Chereads / Wasiat Iblis / Chapter 67 - Guna-Guna Siluman Ular (2)

Chapter 67 - Guna-Guna Siluman Ular (2)

Gadis itu lalu kebingungan harus melakukan apa, pikirannya langsung teruju pada Jaya, maka tanpa mengingat apa-apa lagi, Galuh langsung berlari menuju ke kamar Jaya. "Jaya! Jaya! Kamu belum tidur kan? Tolong buka pintunya!" pinta Galuh sambil mengetuk-ngetuk kamar Jaya.

Jaya pun membukakan pintu kamarnya, "Ada apa Galuh? Ini sudah sangat larut!" tanya Jaya.

"Jaya, tolong izinkan aku tidur di kamarmu!" pinta Galuh.

"Apa?! Tapi aku kan laki-laki! Kalau Ki Demang dan keluarganya tersinggung dan menuduh kita berzina bagaimana?!" Tanya Jaya.

"Aku tak peduli! Pokoknya aku minta ditemani Kamu! Aku takut sekali! Banyak suara-suara aneh dan perasaanku tidak enak!" pinta Galuh dengan memaksa.

"Hmm... Tempat ini memang sangat mencurigakan, aku juga tidak melihat ada seorang pengawal pun disini, bagaimana Kademangan sebesar ini yang sangat dekat dengan Kutaraja tidak memiliki pengawal? Aku juga mencium bau bisa ular sedari tadi…" sahut Jaya.

Galuh tak mendengarkan Jaya lagi, ia langsung menerobos masuk dan naik ke tempat tidur lalu menututpi dirinya dengan selimut, "Hei tunggu dulu! Aku belum mengizinkan kamu tidur di kamarku! Hei!" semprot Jaya.

"Diam! Dua malam kemarin juga kita tidur di pesanggrahan yang sama, kamu tidak protes!" balas Galuh dengan sengit.

"Ya, tapi ini kan lain lagi. Ini kan di tempat orang lain! Lagipula, bagaimana kita bisa tidur satu kamar begini!" balas Jaya.

"Kamu tidur saja di bawah! Kenapa hal seperti itu kamu pusingkan?!" jawab Galuh dengan nada perintah.

Jaya pun menghela nafasnya, ia lalu duduk di sudut kamar yang agak jauh dari Galuh. "Jaya, apa kau tidak merasakan sesuatu yang aneh disini? Semakin malam perasaanku semakin aneh." ucap Galuh setelah Jaya duduk disudut kamar.

"Iya memang perasaanku juga tidak enak, dan suasana malam ini... Rasanya cukup mencekam bagiku meskipun kita berada didalam gedung Kademangan yang megah ini." sahut Jaya.

"Benar kan? Lagipula aku merasakan ada sesuatu yang aneh dari Ki Demang dan keluarganya... Kau juga lihat tadi kan, semua putri Ki Demang wajah serta perawakannya sama semua, mereka seperti kembar tujuh dan seumuran semuanya!" lanjut Galuh.

"Iya kau benar, apakah mereka kembar tujuh?" sahut Jaya sambil berpikir apakah mungkin Nyai Demang melahirkan tujuh putri kembar.

Jaya lalu menatap wajah Galuh, ia terus memperhatikan tahi lalat di bawah mata kanan Galuh, teringatlah ia pada cerita gurunya Kyai Supit tentang gadis yang mempunyai tahi lalat di bawah mata kanannya, "Hoi apa yang kau lihat?!" Tanya Galuh penasaran ketika mendapati Jaya menatap wajahnya.

Jaya buru-buru memalingkan wajahnya, "Eh tidak... Galuh kalau merasa takut dan tidak enak, cobalah untuk berdoa dan berdzikir... Nah selamat tidur!" pungkas Jaya sambil memejamkan matanya.

"Hei jangan mengalihkan pembicaraan! Apa kau sudah mau tidur lagi?!" sela Galuh, tapi Jaya diam tak menjawab dengan menutup matanya, Galuh pun membaringkan dirinya dan memalingkan wajahnya ke tembok, seketika itu wajahnya memerah seiring dengan adanya perasaan hangat didalam dadanya ketika mengingat Jaya menatap wajahnya barusan.

Tapi kemudian Galuh teringat pada nasib bayi-bayi malang yang "dibuang" oleh para orang tuanya di pesanggrahan tak berpenghuni yang mereka pakai untuk bermalam beberapa malam kemarin, "Para bayi yang dibuang oleh orang tua mereka... Andai mereka dapat terus hidup bersama orang tuanya dan bisa hidup lebih dari cukup seperti keluarga Ki Demang Wiraguna ini... Dibuang kemudian tak tahu lagi bagaimana nasibnya, mati sebagai akibat sikap pengecut orang tuanya."

