Lupita berbalik. Dia buru-buru berdiri ketika dia tahu bahwa orang yang baru datang adalah Sigmund.
"Tuanku." Dia membungkukkan kepalanya sedikit untuk menunjukkan rasa hormatnya pada Sigmund.
"Aku bertanya padamu, Lupita. Apa yang kamu lakukan di kamar Putri Mirabelle?" Sigmund mengulangi pertanyaannya dengan nada kesal.
"Saya baru saja membawakan makan malam untuk Putri Mirabelle, Tuanku," jawab Lupita.
"Kembalilah ke pekerjaanmu sekarang!" perintah Sigmund.
"Baik, Tuanku," jawabnya. Tanpa mengatakan apa-apa, Lupita bergegas keluar dari kamarku, meninggalkan aku dan Sigmund sendirian.
Sigmund menyilangkan tangan di dadanya dan bertanya, "Raja Bellamy menyuruhmu beristirahat, kan? Tapi mengapa kamu belum tidur? "
"Aku bermaksud tidur, tetapi Lupita datang membawakan makan malam untukku. Jadi aku pikir aku akan makan dulu dan kemudian aku baru akan tidur," jelasku.
"Oke," kata Sigmund sambil duduk di sofa dekat jendela.
Aku mengangkat alisku. "Kenapa kamu masih disini?"
"Karena aku ingin berada di sini," jawabnya.
"Aku bilang aku akan makan dan langsung tidur. Jadi kamu bisa pergi sekarang," ujarku.
"Raja Bellamy memberiku perintah tegas untuk mengawasimu selama dua puluh empat jam," katanya.
"Apa?! 24 jam? Jadi, kamu akan tinggal di kamarku sepanjang malam?" aku bertanya dengan tidak percaya.
"Iya. Dan aku akan mengikuti kamu juga di siang hari," tambahnya.
"Kamu tidak harus tinggal di kamarku. Kamu bisa menunggu di luar dengan pengawal lainnya," ucapku.
"Tidak, aku harus berada di sini," dia bersikeras, "Raja Bellamy mengatakan kepadaku untuk tidak membiarkanmu menghilang dari pandanganku bahkan untuk sedetik pun. Beliau takut para werewolf akan mencoba menculikmu lagi atau kamu akan menyelinap keluar dari istana dan membahayakan dirimu lagi."
"Tapi aku tidak bisa tidur kalau kamu ada di kamarku," aku memprotes.
"Jangan pedulikan aku! Aku hanya akan duduk di sini dengan tenang," katanya.
"Tapi—"
"Tidak ada tapi-tapian, Putri," potongnya, "Sekarang makanlah makan malammu dan tidurlah!"
"Aku tidak mau makan," aku menolak, "Aku tiba-tiba kehilangan nafsu makan gara-gara kamu."
"Baik. Terserah kamu," kata Sigmund.
Aku berbaring di tempat tidur dan menarik selimut hingga ke leherku.
Dari sudut mataku, aku melihat Sigmund mengeluarkan sebuah buku kecil dari sakunya. Dan akhirnya, dia mulai membacanya.
Aku mencoba tidur, tetapi aku tidak bisa. Pikiranku dipenuhi oleh ucapan Alpha Wolfgang. Jika dia benar tentang kakekku yang telah membunuh orangtuaku dan dia juga berencana untuk mengorbankan aku untuk keabadiannya, maka aku akan mati.
"Tidak, tidak, tidak." Aku menggelengkan kepala. "Aku tidak ingin mati. Tidak sekarang. Aku masih terlalu muda. Masih banyak hal yang ingin aku lakukan dalam hidup ini."
Tiba-tiba aku merasakan kepanikan. "Aku harus melakukan sesuatu untuk menggagalkan rencana sang raja. Tapi apa yang harus aku lakukan?"
Dikuasai oleh kecemasan, aku akhirnya bolak-balik di tempat tidur.
Apa yang aku lakukan rupanya menarik perhatian Sigmund. Dia mengangkat matanya dari buku yang sedang ia baca dan mengeluh, "Mengapa kamu terus bolak-balik sepanjang waktu?"
Aku berguling untuk menghadapnya dan membalas, "Sudah kubilang aku tidak bisa tidur kalau kau ada di sini."
Itu tidak bohong. Selain mengkhawatirkan kemungkinan pengorbanan yang dikatakan Adolph Wolfgang kepadaku, kehadiran Sigmund di ruangan ini juga membuat aku sulit tidur.
"Usaha yang bagus, Putri! Tapi aku tidak akan pergi ke mana-mana," katanya dengan keras kepala.
"Jika kamu tidak ingin pergi kemanapun, kamu sebaiknya tutup mulut. Aku sedang mencoba untuk tidur sekarang," cibirku.
"Baiklah." Sigmund akhirnya mengalihkan perhatiannya kembali ke buku.
Aku kembali berbaring dan memunggungi dia. Aku memikirkan lagi kata-kata Alpha Wolfgang tentang pengorbanan itu. Dan kecemasan mulai menggerogotiku lagi.
Aku memutar otak, mencoba menemukan cara untuk menggagalkan rencana kakekku. Tetapi bahkan setelah beberapa jam berlalu, aku belum mendapatkan ide.
Matahari baru saja terbit, dan kelelahan mulai menghampiriku, tetapi aku belum bisa tidur.
Aku menjulurkan leherku dan melihat Sigmund tertidur di sofa dekat jendela. Buku yang dia baca tadi malam tergeletak di pangkuannya.
Sinar matahari pagi yang membanjiri ruangan melalui tirai tampaknya tidak memengaruhi Sigmund sama sekali. Mungkin karena dia vampir tua, jadi dia sudah terbiasa dengan matahari.
Aku menundukkan kepalaku ke bantal dan mulai memikirkan pengorbanan yang dikatakan Adolph Wolfgang padaku lagi. Sepertinya tidak ada yang bisa aku lakukan untuk mencegah hal itu terjadi. Jadi mungkin aku harus menerima nasib bahwa aku mungkin akan terbunuh pada ulang tahunku yang ketujuh belas, tepatnya di malam pernikahanku.
Berbicara tentang pernikahanku, sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalaku.Para manusia serigala mengatakan kepadaku bahwa raja vampir akan mengorbankan aku di hari pernikahanku. Jadi itu berarti bahwa jika tidak ada pernikahan, tidak akan ada pengorbanan. Benar kan?
"Tapi bagaimana aku bisa membuat Raja Bellamy membatalkan pernikahanku?" tanyaku pada diri sendiri. "Jika aku berbicara dengannya, dia pasti akan marah padaku lagi."
Setelah memikirkannya, aku akhirnya menemukan ide lain. "Aku pikir aku harus meminta bantuan Pangeran Maximilian untuk membujuk Raja Bellamy agar membatalkan pernikahan kami. Aku harap kakekku akan mendengarkannya."
Karena pagi baru saja tiba, aku yakin bahwa Pangeran Maximilian sedang tidur sekarang. Jadi aku memutuskan untuk tidur dulu. Dan setelah matahari terbenam, aku akan segera menemui dia.Aku menutup mata. Tak lama setelah itu, aku akhirnya tertidur.