Ceklek!
Daun pintu dari ruangan Bryan terbuka, Helen langsung berdiri memberi hormat untuk beliau dan Friska serta Bryan tentunya. Bryan berada di belakang beliau, sedangkan Friska berada di sebelah Bryan dengan amat manja pokoknya. Helen sih tidak terlalu pengaruh dengan adegan manja itu. Yang dia fokuskan adalah prinsip kinerja sebagai sekretaris profesional.
Beliau bernama Johannes Edzard Gunadhya. Sikapnya wibawa dan penuh kepimpinan, meskipun di usianya sudah mencapai lima puluhan. Postur tubuhnya masih tetap kokoh dan beruban terselip di rambut hitamnya. Wajahnya lumayan ganteng seperti Bryan. Ya tentu dong gantengan anaknya. Karena mungkin sudah berumur jadinya wajah kulitnya mulai ciut keriput.
Johanes selalu meletakkan kedua tangan di belakang dan memantau sekitar kantornya, Helen dan Bryan terpisah dengan divisi lain. Karena memang sudah sistem seperti itu sebelum perusahaan didirikan, memang Beliau berkeinginan untuk seperti ini agar divisi lain bisa bekerja semaksimal. Namun jangan salah selain terpisah CCTV ada di mana - mana. apalagi suara terekam dengan jelas.
Johannes menatap Helen, Helen menunduk tentu memberi hormat bukan karena takut dengan beliau yang matanya tajam seperti Bryan ingin mematok mangsanya.
****
Waktunya jam istirahat, Helen segera mencari makan di kantin lantai atas yang memang tersedia di gedung ini. Perut terasa sangat lapar, kali ini Helen bebas dari Bryan. Karena Bryan, beliau dan tunangannya sedang makan siang bersama.
Helen duduk di pojok paling sepi hanya pojok doang khusus untuknya sendiri. Agar bisa menghindari desas-desus dari para divisi tengah siap untuk bergosip.
"Kamu tadi lihat Ayah Bryan, tidak? Benar-benar keren habis. Tapi dia itu tegas banget. Sedikit saja kita bersuara lebih parah dari Pak Bryan." Satu suara mulai terdengar di telinga tajam milik Helen.
"Benarkah? Seram dong! Jadi kalau kita bersuara "A" doang, langsung dipenggal sama dia?"
"Iya bisa jadi. Apalagi kamu tidak dengar satu divisi bagian accounting dipecat karena menggosip soal sekretarisnya. Di ruangan kerja kita banyak CCTV bersuara. Jadi harus hati-hati jika ingin menggosip."
"Waah ... Seram banget. Tapi, benar, loh, kalau kerja di sini memang harus ketat. Apalagi SOP-nya itu lebih ketat dari perusahaan lain."
"Ssstt ... Kalian kalau mau gosip lihat keadaan. Di sudut sana ada sekretarisnya sedang mendengar dengan baik, loh. Kalau kalian tidak ingin mendapat penggalan dari Pak Bryan."
Helen baru selesai makan, dia mulai bersiap kembali ke tempat kerjanya. Sebelum itu ia ke kamar kecil dulu. Semua yang ada di kantin memperhatikan dirinya. Helen cuek saja tidak ada yang salah dengan sikap penampilannya.
****
Bryan seperti cacing kepanasan pada duduknya tidak nyaman karena Friska terus lengket. Entah apa yang dilengketkan, Bryan yang mau makan pun sulit dicerna olehnya sendiri. Belum lagi Ayahnya yang dari tadi cengkerama dengan ayah Friska. Begini yang dibenci oleh Bryan, terlalu cepat bertunangan dan terlalu cepat pula menikah dengan orang yang dasar tidak ada namanya cinta.
Bryan merindukan sekretarisnya si Helen, kira-kira si Helen sudah makan apa belum. Batinnya. Yang mengaji dirinya. Kalau dipikir-pikir bandingkan Friska dan Helen. Helen lebih pantas jadi istrinya Bryan. Karena Helen telaten banget, segalanya bisa dilakukan. Sedangkan Friska, sudah manja, segalanya tidak mau dikerjakan lebih mementingkan kecantikan pada penampilannya.
