Brian terdiam. Hatinya lega sudah mengatakan permintaan maaf itu. Dia menunggu jawaban Elena. Dia berharap Elena bisa memaafkan sikap kasarnya kemarin. Detik berganti menit namun Elena tetap diam tak mengeluarkan suara apapun. Apakah dia marah?
Brian menoleh ke arah Elena. Dan seketika matanya membesar dan sedetik kemudian dia tertawa. Astaga. Brian sudah menyiapkan diri untuk meminta maaf. Dia bahkan cemas dengan reaksi Elena. Tapi ternyata wanita itu malah tertidur di sampingnya. Brian tersenyum lebar menatap Elena.
Wanita itu tertidur dengan kepala yang bersandar di sandaran sofa. Brian kembali tersenyum dia ingat bahwa beberapa menit yang lalu Elena mengatakan dia tak bisa tidur. Tapi kini dia tertidur pulas. Bahkan tidak terbangun walaupun Brian sempat tertawa keras. Dia berdecak geli melihat Elena yang tertidur sangat pulas.
Brian menoleh ke arah tv dan mematikannya menggunakan remot yang ada di meja. Lalu menghadap ke arah Elena lagi. Brian tidak mungkin membangunkan Elena dan memintanya untuk pindah tidur di kamar. Brian juga tak mungkin membiarkan Elena tidur di sofa.
Dengan perlahan Brian mendekati Elena. Menyusupkan tangannya di bawah punggung dan paha Elena. Lalu bangkit perlahan menggendong wanita itu.
Setelah pijakannya kuat dan Elena berada dalam gendongan. Brian berjalan menuju tangga. Perlahan-lahan menaiki anak tangga. Dia tak ingin salah langkah dan terjatuh. Elena tengah hamil anaknya, dia tak ingin wanita itu terjatuh dan mengalami keguguran.
Brian berhenti melangkah tak kala Elena bergerak dalam regkuhannya. Elena merapatkan wajahnya ke dada Brian. Membuat pria itu mengamati wajah cantik wanita itu. Brian tersenyum lalu kembali menaik anak tangga dan berjalan menuju kamar Elena.
Brian berdiri di depan pintu kamar Elena, dia kesulitan membuka pintu itu. Setelah berhasil membukanya dia mendorong pintu itu dengan kakinya. Lalu kembali berjalan menuju ranjang Elena.
Meletakkan wanita itu secara perlahan di atas ranjang. Brian bernapas lega dan mengusap peluh yang muncul di keningnya. Bukan karena Elena yang berat tapi karena Brian harus ekstra hati-hati agar wanita itu tidak terjatuh atau membangunkannya.
Brian duduk di pinggir ranjang dan menatap Elena lekat. Lalu pandangannya beralih ke arah perut Elena. Tangannya terulur mengusap perut Elena. Brian tersenyum. Anaknya tengah tumbuh disana.
Brian kemudian bangkit dan tubuhnya sedikit menunduk meraih ujung selimut dan menyelimuti Elena hingga di batas lehernya.
"Tidur yang nyenyak, Elena." Setelah mengatakan itu Brian berjalan keluar dan menutup pintu secara perlahan lalu kembali tidur di kamarnya.
....
Elena dan Elise tengah duduk bersama menonton tv. Mereka tengah menonton acara comedy. Kedua wanita itu terbahak-bahak saat seorang aktor tampan yang biasanya selalu bertampilan modis dan tampan, muncul dalam pakaian wanita dan wig lengkap dengan riasan make up. Astaga, itu sangat lucu sekali.
"Apa yang kalian tonton, hingga tertawa hebat begitu?" Brian berdiri di sisi sofa. Pria itu baru saja datang dari kamar mandi.
Kedua wanita kembar itu menoleh ke arah Brian. Dan seketika beralih saling pandang. Seringai di wajah mereka muncul dengan ide briliant mereka. Entah mengapa malam ini Elena dan Elise memiliki pemikiran yang sama.
"Brian, kau maukan memakai pakaian wanita seperti pria itu?" Elise pun mengatakan ide anehnya. Sambil menunjuk ke arah televisi. Mata Brian melotot.
"Tidak!" tolaknya cepat.
"Aku tak mau Elise. Bagaimana mungkin kau memintaku memakai pakaian wanita?"
"Ini bukan hanya keinginanku. Tapi keinginan anakmu." Elise menoleh ke arah Elena. Meminta bantuan dari wanita hamil itu.
