Sekonyong-konyong angin ribut bertiup disekitar mereka, terdengarlah suara tawa membahana yang bergema ke seluruh pelosok hutan itu. "Hahaha... Sungguh luar biasa! Kalian bisa mengalahkan murid-muridku!"
Mereka bertiga pun langsung celingukan melihat kesekeliling mereka, nampaklah sesuatu yang sangat ganjil diatas sebuah pohon raksasa, seseorang berambut gondrong awut-awutan ditumbuhi dedaunan yang seluruh tubuhnya dililit oleh berbagai macam akar pohon, wajah dan bola matanya berwarna hijau seperti daun. Galuh dan Permani kaget setengah mati melihat manusia aneh ini, Permani menjerit ketakutan lalu bersembunyi di balik keretanya, "Mahluk apalagi ini? Astagfirullah! Kenapa banyak mahluk aneh di hutan ini?!" keluh Galuh.
"Manusia apapula ini? Ia pasti berilmu tinggi karena tidak terpengaruh oleh Ajian Hitut Semarnya Galuh! Siapakah dia?" pikir Jaya.
TIba-tiba manusia akar ini melompat turun kehadapan Jaya dan Galuh, kedua pendekar muda ini pun langsung bersiap-siap! Begitu menjejakan kakinya di tanah, manusia akar ini langsung tertawa menatap Jaya dan Galuh, "Hahaha... Hanya si Dewa Pengemis yang memiliki ajian Hitut Semar berupa gas belerang beracun itu!"
Galuh tertawa mendengarnya, "Hehehe... Pengetahuanmu cukup luas sobat! Aku memang murid si Dewa Pengemis dari Bukit Tunggul, aku Galuh Parwati si Dewi Pengemis dari Bukit Tunggul!" ucap Galuh dengan jumawa, "Nah sekarang kau sudah mengetahui siapa aku, tolonglah menyingkir sobat, beri kami jalan!" lanjutnya.
Si Manusia akar menyeringai sinis, "Begitu? Hehehe... Tapi urusanku bukan denganmu gadis bau! Urusanku dengan pemuda berambut gondrong itu! Jadi maaf aku justru hendak menutup jalan dan mengakhiri hidup kalian!"
Galuh melotot mendengarnya, ternyata gertakannya tidak berhasil "Apa?! Ada urusan apa kau dengan sahabatku ini?! Dan Kenapa Aku dibawa-bawa segala kalau tidak ada urusannya?!" tanyanya.
Jaya pun yang sedari tadi diam, tertawa sambil bersidekap menatap manusia akar ini. "Hehehe... Kita belum saling mengenal Ki Dulur, dan juga tidak ada dendam diatara kita, tetapi mengapa kau inginkan nyawaku hah?"
"Guru sekaligus junjunganku, Eyang Topeng Setan memberi perintah untuk menumpas manusia-manusia kau!" tegas si Manusia Akar.
Jaya terkejut mendengarnya, "Topeng Setan? Menurut cerita guru dia adalah seorang pertapa sesat dari Gunung Patuha? Apa urusannya denganku?" Pikir Jaya dalam hatinya, "Topeng Setan? Siapa dia? Aku belum pernah berurusan dengannya" Tanya Jaya pada si manusia Akar.
"Kau tidak perlu tahu, yang pasti kalian harus mati ditanganku, Lana Belong si manusia akar!" tukas Manusia Akar yang mengaku bernama Lana Belong itu.
Jaya nyengir, "Eehhh... Aku belum ingin mati!" dia langsung memasang kuda-kudanya.
"Kalau begitu bersiaplah untuk mati!" pungkas Lana Belong yang langsung menyerang Jaya dengan pukulan beruntunnya, Jaya melengoskan tubuhnya ke samping, balas mengirmkan satu tendangan, si Manusia Akar menahannya dengan tangan kirinya lalu balas membabatkan kakinya ke arah kepala Jaya, Jaya melompat menjauh mundur ke belakang.
