suka dengan wanita itu. Dia tak ingin ada orang yang mengakiti adik kembarnya.
Tiba-tiba Elise masuk dengan langkah yang tergesa-gesa. Napasnya memburu saat tiba di depan Elena. Wanita itu memegang pundak Elena.
"Apa yang dilakukan Tiara padamu? Dia tidak menyakitimu, kan?"
Elena memandang Elise khawatir. Jika wanita itu bertemu dengan Elise, maka dia pasti tau apa yang sebenarnya terjadi, bahwa wanita yang dia panggil Elise sebelumnya bukanlah Elise yang asli. Elena bertanya dengan nada khawatir, "Kau bertemu dengannya?"
"Tidak. Aku melihat mobilnya yang keluar dari mansion."
Elena menghela napas lega, dia berjalan untuk duduk di sofa.
"Kau belum menjawab pertanyaanku?" tuntut Elise.
Elena akhirnya menceritakan yang sebelumnya terjadi pada Elise. Mengatakan ancaman Tiara. Dan kecurigaan wanita itu tentang kehamilan Elise.
"Dasar jalang. Aku benar-benar tak suka padanya. Dia bahkan menyuruhku untuk tes urine lagi dan tak tanggung-tanggung, lima test pack," ucap Elise berapi-api penuh amarah.
"Apa?!" Elena tak percaya wanita cantik tadi bisa melakukan hal itu.
"Lalu bagaimana?"
"Tentu saja, aku bisa lolos. Untungnya aku menyimpan urine-mu yang digunakan untuk test di rumah sakit kemarin."
"Sebenarnya siapa wanita itu?" tanya Elena penasaran.
"Dia Tiara. Seorang model yang selalu saja mengejar-ngejar Brian. Dan Mommy Rena, ibunya Brian menyukai rubah licik itu. Mommy ingin Brian menikah dengan Tiara."
"Jika Tiara tau bahwa aku tidak hamil. Dia pasti akan mempengaruhi Mommy untuk mendesak Brian menceraikanku."
Elise menggenggam kedua tangan Elena erat, "Aku tak mau hal itu terjadi Elena. Itu sebabnya aku meminta bantuanmu. Dan aku harap Tiara tidak akan pernah tau tentang kesepakatan kita. Jadi, jika kau bertemu dengannya secara tiba-tiba, kumohon kau harus berpura-pura menjadi diriku." Mata Elise menyiratkan permohonan yang dalam. Elena tersenyum menenangkan dan membalas genggaman tangan Elise.
"Kau tak usah khawatir, aku tak akan membiarkan dia mengetahui kesepakatan ini." Seketika pundak Elise yang tegang menjadi rileks dan dia langsung memeluk Elena.
"Terimakasih Elena." Elena membalas pelukan itu dan mengusap punggung adiknya dengan sayang.
....
Malam ini Elena tak bisa tidur. Dia gelisah, berguling ke kanan dan ke kiri tapi matanya tetap saja tak bisa terpejam erat. Lelah dengan aksinya. Elena bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia berjalan menuruni tangga dan duduk di ruang keluarga. Mungkin menonton acara tv malam bisa membuat Elena mengantuk dan tertidur.
Tak berapa lama terdengar langkah kaki yang menuruni tangga. Elena berbalik dan melihat Brian dengan tampilan baru bangun tidurnya berjalan ke arah dapur. Elena mengedikkan bahunya tak perduli dan menonton acara tv lagi.
Brian yang terbangun tengah malam karena haus tak menyangka menemukan Elena tengah menonton tv. Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari.
Astaga, apa wanita itu sudah gila? Ini sudah dini hari dan dia belum tidur. Apa dia lupa jika kini tubuhnya sedang berbadan dua? Brian kesal dan ingin marah. Tapi dia kembali teringat dengan kesalahannya saat pertama bertemu dengan Elena. Dia menyesal sudah menuduh Elena sebagai wanita jalang. Dan sampai saat ini dia masih merasa bersalah karena belum meminta maaf akan semua sikap kasarnya. Setelah meneguk segelas penuh air putih, Brian berjalan menuju Elena.
Kini Brian sudah berdiri di samping sofa panjang tempat duduk Elena.
"Kau belum tidur?" Pertanyaan retorik yang sangat malas Elena jawab.
"Mengapa kau—?!" Brian menghentikan ucapannya yang sudah naik beberapa oktaf saat Elena menatapnya. Menarik napas panjang untuk menekan emosinya.
"Ini sudah malam Elena. Tak baik wanita hamil sepertimu untuk begadang. Tidurlah." Mata Brian masih menatap lekat wajah Elena.
"Aku tak bisa tidur." Singkat padat dan jelas. Brian menghela napas dan duduk di samping Elena. Duduk berdampingan dengan jarak yang lumayan di antara mereka.
"Tidurlah, ini sudah malam Elena." Sekali lagi Brian membujuk Elena. Namun wanita itu malah menatap Brian frustrasi.
"Sejak tadi aku sudah mencoba untuk tidur. Tapi tak bisa. Aku juga sudah lelah, tapi mataku tak bisa terpejam erat."
"Apa ada yang menganggu pikiranmu?"
Elena menggeleng. Dia sendiri juga bingung. Mengapa malam ini dia sulit untuk tidur? Elena menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.
Brian manatap acara tv yang sedang Elena tonton. Dia kembali teringat dengan perlakuan kasarnya dulu.
"Hmm, Elena. Aku tak tau harus darimana mengatakan ini. Tapi aku sadar bahwa aku salah dan sudah seharusnya meminta maaf padamu. Maaf karena dulu bersikap kasar dan kejam padamu. Aku sering menghinamu wanita jalang, yang mengobral tubuhnya kepada pria manapun. Padahal akulah pria pertamamu. Maaf, Elena."
Brian terdiam. Hatinya lega sudah mengatakan permintaan maaf itu. Dia menunggu jawaban Elena. Dia berharap Elena bisa memaafkan sikap kasarnya kemarin. Detik berganti menit namun Elena tetap diam tak mengeluarkan suara apapun. Apakah dia marah?