"Iya, aku ingin melihat— tidak, maksudku baby ingin melihatmu memakai pakaian wanita."
"Apa?!" Brian terkejut tentu saja.
"Tidak, aku tak mau. Jangan meminta hal-hal aneh Elena."
"Ini bukan hal aneh, tapi Elena sedang mengidam. Kau mau baby selalu mengeluarkan air liurnya terus menerus?"
Brian mengusar rambut dan sesekali menjambak rambutnya sambil mengerang frustasi. Menatap enggan pada dua wanita kembar yang kini melihatnya dengan mata puppy eyes.
Argh! Brian mengacak rambutnya kesal.
"Oke," cicitnya putus asa. Dan seketika sorak kebahagian Elena dan Elise mengudara.
Dan mulailah penyiksaan Brian alami malam ini. Elise dan Elena sedang duduk di sofa menanti Brian keluar dari kamar mandi. Tadi Elise sudah mengambil sebuah dress biru yang cukup panjang tanpa lengan.
Mereka berdua sudah tak siap menanti Brian keluar. Tak mengerti kefrustasian Brian di dalam kamar mandi.
"Sayang, apa kau tidur di kamar mandi? Ayo cepat keluar!" teriak Elise nyaring. Membuat Elena tersenyum dan ikut menambahkan, "Iya, cepat keluar. Baby ingin melihat daddy-nya."
Setelah mengatakan itu mereka berdua cekikikan. Oh My. Brian semakin mengerang frustasi. Dress Biru itu kini sudah melekat di tubuhnya.
Kunci kamar mandi berbunyi. Elise dan Elena menegakkan punggung. Pintu perlahan terbuka. Mata Elena dan Elise hanya tertuju pada celah pintu yang terbuka.
Brian menarik napas panjang berulang kali. Lalu mulai melangkah keluar. Matanya terpejam erat. Fruatasi karena Kelelakiannya kini sedang diuji.
Elena dan Elise masih terdiam dengan mata yang menatap lekat Brian. Dari ujung kaki bergerak ke atas hingga wajah Brian. Dan meledak lah tawa kedua wanita itu. Mereka tertawa sangat keras. Brian sangat kesal dan ingin segera masuk kembali ke dalam kamar mandi. Tapi dia berhenti bergerak saat melihat ke arah kedua wanita kembar itu.
Dua wanita cantik yang tengah tertawa lepas. Begitu indah dan bersinar. Pancaran kebahagian terlihat jelas di wajah mereka dan hal itu menimbulkan senyuman lebar di wajah Brian. Dia rela mengenakan pakaian wanita seperti ini asalkan bisa melihat keindahan dan tawa bahagia dari dua orang wanita cantik yang sangat berarti baginya. Wanita yang dia cintai dan wanita yang akan menjadi ibu dari anaknya.
Brian pun mulai bergerak lucu. Berpose ala model wanita yang tengah bergaya di catwalk. Membuat Elena dan Elise semakin tertawa terpingkal-pingkal.
"Brian, aku tak pernah tau jika kau bisa secantik ini." Elise berucap sambil menekan perutnya yang mulai sakit akibat tawa.
"Bagaimana jika kau memakai lingerie-ku."
"Apa!" teriak Brian histeris. Matanya melotot dan mulutnya menganga lebar.
"Tidak," tolak Brian keras.
"Ayolah Brian. Mau ya?" Elise menoleh pada Elena meminta dukungannya.
Elena menatap Brian lekat. Mendengar ucapan Elise, tentang Brian yang mengenalan lingerie, entah mengapa Elena juga antusias. Dia sangat ingin melihatnya.
"Tidak. Sekali tidak tetap tidak. Kalian hanya mengerjaiku, kan?"
Dan sedetik setelah Brian berbicara, Elena menangis. Airmatanya jatuh begitu saja.
"El—Elena," panggil Brian mendekat pada wanita itu. Elise juga menatap Elena.
"Kenapa kau menangis, Elena?" tanya Elise sambil mengusap airmata di wajah sendu itu. Brian berjongkok di depan Elena.
"Aku juga tak tau. Tapi saat Brian menolak memakai lingerie, entah mengapa aku merasa sangat sedih," ucap Elena di sela isak tangisnya.
"Kau sangat ingin Brian memakai lingerie?" Tanya Elise. Elena menatap Elise menoleh sekilas pada Brian di depannya lalu kembali menatap Elise.
Lalu Elena mengangguk.