Wajah Qu Tan'er sudah menjadi merah seperti apel. Dia menggertakkan giginya kemudian menatap Mo Liancheng dengan kesal, "Mo Liancheng berengsek, lepaskan tanganmu! Kamu dengar tidak? Cepat lepaskan..."
Belum selesai mengumpat, bibirnya sudah dibungkam oleh bibir sang Pangeran. Mo Liancheng yang menundukkan kepala mencium bibir Qu Tan'er dengan pelan. Rasa ciuman itu seperti sengatan listrik yang melumpuhkan otak gadis itu. Waktu pun terasa telah berhenti sejenak.
Apa yang membuat manusia paling merana sepanjang hidupnya? Bagi Qu Tan'er, momen seperti inilah yang paling merana. Dirinya tidak bisa bergerak, tidak bisa melarikan diri. Ingin menyerang suaminya pun, dia juga tidak berdaya. Entah penyiksaan macam apakah ini.