"Hei tunggu!" Galuh pun langsung mengikuti Jaya sambil mengelap wajahnya yang kotor oleh darah ular-ular siluman itu dengan lengan bajunya, gadis ini tak henti-hentinya merutuk dan memaki Jaya yang membuatnya "Mandi Darah Ular Siluman" beberapa menit yang lalu.
"Sssttt! Diam jangan berisik terus!" tegur Jaya. "Hmm... Aneh, keributan tadi tidak membuat Ki Demang dan istrinya keluar dari kamarnya" pikir Jaya, dia lalu terus melangkah menuju ke halaman belakang kademangan sesuai petunjuk yang ia dapatkan dari mimpi anehnya barusan. Ia menghentikan kakinya di pintu sebuah gudang di halaman belakang Kademangan yang gelap gulita itu, dengan sekali tendang saja, kayu jati kokoh pintu itu langsung jebol!
Jaya langsung masuk kedalam gudang itu diikuti oleh Galuh, Jaya mengambil sebatang kayu lalu memasang gulungan kain di ujungnya, dengan tenaga dalam hawa panasnya ia membakar gulungan kain itu untuk dibuat menjadi obor sebagai penerangan mereka. "Kamu pegang ini!" Jaya menyodorkan obor itu pada Galuh, Galuh menerimanya.
Mereka berdua kemudian memeriksa seluruh tempat itu sampai Jaya menemukan sebuah pintu rahasia di lantai gudang itu yang ditutupi oleh barang-barang bekas tak terpakai, Jaya berpikir sejenak sambil menatap pintu rahasia itu, "Bismillah…" ucapnya, dengan jantung berdebar ia membuka pintu itu.
"Jaya kenapa kau bisa tahu disini ada pintu rahasia? Pintu menuju kemana itu?" Tanya Galuh penasaran.
"Aku juga tidak tahu, mungkin menuju ke tempat harta karun!" seloroh Jaya untuk mengurangi ketegangannya.
Ia langsung turun memasuki pintu rahasia itu, Galuh pun ikut turun, tapi begitu matanya dapat melihat apa yang ada didalam ruangan bawah tanah itu menjeritlah ia dengan ketakutan. "Kyaaaaa!!!!" jeritnya.
"Ssttt!!! Jangan berisik! Kalau berisik mereka akan menyerang kita!" ucap Jaya yang juga kelaurkan keringat dingin mendapati apa yang ada didalam sana, ternyata ruangan bawah itu dipenuhi oleh berbagai macam ular berbisa.
"Jaya kenapa kau membawaku ke tempat menyeramkan begini?!" Tanya Galuh panik.
"Aku juga tidak tahu!" tukas Jaya.
"Aneh, apakah wanita didalam mimpiku itu adalah sebangsa mahluk halus jahat yang hendak mencelakai aku?!" pikirnya, tapi tiba-tiba seolah ada suara seorang perempuan terngiang di telinganya, "Halau semua ular itu! Teruslah berjalan ke muka!" Jaya kaget mendengar suara didalam telinganya itu, "Galuh apakah kau mendengar suara seorang wanita?" Tanya Jaya.
"Suara apa?! Satu-satunya suara wanita disini adalah aku yang sedang merinding ketakutan!" semprot Galuh.
"Aneh, suara apa itu?!" pikir Jaya, tapi ia menjadi penasaran juga, ia lalu mengeluarkan pukulan "Sirna Raga", lidah api besar disertai gelombang pusaran angin panas menderu, ular-ular di tempat itu banyak yang mati terbakar, Galuh pun mau tidak mau ikut mengeluarkan pukulan "Telapak Kawah Tunggul", sinar putih disertai angin puting beliung panas disertai bau belerang yang menusuk menderu, hawa panas menghampar di lorong sempit bawah tanah itu, seluruh sisa ular-ular yang masih hidup langsung terbakar hingga mati oleh pukulan Galuh yang dahsyat itu! Bau hangit pun memenuhi lorong bawah tanah itu.
"Hhhh... Sepertinya sudah mati semua," tebak Jaya yang langsung meneruskan langkahnya.
"Jaya tunggu! Kenapa kau ini?! Memangnya kau mau kemana?!" cecar Galuh.
Jaya mengangkat bahunya, "Entahlah, aku juga tidak tahu, hanya saja menurut firasatku kita akan menemukan satu rahasia besar yang mengerikan yang ada di ujung lorong ini!".
Galuh melotot mendengarnya "Rahasia besar yang mengerikan?!" Jaya diam tidak menyahut, kakinya terus melangkah melwati lorong bawah tanah itu, "Hei Jaya tunggu aku!" Galuh langsung lari ketakutan menyusul Jaya.