Kalau sudah menjadi istrinya Bryan mungkin bisa mati berdiri atas sikap Friska. Yakin tidak perlu meramal dukunnya. Karena Bryan benar tidak menyukai sikap Friska. Bisa dikatakan Friska itu cocoknya jadi adiknya.
Mungkin Bryan bisa negosiasi sama ayahnya untuk menunda dulu rencana pernikahan, soalnya, Bryan asli tidak ada rasa terhadap Friska. Bryan lebih baik jomblo tua daripada harus menikah dengan wanita yang kekanak-kanakan.
Dua jam kemudian, akhirnya Bryan terbebas dari kandang gorila. Bryan bisa kembali melihat mata manja yaitu Helen. Helen dengan sibuk sama pekerjaannya yang hampir selesai. Helen tidak menyadari kalau Bryan sudah kembali dari acara makan bersama dengan keluarganya.
Sebentar lagi Helen pulang, dia menyusun semua pelengkapan kerjanya di dalam laci. Hari ini dia butuh istirahat banyak belum lagi besok hari minggu bisa santai di rumah bermanja - manja diri.
Helen akan memesan mobil Online untuk hari ini ia malas pulang memakai mobil kantor, karena semalam dia menginap di apartemen Bryan gara-gara lembur.
Tiiinn.... Tiiinn....
Helen terperanjat kaget suara klakson membuat dirinya menoleh, sebuah mobil milik bos-nya. Benar-benar Helen bikin jantungnya dari normal harus kembali menurun. Mobil Bryan berhenti di sebelahnya tentu Helen makin waswas sama dia.
"Masuk!" Instruksi Bryan, tetap tidak buat Helen untuk menurut. Soalnya masih ada karyawan lain belum pada pulang.
Bryan turun dan membuka pintu untuk Helen, Helen tentu bingung dan panik dong sama pemaksa ini.
"Tapi, Pak..." Bryan tetap memintanya masuk ke dalam mobil.
"Masuk, atau saya cium kamu!" ancaman buat Helen terdiam akhirnya menurut juga. Daripada dicium, di depan umum. Bisa hilang nama dirinya di gedung PT. Bryant Group.
Bryan senyum berhasil mengerjai sekretarisnya lagi. Ini yang disukai Bryan, selain itu lucu. Kalau saja dipertemukan lebih cepat mungkin Bryan sudah memilih Helen jadi pendamping hidupnya.
Dalam perjalanan, Helen lebih memilih diam dan sibuk dengan gadget-nya. Eric membalas pesan di aplikasi whatsapp. Tentu bikin Bryan penasaran sama Helen.
Helen senyum - senyum sama chat-chating-nya Eric. Sudah lama sih tidak komunikasi satu angkatan. Mungkin sudah hampir tiga tahun.
Bryan mendadak berhenti membuat Helen tersentak maju ke depan. Untung terpasang sabuk pengaman. Bryan langsung mengambil ponsel milik Helen.
"Pak, setirnya yang benar, dong! Nyawa saya masih mau dipakai!" Helen langsung menyadari kalau Bryan sedang membaca chating'an dengan Eric.
"Oh... jadi kamu ada hubungan spesial sama pria culun itu?" Bryan sepertinya cemburu banget sama chating'an Eric sama Helen.
"Apaan, sih! Bukan urusan Bapak! Terserah saya mau berhubungan dengan siapa. Tidak termasuk Bapak juga!" bantah Helen merampas ponsel dari tangan Bryan.
"Begitu. Jadi siapa saja, ya. Baiklah, mulai besok kamu jadi asisten pribadi saya. Tidak ada bantahan ataupun penolakan!" ucap Bryan berubah jadi datar.
"Loh, tidak bisa begitu dong, Pak!" Helen tidak terima. 'Mana bisa suka berpindah - pindah?' ā gerutunya dalam hati.
"Atau mau dipotong gaji, mungkin bisa," potong Bryan.
BLAM!!
Helen kesal pintu dibanting, Bryan senyum tipis yang sangat panjang. Hari-hari Helen belum berakhir akan bertambah lagi.