Chereads / Wasiat Iblis / Chapter 19 - Rajah Cakra Bisma (4)

Chapter 19 - Rajah Cakra Bisma (4)

"Maaf guru…," sahut Jaka dengan suara yang amat pelan mirip berbisik, dia hanya menundukan kepalanya saja.

"Benarkah apa yang kau katakan tadi Jaka?" tanya Kyai.

"Benar guru" jawab Jaka.

"Bagus kau telah mengakui perbuatanmu, mengapa kau dan Kakangmu ini sering menemui Mega Sari secara diam-diam padahal sudah kularang murid laki-laki untuk berbaur dengan murid perempuan?" selidik sang guru.

Jaka menelan ludahnya takut untuk menjawabnya, tapi ia memberanikan diri untuk menjawabnya "Itu… Itu Karena… Saya mencintai Mega Sari guru… Saya tidak dapat menahan hasrat untuk bertemu dengannya Guru, hati saya terasa sakit bila tidak melihatnya…"

Kyai Pamenang menepuk bahu Jaka "Jaka… Kau tahu apa namanya itu? Menurutmu apakah itu cinta atau nafsu syahwat?"

Jaka terdiam karena ia tidak mengetahui jawabannya.

"Kau tidak tahu bukan? Lalu menurutmu mengapa aku sampai memisahkan antara murid laki-laki dangan murid perempuan di padepokan ini? Tahukah kau apa yang akan terjadi kalau manusia yang bukan muhrimnya yang berbeda jenis disatukan?"

Jaka menggelengkan kepalanya, Kyai Pamenang menatap lekat-lekat pada Jaka "Yang terjadi adalah zinah! Dan tahukah kau apa akibat dari perzinahan itu?"

Jaka terdiam tetap menundukan kepalanya, Kyai Pamenang menunjuk pada Dharmadipa yang sedang pingsan dan diobati oleh Nyai Mantili "Apa yang terjadi pada Dharmadipa hanyalah sebagai contoh kecil dari akibat zinah! Dan banyak lagi akibat yang lebih mengerikan lagi pedih dari perbuatan zinah! Kau pasti tahu bahwa agama Islam melarang untuk berbuat zinah!"

Kyai Pamenang mengambil nafas sejenak, berusaha menenangkan dadanya yang sesak. "Jaka, sekarang aku tanya padamu, apa yang membuatmu mencintai Mega Sari? Apakah karena dia seorang putri raja?"

Jaka menggelengkan kepalanya perlahan "Bukan Guru, tidak sekalipun hamba mencintai Mega Sari karena ia seorang putri raja, hamba mencintainya karena ia seorang wanita yang sangat cantik!"

Kyai Pamenang menaikan alisnya "Cantik? Apa itu cantik Jaka? Katakan padaku!".

Jaka berpikir sejenak sebab ternyata ia juga tidak mengerti cantik itu apa, tapi ia menjawabnya secara jujur pada gurunya "Maaf Guru, murid menyukai kulitnya yang putih, mulus, dan bersih, rambutnya yang hitam panjang indah, matanya dan seluruh wajahnya yang indah, tubuhnya yang sintal, suaranya yang indah, dan cara bicaranya yang halus lembut".

Kyai Pamenang melotot "Jadi semua itu yang engkau sukai dari Mega Sari? Engkau menyukai fisiknya saja dan mengatakan bahwa cantik itu adalah wanita yang mempunyai fisik bagus? Astaghfirulah! Itulah yang disebut dengan nafsu syahwat Jaka!"

Kepala Jaka semakin tertunduk, nasihat dari gurunya terus meluncur "Namun begitu, bukan berarti Cinta adalah hanya merupakan nafsu syahwat, agar manusia tidak terjerumus kedalam zinah, agama dan adat kita mengajarkan apa yang namanya tanggung jawab, salah satu bentuk dari tanggung jawab itu adalah pernikahan atau perkawinan dua orang itu menjadi suami-istri, dari suatu pernikahan akan menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak! Maka ketika engkau mencintai seorang wanita, kau harus siap bertanggung jawab, kau harus siap untuk menikahinya dan melakukan segala bentuk kewajiban sebagai seorang suami nantinya! Sekarang aku tanya, mengetahui status Mega Sari yang seorang putri raja, apakah kau sanggup untuk menikahinya?!"

Ucapan gurunya kali ini benar-benar menampar Jaka, ia menggelengkan kepalanya dengan lemah, "Tidak mungkin bukan kau yang hanya rakyat biasa menikahi seorang tuan putri anak raja! Lalu bagaimana kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan akibat zinah dari nafsu syahwatmu itu pada Mega Sari kalau kau tidak mungkin untuk menikahinya? Yang pasti kau akan mendapatkan hukuman yang berat dari Prabu Kertapati, belum lagi hukuman menurut syariat dan hukuman di akhirat nanti!" jelas Sang Kyai.

Kyai Pamenang menghela nafasnya, matanya menatap keluar jendela "Jaka, sebenarnya bukan hanya masalah Mega Sari putri seorang raja yang membuatku tidak bisa merestui hubungan kalian, namun suatu sebab lain… Dulu ketika aku diminta memimpin proses akikah Mega Sari, aku melihat ada sebuah tanda pusaran hitam di bawah pusar diatas kemaluannya, menurut orang tua dulu itu adalah tanda bahwa orang tersebut mempunyai sifat yang sangat jahat, dan akan membawa bencana bagi siapa saja yang hidup bersamanya… Walahuallam Wibisawab, aku bukannya suudzon pada Mega Sari, namun aku mempunyai firasat buruk setiap kali melihat wajah Mega Sari, mata bathinku selalu menangkap kengerian yang tak terkirakan dari sorot matanya yang ia sembunyikan dalam senyuman manisanya dan tutur kata serta sikapnya yang lemah lembut, apalagi kalau aku melihat sepak terjang Prabu Kertapati yang senang mengobarkan perang di tanah Pasundan ini membuatku untuk berhati-hati pada keluarga Mega Mendung".

Kyai Pamenang lalu memegang bahu Jaka "Akan tetapi bagaimanapun kesalahan kalian adalah kesalahanku juga sebagai guru kalian, seperti yang dikatakan istriku, aku telah lalai dan kurang awas pada perkembangan kalian, aku seakan tidak menyadari kalau kalian sudah beranjak dewasa, sudah saatnya mengenal dunia luar, sudah saatnya mengenal nafsu syahwat pada lawan jenis… Maka biarlah ini menjadi peringatan bagi kita semua, biarlah ini menjadi pelajaran bagiku dalam mengawasi kalian, jadikan ini pelajaran berharga bagimu agar jangan mengulangi kesalahan yang sama… Maka aku tidak berhak untuk menghukummu, aku hanya minta bantuanmu untuk mengobati Dharmadipa, dan kelak kalian berdua harus saling mengawasi dan menjaga diri".

Jaka pun menjura hormat. "Baik Guru, nasehat guru akan saya ingat dan laksanakan sebaik-baiknya".