Saat itu mulut Lana Belong berkomat-kamit, dari akar-akar yang menempel di tubuhnya terbentuklah satu tongkat kayu berwarna hijau tanda tongkat itu mengandung racun yang sangat ganas! Tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan selarik sinar hijau melanda Jaya Laksana. Pemuda ini legoskan diri ke samping dengan cepat. Tapi dari samping menderu tangan kanan Lana Belong!
Jaya membentak keras, ia jatuhkan diri berjongkok pemuda ini hantamkan tangannya ke muka lancarkan pukulan "Wesi Waja", satu angin deras bagaikan sebuah gundukan baja yang tebal dan berat menderu, tapi tongkat hijau Lana Belong sungguh hebat, pukulan Wesi Waja yang dilancarkan Jaya dengan sepertiga tenaga dalamnya yang juga merupakan salah satu pukulan andalan Padepokan Sirna Raga, dapat ditepis dari angin dari tongkat hijaunya, kedua angin pukulan itu mental menghantam sebuah pohon jati yang sudah tua, Blaarrr! Pohon itu langsung rubuh!
"Sekarang rasakan ini! Ajian Badai Sapu Jagat!" seru Lana Belong, dia memutar-mutarkan tongkatnya, tiba-tiba badai yang amat dahsyat bertiup seolah hendak menyapu hutan itu, Permani menjerit keras seraya memegang erat-erat kereta kudanya yang juga hampir terbang tertiiup badai, Galuh segera kerahkan tenaga dalamnya untuk bertahan.
Jaya mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, tangannya lalu berputar seolah menyibakan badai itu, "Manusia Akar, aku kembalikan angin badaimu hiyaaahhhh!" bentaknya. Jaya kerahkan seluruh tenaga dalamnya dalam Ajian Pukulan "Selaksa Badai", seluruh angin badai yang ditimbulkan oleh tongkat Lana Belong seolah berkumpul di tangan Jaya lalu berbalik menyerang Lana Belong! Badai Topan Prahara menderu dahsyat menerjang Lana Belong!
DUAAARRRR!!! Ledakan dahsyat pun terjadi, tapi sungguh sulit dipercaya dengan mata dan kepala, Lana belong si manusia akar itu masih berdiri di tempatnya tanpa cidera apa-apa! Dia malah tertawa-tawa, Jaya sangat terkejut melihatnya! "Celaka! Nampaknya tubuh manusia iblis ini sama dengan manusia-manusia pohon tadi yang kenyal bagaikan karet, pukulan-pukulan tenaga dalam biasa tidak akan mempan padanya!" gumam Jaya.
"Hahaha... Kenapa?! Terkejut karena seranganmu tak mempan padaku?! Baiklah sekarang rasakanlah ini!" tandas Lana Belong.
Satu lagi ilmu aneh dari Manusia Akar ini, tiba-tiba dahan-dahan serta oyot-oyot yang ada di pohon-pohon disekitar Jaya menyerang Jaya! Puluhan dahan-dahan serta oyot-oyot pohon itu terus menyerang Jaya secara beruntun hingga pemuda ini kelabakan menangkis dan menghindarinya, pada saat itulah Lana Belong menyerang Jaya dengan pukulan dan tendangan beruntun, Jaya pun semakin kelabakan hingga Lana Belong berhasil menyarangkan empat pukulan beruntun di dada Jaya!
Pemuda ini langsung jatuh tersungkur! Ketika bangun dirasanya ada cairan kental asin mengalir dari sela-sela bibirnya, dadanya yang terkena pukulan Lana Belong nampak membiru, nafasnya terasa sangat sesak! "Jahanam! Iblis keparat!" maki sang pendekar.
Lana Belong tertawa terbahak-bahak, "Hahaha! Jangan harap kau bisa tiba di Rajamandala! Hutan inilah tanah kuburan bagi kalian!"
Jaya balas tersenyum kecut "Hehehe... Jangan berbangga dulu! Aku bersedia mati kalau memang Allah yang menghendakinya, tapi kalau kau yang menghendaki, aku berpantang untuk mati ditanganmu!"
"Kalau begitu ayo keluarkan seluruh kemampuanmu!" tantang si Manusia Akar.