Setelah berjalan beberapa tumbak, sampailah mereka didalam satu ruangan yang cukup besar, keadaan disana sungguh mengerikan, tulang-belulang tengkorak bayi dan balita berserakan disana, di tengah ruangan itu ada satu tempat tidur besar berkelambu putih, "Ini... Ini tulang anak-anak manusia!" desis Galuh setelah mengamati tulang-belulang yang ada disana.
"Hei di sini juga ada benda aneh!" ucap Jaya, Galuh pun mengikuti Jaya lebih masuk kedalam ruangan itu, ternyata disana ada beberapa belas butir telur yang besar "Telur apa ini?!" Tanya Galuh dengan menatap ketakutan pada telur-telur raksasa itu.
"Telur siluman ular tentunya!" jawab Jaya.
"Telur Siluman Ular?! HIIIIIIIIII!!!!" jerit Galuh ketakutan.
"Stttt! Jangan berisik terus, coba rasakan!" perintah Jaya.
Galuh pun melihat api di obor yang ia pegang bergoyang-goyang, "Oh angin berhembus cukup kencang disini!" ucapnya.
Jaya pun mengambil obor dari tangan Galuh, dia lalu menatap berkeliling, "Kesini!" dia pun melangkah ke arah angin yang dirasakannya bertiup kencang. Beberapa tombak kemudian mereka melihat ada satu tangga, Jaya dan Galuh pun menaiki tangga tersebut dan membuka pintu diatasnya, ternyata mereka keluar di halaman belakang pesanggrahan tidak berpenghuni tempat mereka menginap beberapa malam kemarin, mereka keluar di dekat bagian belakang pesanggrahan dimana batu-batu nisan tanpa nama berjejer.
"Apa arti semua ini?" Tanya Galuh.
"Begitu... Hmm... Pesanggrahan ini adalah tempat para siluman ular itu mencari makan, dengan melalui lorong rahasia bawah tanah ini, mereka mengambil bayi atau anak kecil yang diberikan oleh para warga desa di pesanggrahan ini, mereka lalu membawanya ke ruangan rahasianya tadi dan menyantapnya!" jelas Jaya.
"Apa?! Jadi Ki Demang Wiraguna adalah Siluman Ular?" Tanya Galuh.
"Bukan, Ki Demang hanya manusia biasa, tapi kemungkinan ia Ngipri, ia menyembah ular untuk mendapatkan kekayaan serta jabatan, ia pun menikahi siluman ular untuk mendapatkan semua yang ia inginkan itu, tapi siluman ular itu tentu meminta imbalan untuk memenuhi keinginan Ki Demang, Siluman ular itu minta tumbal manusia, jadilah Ki Demang berisiasat menarik pajak yang sangat tinggi yang dapat ditukar dengan bayi atau anak kecil para penduduk desa untuk dijadikan korban si siluman ular, bahkan istri tuanya sendiri menjadi korbannya!" jelas Jaya.
"Jadi apa hubungannya dengan kita? Mengapa mereka mengincar kita?" cecar Galuh dengan dipenuhi rasa heran.
"Mungkin karena jumlah bayi dan anak-anak di Kademangan ini yang sudah semakin sedikit serta ada kecurigaan dari pihak kerajaan, mereka mencoba mengganti mangsanya dengan memangsa kita!" Jawab Jaya.
"Jadi istrinya Ki Demang itu adalah siluman ular?" tebak Galuh.
Jaya mengangguk "Benar, wanita itu adalah siluman ular!"
Galuh jatuh berlutut, air matanya mengalir, tenggorokan tercekat serasa dicekik "Jadi anak-anak yang dibuang itu dibawa kedalam lubang ini lalu..." Galuh tak dapat meneruskan ucapannya, perasaan gadis ini sangat sakit bagaikan diiris-iris mengingat nasib semua bayi dan anak kecl yang menjadi korban siluman ular istri Ki Demang Wiraguna itu.
"Kurang ajar! Kurang Ajar! Jahanam! Akan kubunuh Siluman Ular itu serta Ki Demang yang keji itu!" jeritnya sambil menangis.
Jaya pun segera menenangkan Galuh "Galuh, tenanglah... Kita harus tetap tenang dalam bertindak menghadapi mereka!"
Galuh mengangkat kepalanya, "Bagaimana aku bisa tenang mendapati kekejian pasangan suami-istri laknat itu?! Memangnya kau punya rencana?!" tanyanya.
"Galuh, aku akan kembali ke Kademangan untuk menghadapi Siluman Ular dan Ki Demang, kau beri tahu seluruh warga Saguling untuk membakar rumah Ki demang!" jelas Jaya, Galuh pun mengangguk setuju.
