Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun terus berputar. keluarga kecil Kevan tampak bahagia menjalani hari-harinya.
Kevan seperti biasa selalu sibuk dengan urusan beberapa rumah sakit dan perusahaan lainnya yang selalu dihandle sendirian.
Freya masih memilih menjadi ibu rumahtangga sejati, mengurus semua kebutuhan kedua anaknya yang sudah memasuki masa remaja.
Fase masa remaja ini merupakan masa yang rentan terhadap pengaruh negatif dari luar, maka peran orangtua sangat berpengaruh untuk mampu mengawasi perkembangan anak di rumah, di sekolah bahkan di lingkungan pergaulan dengan teman sebayanya.
Freya termasuk ibu yang super protektif terhadap kedua anaknya terlebih lagi dengan Aaron, putra sulungnya itu. karena Aaron memilih sekolah di sekolahan umum biasa. tidak seperti Atreya yang memilih home schooling dari kecil.
" Mom, Dad. "
ucap Aaron memulai pembicaraan setelah makan malam mereka sudah hampir selesai.
" iya Aaron, ada apa ?"
kata Freya seraya mengusap bibirnya dengan tissue.
" aku ingin melamar sekolah ke Harvard university."
mendengar itu Kevan, Freya, dan Atreya langsung terkejut dan kompak menautkan pandangannya.
Aaron memang baru saja lulus dari senior high school. tapi tidak menyangka cita-citanya ingin melanjutkan sekolah di Cambridge, Massachusetts, Amerika SerikatĀ itu.
" apa kau yakin ingin melamar sekolah ke sana, Aaron ? jika kau mampu, mom and dad tidak keberatan. memangnya kau mau mengambil jurusan apa ?"
ucap Kevan menanggapi keinginan putra sulungnya itu. kedua matanya menatap serius ke arah Aaron.
" program Master of Public Administration economies in International Development."
jawabnya.
" kenapa tidak mengambil kedokteran ?"
ucap Kevan terlihat guratan kekecewaan diwajahnya.
ia berharap salah satu anaknya ada yang menjadi dokter seperti dirinya. dan Kevan hanya bisa berharap dari putra sulungnya, Aaron. mengingat Atreya yang kondisinya tidak memungkinkan itu.
" maaf Dad, aku kurang berminat dikedokteran seperti Daddy."
lirih Aaron seraya menundukkan pandangannya karena telah mengecewakan ayahnya itu.
" apapun jurusan yang kau ambil itu, Momy mendukungmu, nak. cuman kenapa harus ke Harvard, itu kan jauh sekali."
ucap Freya yang sebenarnya tidak bisa jauh dari anak-anaknya itu.
" iya, kak. nanti aku gimana dong ? akan kesepian tanpa kakak disini."
kata Atreya menatap sendu ke arah Aaron. dan Aaron balas menatap adiknya dengan mata yang berbinar-binar haru.
" kalau liburan aku akan selalu pulang. kau tenanglah, ini hanya untuk beberapa tahun saja, Rea."
Aaron lalu mengusap-usap punggung tangan Atreya yang duduk disebelahnya.
" baiklah jika itu memang keinginan mu. kau harus mempersiapkan semua hal. mulai dari IPK, reputasi sekolah asal, nilai GRE, nilai TOEFL, surat rekomendasi, esai aplikasi, profil pelamar. itu semua dipertimbangkan. Kita tidak tahu yang mana bobotnya lebih besar. dan kau harus bersungguh-sungguh, Aaron. meskipun Daddy punya orang-orang dalam disana, tapi kau harus berusaha sendiri. "
tegas Kevan menatap tajam Aaron.
" iya, Dad. aku pasti akan mempersiapkan nya. aku akan berusaha sendiri. yang penting dapat dukungan dari Mom, Daddy dan adik tercinta ini. itu sudah cukup untukku."
jawab Aaron semangat seraya melirik ke arah Atreya yang nampak kecewa dengan keinginan kakaknya itu.
" kau mendukung kakakmu ini kan ?"
Kevan mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Atreya.
Atreya nampak memejamkan matanya sejenak.
" baiklah, kak. aku akan mendukungmu."
lirihnya kemudian.
dan Freya hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam mendengar keputusan dari Aaron.