Jaya termenung mendengar ucapan Galuh, ia dapat mengetahui dengan pasti bahwa ada bara api dendam yang maha hebat dari dalam diri Galuh yang terdengar dari getaran setiap kata yang ia ucapkan, Jaya juga dapat menebak bahwa Galuh sedang teringat pada dirinya sendiri. "Orang tuamu pasti orang tua yang sangat baik."

Galuh menoleh pada Jaya yang menatap ke arah sudut kamar lain, "Iya, orang tuaku adalah orang yan sangat baik!" Galuh lalu menatap ke atas langit-langit kamar "Lalu kau sendiri Jaya? Bukankah kau hanya mengetahui tentang ayahmu yang mati terbunuh saat menitipkanmu pada Kyai Pamenang, lalu bagaimana dengan ibumu?"

Jaya menghela nafas "Entahlah, aku tak pernah mengetahui apapun tentangnya... Dan kalaupun ia masih hidup dan Tuhan mempertemukanku dengannya, bagaimana caranya aku akan mengenalinya?"

Galuh berdecak "Ckk! Nasibmu sama seperti para bayi di desa ini yang dibuang oleh orang tua mereka! Tapi ini semua juga gara-gara pemerintahan Mega Mendung yang tidak adil bagi rakyatnya! Hanya karena Ki Demang Wiraguna setia pada Raja, mereka tidak menghukumnya padahal Ki Demang menetapkan pajak tambahan yang tinggi serta mengambil para bayi penduduk!" lanjut Galuh.

"Galuh... Aku dapat merasakan dendam kesumat yang teramat dahsyat didalam hatimu... AKu tahu karena saudara seperguruanku pun memiliki dendam yang teramat dahsyat! Tapi satu saranku, jangan sampai kau berbuat suatu hal yang nantinya akan kau sesali." nasihat Jaya.

Sementara itu di kamar ketujuh putri kembar Ki Demang Wiraguna dengan Nyai Kantili, ketujuh anak gadis yang masih berusia sekitar delapan tahunan itu nampak sedang berdiskusi. "Yang pria itu lebih baik, ia cukup jantan, tapi karena badannya tegap dan berotot mungkin dagingnya agak keras." ucap salah sati dari mereka.

"Iya, tapi tetap saja ia lebih baik! Bukankah yang perempuan itu badannya sangat bau dan kotor? Kelihatannya ia gadis yang jorok! Aku merasa mual ketika mencium bau tubuhnya yang menusuk tadi!" sahut yang lainnya.

"Aku juga mual kalau membayangkan kita harus menyatap gadis kotor yang baunya menyengat itu!" sahut yang lainnya.

"Kelakuannya juga aneh seperti orang sableng dan tidak punya sopan santun!" sambung yang satunya.

"Tapi kelakuannya yang aneh dan sableng itu tak ada hubungannya dengan menu santapan kita, kita kan bisa membersihkannya terlebih dahulu sebelum memakannya?" sahut yang lainnya.

"Benar, kalau perlu kita rebus saja dia terlebih dahulu supaya kotoran dan bau busuknya hilang!" sahut yang lainnya.

"Benar, nampaknya daging dan darahnya cukup lezat karena sepertinya dia masih perawan tingting!" sahut saudaranya yang lain.

"Ah, sayang sekali kali ini kita tidak bisa menikmati daging dan darah bayi, sehingga terpaksa makan orang dewasa seperti mereka!" keluh yang terakhir.

"Tapi kita harus tetap bersyukur ayah masih bisa memberikan mangsa untuk kita, untung ia menemukan dua pengembara itu karena bayi di desa ini sudah habis semua!" tukas si Kakak tertua.

"Sudah! Sekarang waktunya kita makan!" pungkasnya, dan... Tubuh si Kaka tertua berubah menjadi ular kobra belang hitam-putih yang besar! Keenam adiknya pun berubah menjadi ular kobra belang hitam-putih yang besar! Mereka pun merayap meninggalkan kamarnya. Dengan gerakan cepat tak bersuara, ketujuh ular kobra raksasa itu merayap ke kamar tamu yang tadinya ditempati oleh Galuh, tapi setelah mengetahui kamar itu kosong, mereka langsung merayap ke kamar yang diisi Jaya dengan Galuh.

Di dalam kamar, Jaya bermimpi sangat aneh. Saat itu ia sedang berdiri seorang diri sambil celingukan di ruang tengah kademangan itu, tiba-tiba seluruh kademangan itu diselimuti oleh kabut tipis, sesosok perempuan paruh baya yang sangat cantik mengenakan kebaya putih dan berwajah pucat menghampirinya, perempuan itu langsung melemparkan senyuman manis pada Jaya, "Maaf Nyai siapa?" Tanya Jaya.