***
Sementara itu di kamar Ki Demang Wiraguna, Ki Demang nampak sedang duduk termenung, kemasygulan hatinya jelas tergambar di wajahnya, sedangkan istrinya Nyai Kantili nampak menatap suaminya dengan mata melotot dan nafas memburu tanda perempuan itu sedang diliputi kemarahan yang teramat sangat.
"Kakang Demang! Kau tunggu apa lagi?! Apakah kau akan membiarkan mereka berdua hidup setelah membunuh ketujuh putri kita?! Bunuh mereka secepatnya!" bentak Nyai Kantili.
Ki Demang tak langsung menjawab, desahan nafasnya yang berat terdengar jelas dibarengi dengan ekspresi wajahnya yang teramat muram, "Aku hanya ingin memberi makan putri-putriku sesuai dengan perjanjian kita... Kalau saja jumlah bayi dan anak-anak di desa ini masih banyak... Kalau saja mata-mata Banten tidak masuk ke desa ini yang jadi mengundang pasukan kerajaan untuk menarik para pemuda..."
"Kenapa kau jadi bimbang?! Ambil Keris pusakamu ini! Bunuh kedua pengembara itu!" potong Nyi Demang sambil menyodorkan Keris Pusaka Ki Demang, kesal betul ia dengan sikap ragu-ragu Ki Demang.
"Nyai istriku, kau dengar nama dan asal kedua pengembara itu? Menurut kabar pemuda yang bernama Jaya Laksana itu mempunyai julukan yang mulai menggetarkan dunia persilatan Pasundan ini yaitu Pendekar Dari Lembah Akhirat, yang gadis bernama Galuh Parwati adalah murid si Dewa Pengemis yang tersohor akan kesaktiannya dengan julukan Si Dewi Pengemis Dari Bukit Tunggul, menurut kabar yang berhembus di seantero Mega Mendung ini, mereka adalah sepasang pendekar yang sakti mandraguna! Kita harus hati-hati Nyai, apalagi mereka mampu membunuh ketujuh putri kita!" sela Ki demang.
"Apa?! Jadi Kakang takut?! Kakang lebih mengedepankan rasa takut Kakang dibanding dendam tujuh putri kita?!" bentak Nyai Kantili.
Brakkk!!! Tiba-tiba pintu kamar mereka hancur didobrak oleh Jaya, Ki Demang dan Nyai Kantili pun langsung bersiap-siap. Jaya dengan tenangnya melangkah masuk kedalam kamar dengan tatapan setajam pedang pada pasangan suami istri itu. "Kau mengundang kami untuk mendengar cerita perjalanan kami, tapi ternyata sebenarnya untuk menjadi santapan anak-anak siluman ularmu itu!"
Nyai Kantili menyunggingkan senyum yang penuh kebengisan, ia lalu mendekap Ki demang wiraguna sambil berbisik. "Kakang Demang, kau dan aku telah bertukar janji keabadian, kau akan hidup abadi dengan kekayaan duniawi yang tak akan pernah habis! Sekarang bunuh pemuda itu yang telah membunuh putri-putri kita!"
KI Demang pun menghunus Keris Pusakanya, ia langsung menerjang Jaya dengan Kerisnya, Jaya menghindarinya, dengan kalap Ki Demang terus mencecar Jaya dengan Keris Pusakanya, "Ki Demang sadarlah! Kau sudah banyak menghilangkan banyak nyawa termasuk nyawa istri tuamu Nyai Lasmini!" tegas Jaya.
Ki Demang langsung menghentikan serangannya begitu mendengar Jaya menyebut nama Nyai Lasmini, "Apa?! Darimana kau tahu tentang istriku?!" Tanya Ki Demang.
"Itu tidak penting! Yang penting ia memintaku untuk menghentikan semua perbuatan kejimu! Kalau kau tak berhenti, siluman ular betina itu akan mengambil semuanya darimu, termasuk jiwamu! Rohmu tidak akan bisa pulang ke alam baqa!" tandas Jaya.
Sementara itu di alun-alun desa, Galuh memukul kentongan tanda bahaya agar semua penduduk desa Saguling berkumpul disana, "Semua warga desa Saguling! Ayo berkumpul di alun-alun!" teriak Galuh dengan menggunakan tenaga dalamnya sehingga suaranya bergema di seluruh desa, para warga pun terbangun dari tidurnya, dengan tergopoh-gopoh mereka berkkumpul di alun-alun desa dengan obor di masing-masing tangannya.
"Hei bukankah kau gadis asing yang menginap di pesanggrahan tepi sungai?! Ada apa kau menyuruh kami berkumpul disini?!" Tanya salah seorang warga desa yang mengenali Galuh saat tadi pagi ia "nyekar" ke tempat ia meninggalkan anak balitanya.