***
akhirnya Aaron diterima sekolah di Harvard university. ia sudah berangkat ke negeri Paman Sam Minggu lalu.
" aku benar-benar kesepian tanpa kehadiran kakak."
ucap Atreya kepada Freya yang tengah fokus memasak didapur bersama dua orang asisten rumah tangganya.
" mom, kenapa kita tidak berkunjung ke rumah nenek Shofi saja ? rasanya udah hampir dua tahun kita tidak pernah mengunjungi nya."
Freya langsung mengangkat wajahnya. ia beranjak dari dapur menghampiri kursi roda Atreya dekat meja makan. ia menarik kursi makan lalu menjatuhkan badannya duduk disebelah Atreya.
" momy juga kangen sekali dengan nenekmu. tapi gimana lagi, Daddy pasti melarang kita berkunjung kesana. kecuali nenek Shofi yang datang kesini."
memang semenjak James meninggal dunia lima tahun lalu karena serangan jantung, Shofi memilih kembali ke Indonesia dan menetap dikampung halamannya. sedangkan perusahaan James sekarang dibawah kendali Kevan dan Larry.
Kevan tidak memperbolehkan Freya terlibat disetiap perusahaannya. memang kelihatannya tidak adil dengan latar belakang pendidikan freya yang tinggi, Kevan malah mengekang istrinya untuk tidak boleh bekerja. namun maksudnya adalah baik, yakni mengurus suami dan anak-anak dirumah itu merupakan karier seorang istri yang sesungguhnya.
" kenapa sih Daddy selalu melarang kita untuk berkunjung ke Indonesia, mom ? padahal dulu masa kecil Momy kan disana."
tanya Atreya penasaran.
Freya tersenyum.
" karena Daddy mu masih cemburu dengan seseorang dimasa lalu Momy."
jawabnya berbisik ke arah telinga Atreya.
Atreya membulatkan matanya sempurna.
" hah, benarkah ? jadi Momy dulu pernah punya kekasih sebelum dengan Daddy ? seperti apa mom orangnya ? apa dia cinta pertama mommy ?"
Atreya tampak semakin penasaran dan berharap Freya menceritakan masa lalunya.
wajah Freya sontak merah merona dihadapannya putrinya itu.
" ayolah mom, aku ingin mendengarnya."
pinta Atreya seraya menggelayut tangan Freya dengan manja.
" oke. tapi kau janji tidak akan menceritakannya lagi pada Daddy mu."
" yes. am promise."
jawab Atreya antusias.
" pria itu bernama Revan. dia bukan cinta pertama mommy. tapi dia adalah pacar pertama mommy pada waktu itu. "
" apa Revan itu seganteng Daddy ? "
Atreya memicingkan matanya Penasaran.
" ganteng itu relatif, sayang. tergantung dari sudut mana kita melihatnya. tapi mommy rasa hanya Daddy Kevan lah yang paling ganteng."
ucap Freya.
Atreya menyeringai.
" iya dong. kalau Daddy tidak lebih ganteng mana mungkin kak Aaron bisa duluan terlahir ke dunia ini dari perut mommy."
' uhuk. uhuk.'
tiba-tiba saja Freya tersedak padahal tidak sedang makan ataupun minum.
" kenapa, mom ?"
Atreya langsung mengusap bahu Freya.
" tidak apa-apa sayang, tenggorokan Momy terasa kering."
selah Freya sambil mengusap-usap leher jenjangnya.
Aaron dan Atreya tidak tau bahwa mereka terlahir dari ibu yang berbeda. biarlah itu akan tersimpan selamanya. Freya sangat menyayangi Aaron dan Atreya. keduanya adalah harta dan nyawanya.
Bahkan, cinta Freya kepada anak-anaknya diibaratkan sebagai sinar dari sang surya yang menyinari dunia setiap hari, tanpa ada harapan akan diperlakukan yang sama.
" ayo, sekarang waktunya kita mempersiapkan makan malam. sebentar lagi Daddy mu akan pulang. bahaya kalau dia mendengar percakapan kita yang tadi."
ucap Freya tersenyum seraya mengecup puncak kepala Atreya, lalu beranjak kembali ke dapur.
" oke, mom."
jawab Atreya tertawa kecil.
Freya pun akhirnya kembali menata makanan didapur yang akan dihidangkan ke meja makan untuk malam ini.