Jaya jadi benar-benar penasaran pada lawannya yang tangguh ini, saat itu teringatlah ia pada pesan Kyai Supit Pramana tentang cincin mustika Kalimasada yang melingkar di jari manisnya, cincin itu dapat membantunya untuk melawan musuh-musuhnya yang mempunyai ilmu hitam atau yang bersekutu dengan Jin, atau musuhnya yang berupa mahluk ghaib, saat itulah tiba-tiba cincin itu memancarkan cahaya biru tua yang sangat terang! "Mustika ini hanya alat bantu, diriku hanyalah lantaran, semuanya atas kehendak Gusti Allah!" ucap Jaya dalam hatinya.
Di lain pihak Lana Belong terkejut melihat cahaya yang dipancarkan cincin itu "Cincin apa itu?! Celaka! Aku harus merebut cincin itu!" pikir Lana Belong, ia pun langsung menerjang Jaya!
Jaya pun langsung menyambutnya dengan jurus "Naga Kepala Seribu Mengamuk" yang ia dapatkan dari Kyai Supit Pramana, ia mengamuk dengan hebatnya! Dari setiap gerakannya menderu badai yang amat dahsyat hingga merobohkan beberapa pohon didekatnya, daun-daun berguguran, dahan-dahan pun berpelantingan! Satu tendangan telak membuat tubuh Lana Belong terpental melayang ke udara, Jaya segera melompat ke udara dan mengirimkan tujuh pukulan serta enam tendangan beruntun menggunakan seluruh tenaga dalamnya! Desh! Desh! Desh! Gedebruk! Tubuh si Manusia Akar pun roboh jatuh ke bumi! Ia sempat bangun dan muntah darah segar, setelah itu tubuhnya ambruk lagi, tak berkutik untuk selama-lamanya! Keanehan kembali terjadi, tubuh si manusia akar itu kembali menjadi tubuh manusia biasa, warna kulit wajah serta matanya kembali menjadi seperti manusia biasa!
Jaya menarik nafas lega sambil mengurut dan menyalurkan ke dadanya yang sesak akibat terkena pukulan Lana Belong tadi, Galuh dan Permani pun berlari menghampiri Jaya "Jaya kau tidak apa-apa?" Tanya Galuh.
Jaya menggeleng sambil tersenyum, "Aku tidak apa-apa, kau tenang saja ya hehehe" jawabnya, entah mengapa saat itu ia merasa sangat senang melihat Galuh khawatir padanya dan mendapatkan perhatian dari gadis "Mantan Musuhnya" ini.
"Mereka itu sebetulnya siapa? Mengapa mereka menganggu perjalanan kita?" Tanya Permani.
"Entahlah, dia mengatakan bahwa mereka semua adalah murid-muridnya si Topeng Setan, tapi aku tidak punya urusan dengan si Topeng Setan atau setidaknya belum berurusan dengannya!" jawab Jaya.
"Lalu mereka itu apa? Kenapa bisa berubah menjadi pohon dan manusia akar seperti itu?" Tanya Permani lagi.
"Mereka adalah orang-orang sesat yang menganut ilmu hitam serta bersekutu dengan Jin! Ah sudahlah sebaiknya kita lanjutkan perjalanan agar dapat sampai ke Citatah sebelum malam tiba!" pungkas Jaya.
Mereka pun melanjutkan perjalannya, meninggalkan hutan itu. Menjelang malam, mereka telah sampai di kediaman Juragan Surya, Jaya dan Galuh pun menyerahkan para perampok Jubah Hitam yang masih dalam keadaan tertotok itu pada Ki Demang Citatah untuk selanjutnya diserahkan pada pihak kerajaan.
Esok harinya setelah menguburkan jenasah Juragan Surya dengan layak, Jaya dan Galuh pun langsung berpamitan pada Permani untuk melanjutkan perjalan mereka, dengan berat hati Permani pun melepaskan kepergian Jaya. Terasa sangat pedih bagi hatinya mendapati kepergian Jaya tersebut, air matanya terus mengalir seiring langkah demi langkah yang diambil Jaya. Ditatapnya terus kepergian Jaya dari batas Desa Citatah selangkah demi selangkah hingga menghilang di kejauhan.