"Saya Lasmini istri Ki Demang Wiraguna" jawab perempuan itu.

"Istri Ki Demang? Tapi tadi saya tidak melihat Nyai." sahut Jaya.

"Sebab saya sudah berada di alam lain saudara" jawab Nyai Lasmini.

"Alam lain? Apa maksudnya?" tanya Jaya tak mengerti.

"Maaf saudara, saya tidak punya waktu untuk menjelaskannya, tapi saya ingin meminta tolong pada saudara untuk mengakhiri kedzaliman istri muda Ki Demang yang bernama Nyai Katili dan menyelamatkan Ki Demang dari kesesatan yang membelenggunya!" tukas Nyai Lasmini.

"Maaf Nyai, saya benar-benar tidak mengerti!"

"Sudahlah tolong ikuti saya!" Nyai Lasmini langsung berjalan ke halaman belakang Kademangan, entah mengapa seolah ada kekuatan tak nampak yang menarik Jaya untuk mengikutinya.

Nyai Lasmini lalu membuka pintu gudang tak terurus di halaman belakang Kademangan dan menunjukan satu pintu rahasia yang ada di bawah lantai pada Jaya. "Saudara, jika kau masuk kedalam pintu ini kau akan menemukan satu rahasia besar yang akan menyingkap kejahatan Nyai Katili!"

Jaya pun menatap pintu itu dengan penuh selidik, "Pintu ini menuju ke mana Nyai?" tanyanya

"Nanti saudara carilah sendiri jawabannya, sekarang sudah saatnya untuk pamit... Saudara lekaslah terjaga, bahaya besar juga sedang mengancam dirimu!" pungkas Nyai Lasmini.

Jaya pun langsung terbangun dari tidurnya, ketika ia hendak memikirkan mimpi yang baru saja ia alami, firasatnya mengatakan bahwa bahaya besar sedang mengincar dirinya dan Galuh, telinganya juga menangkap suara berdesir yang sangat halus, seperti suara ular yang merayap di lantai kayu seiring dengan bau bisa yang engas tercium olehnya, ia pun langsung melompat keatas atap kamar.

Dengan gerakan tanpa suara, ketujuh ular itu membuka pintu kamar tamu yang ditempati Jaya dan Galuh, tapi didalamnya, mereka hanya melihat Galuh yang sedang tertidur diatas tempat tidur. Ketujuh ular itu pun merayap masuk menghampiri tempat tidur Galuh, gadis berkulit hitam manis itu masih enak-enakan tidur sambil mengorok ketika ketujuh ular kobra raksasa itu mengelilinginya dengan tatapan siap menerkamnya! Pada saat ular-ular itu siap mematuk Galuh, sesosok tubuh melesat dari atas atap menghalau mereka!

Bruaakkk!!! Kerujuh ular itu terlempar ke sudut kamar setelah dihalau oleh Jaya! Galuh pun langsung terbangun dengan sangat terkejut! "Ada apa?!" teriaknya, saat itu ia melihat sinar lembanyung disertai pusaran angin panas menderu menerjang ketujuh ular kobra raksasa jadi-jadian itu! Blaarrrr!!! Ledakan dahsyat terjadi, ketujuh tubuh ular jadi-jadian itu meledak! Crasshhh!!!! Darahnya memuncrat kemana-mana termasuk membasahi tubuh Galuh! Tubuh mereka hancur oleh pukulan "Sang Surya Tenggelam" Jaya Laksana alias si Pendekar Lembah Akhirat yang ia dapatkan dari Kyai Supit Pramana.

"APA INI?!" jerit Galuh marah sambil bergidik jijik, perutnya terasa mual dan ia seperti hendak muntah setelah seluruh tubuh dan pakaiannya basah memerah terkena cipratan darah Ular Kobra jadi-jadian itu. Dengan marah gadis berlesung pipi ini mencengkram baju Jaya "Apa ini?! Kenapa kau lakukan ini padaku?! Ada banyak darah yang mengguyur tubuhku sampai tertelan kedalam mulutku!"

Jaya tidak menjawab, jarinya hanya menunjuk ke sisa-sisa tubuh ular kobra raksasa yang masih terbakar api mengeluarkan bau sangit. "Apa itu?!" jerit Galuh sambil bergidik.

"Ular kobra jadi-jadian!" sahut Jaya.

"Jadi-jadian?! Apa maksudnya?!" cecar Galuh.

"Siluman ular!" pungkas Jaya sambil melangkah keluar dari kamar.